
Gambar atas: Watu gilang Gambar bawah: Cungkup watu gilang
WARTAIDAMAN.com
Sebagai bekas ibu kota Kerajaan Mataram Islam, kawasan Kotagede memiliki berbagai benda peninggalan Panembahan Senopati atau sang pendiri kerajaan. Situs Watu Gilang merupakan salah satunya. Dulu, batu berbentuk segi empat ini dipercaya sebagai singgasana raja pertama Mataram Islam.
Berada di Gang Ayem, Purbayan, Kotagede, Watu Gilang ditempatkan di dalam sebuah rumah tertutup di tengah permukiman. Kata M Zaki Riyanto seorang budayawan muda Jogjakarta menceritakan Watu Gilang sebagai tempat duduk Panembahan Senopati sebelum akhirnya pusat kerajaan dipindahkan ke Pleret.
“Batu Gilang itu dulu diduga tempat singgasana Panembahan Senopati. Nah itu di pertengahan abad ke-17 an Sultan Agung memindahkan Ibu Kota ke Pleret, tapi singgasana tetap di situ. Tapi kemudian Keraton runtuh jadi perkampungan, tapi tempat singgasana dirawat,” kata M Zaki Riyanto hari Selasa (17/6/2025) usai menghadiri acara pemakaman KRT Jayaningrat yang dikebumikan dikomplek pemakaman Hastorenggo Kotagede.
Watu Gilang adalah sebuah batu andesit hitam berbentuk persegi panjang yang dipercaya sebagai tempat duduk atau singgasana Panembahan Senopati, pendiri Kesultanan Mataram, saat memimpin kerajaannya. Batu ini dipercaya memiliki ukuran sekitar 2 meter x 2 meter dan konon dibawa dari hutan Lipuro (sekarang Kecamatan Bambanglipuro, Kabupaten Bantul).
Di batu ini pula, Danang Sutawijaya (nama kecil Panembahan Senopati) mendapatkan wangsit melalui Lintang Johar.
Watu Gilang terletak di dekat kompleks Makam Raja-Raja Mataram di Kotagede, Yogyakarta. Situs ini menjadi salah satu peninggalan bersejarah yang masih bisa dilihat hingga saat ini.
Selain Watu Gilang Kotagede, di lokasi yang sama terdapat pula artefak lain yang tidak memiliki keterkaitan fungsi berupa: tiga buah batu bulat (diinterpretasi sebagai peluru meriam/ cannon-ball) dari bahan batu Kalsit berwama kuning. Masing- masing ukuran diameter ketiga bola batu tersebut: 31 cm, 27 cm, dan 15 cm. Ketiganya diletakkan di atas “meja batu†yang diperkirakan sisa fragmen bagian lapik area (artefak masa kebudayaan Hindu-Buddha). Ketiga batu bulat ini dikenal dengan nama Watu Gatheng, yang menurut folklor setempat adalah benda yang digunakan untuk bermain “gathencf” (canteng/ kenteng) oleh Raden Rangga putra Panembahan Senapati saat masih berusia anak-anak. Benda lain selain Watu Gilang dan Watu Gatheng di tempat ini terdapat batu andesit penampang bulat telur, tinggi 50 cm, dan diameter 57 cm yang diduga merupakan tempayan (wadah air) dikenal dengan nama Watu Genthong. (Ridar/*)
Views: 5