
Abu Arang jatuh terjerembab di sebuah komplek masjid. Abu Arang terkejut, sampai di tempat yang sangat asing baginya. Namun dia tidak kehilangan akal, perlahan Abu Arang menuju tempat wudu masjid itu.
‘Biasanya di tempat wudhu ada toiletnya. Bagus, aku mandi di situ,’ pikir Abu Arang.
Setelah Abu Arang menemukan tempat wudu dan memang ternyata ada toiletnya, Abu Arang pun mandi di sana. Abu Arang merasakan kesegaran pada tubuhnya setelah mandi.
Kemudian Abu Arang pun mengambil air wudu, Abu Arang akan salat sunah di masjid itu. Abu Arang ingat bahwa di saat sujud dalam salat, setiap mukmin sedang dalam jarak sedekat-dekatnya dengan Allah. Wallahualam bishawab.
Pada saat Abu Arang akan mengambil air wudu, terdengar ada suara orang berlari. Namun, dia tidak begitu mengetahui yang terjadi. Abu Arang pun tidak ambil pusing dengan kejadian itu. Abu Arang pun kemudian masuk ke masjid dan salat sunah. Pada saat sujud Abu Arang berdoa. Tampak masjid itu sepi. Abu Arang pun kemudian berdoa lagi di masjid itu, sampai Abu Arang tertidur.
Abu Arang baru terbangun, setelah ada terdengar suara gaduh. Abu Arang pun kaget, ketika dia bangung, langsung ada yang bertanya kepadanya.
“Siapa kamu?”
“Saya Abu ….” Abu Arang tidak jadi melanjutkan, khawatir identitasnya sebagai putra Raja Slamet terbuka. Saat ini Abu Arang berpikir, lebih baik tidak berterus terang dahulu, karena belum tahu, tempat dia berada.
“Abu! Dari mana asalmu?” tanya orang itu lagi.
“Dari jauh,” jawab Abu sekenanya.
“He. Jangan main-main ya. Masjid ini baru saja kehilangan uang di kotak amal masjid. Ayo, ngaku kamu!” tanya orang itu lagi.
“Herman, jangan kau suudzon kepada orang ini. Itu tidak baik. Kita baru menanyakan, kita belum punya barang bukti. Lagian kalau dia pencurinya, pasti dia tidak akan tinggal di sini,” seru orang lain lagi.
“Pasti orang ini yang ambil, Mas Broto. Tidak ada orang lain di masjid ini. Hanya dia seorang. Siapa lagi kalau bukan dia. Ayo ngaku kamu, Abu! Kamu kan yang ambil uang di kotak amal masjid ini!” teriak Herman.
“Saya, tidak tahu-menahu, soal uang di kotak masjid,” seru Abu Arang.
“Sudahlah, Herman tidak baik menuduh orang sembarangan. Abu, mengapa kamu tidur di masjid ini?” tanya Mas Broto.
“Saya lapar,” kata Abu Arang.
“Nah, betul kan, Mas Broto. Dia kelaparan. Dia tidak punya uang. Jadi dia ambil uang di masjid ini! Betul begitu kan Abu,” seru Herman.
“Herman, kuperingatkan sekali lagi. Jangan asal menuduh orang tanpa bukti. Abu, untuk menjernihkan masalah. Bersediakah kamu, jika kami menggeledah pakaianmu,” seru Mas Broto.
“Silakan,” kata Abu.
Mas Broto pun menggeledah pakaian Abu Arang. Namun, Mas Broto tidak menemukan apa pun di pakaian Abu Arang.
“Geledah pakaian dalamnya!” teriak Herman.
“Aku rasa tidak perlu kita melakukan hal itu,” kata Mas Broto.
“Mengapa tidak? Biar semua orang tahu, kalau dia, si Abu ini berbohong!” teriak Herman, sambil mendekati Abu dan mencoba melucuti pakaian Abu, sekalian akan membuka pakaian dalamnya. Namun sebelum tangan Herman, sampai ke badan Abu, Abu mengerahkan sedikit ajian Seribu Bulan kepada Herman, sehingga celana Herman merosot. Tampaklah cd Herman.
Orang-orang kaget, ternyata ada uang yang terselip di cd Herman, belum masuk semua ke cdnya.
Herman yang menyadari kalau celananya melorot, sampai tampak cdnya, segera lari ke luar. Maksud Herman akan lari sambil mengangkat celana, tapi karena tergesa-gesa justru yang terangkat cd. Akibatnya Herman justru jatuh tertangkup celana, dan banyak uang di cd yang tercecer jatuh ke lantai masjid. Uang lembaran berbagai nilai, dari seribuan, dua ribuan, lima ribuan, sepuluh ribuan, bahkan ada yang lima puluh dan seratus ribu. Orang-orang pun segera menyelamatkan uang itu.
“Berikan kepada Herman. Jangan sampai dia tidak bisa makan, gara-gara uangnya jatuh di masjid,” seru Mas Broto.
“Abu, habis sholat nanti, kamu ikut saya. Kita makan siang bersama. Tapi setelah itu, kamu harus minta maaf kepada Herman. Karena dia takut kepadamu, sampai lari terbirit-birit, sehingga uangnya pun berjatuhan,” seru Mas Broto.
***
‘Salah satu tanda orang beriman itu juga harus percaya, pada Hari Akhir. Hari Pengadilan, karena di dunia ini terkadang sering dijumpai ketidak-adilan.’ Abu Arang mengucapkan kembali dalam hati, kata-kata ustaz yang sempat mengisi ceramah habis salat Zuhur tadi.
‘Berarti keadilan harus ditegakkan di dunia ini,’ pikir Abu Arang, sambil makan di rumah Mas Broto.
“Kami tak berani kembalikan uang ini ke Herman, Mas Broto,” seru orang-orang yang ikut makan siang di rumah Mas Broto.
“Mengapa, kalian hanya mengembalikan uang Herman saja tidak berani?” tanya Mas Broto.
“Kadang-kadang di rumah Herman itu banyak tamu dari orang luar. Serem-serem lagi tampangnya,” kata orang itu.
“Bahkan kami pernah melihat mereka juga minum-minum, lalu bicara seperti orang mabuk,” kata yang lainnya.
“Atau kau saja Abu, yang mengembalikan uang Herman, sekaligus minta maaf kepada dia,” seru Mas Broto.
“Baik, mas. Kalau memang saya diberi kepercayaan memegang uang itu. Sebetulnya, saya tidak enak menerima tugas ini. Karena Herman masih menuduh saya, yang mencuri uang kas masjid,” jawab Abu Arang.
“Bagaimana teman-teman, apakah kita percayakan pengembalian uang Herman ini kepada Abu?” tanya Mas Broto kepada orang-orang banyak.
“Bagus juga itu Mas Broto,” jawab mereka kompak.
***
Malam itu Abu Arang datang ke rumah Herman atas petunjuk orang-orang yang berkumpul dan makan bersama di rumah Mas Broto. Abu Arang datang sendirian ke rumah Herman, tetapi orang-orang yang mengantarnya tidak langsung pulang, melainkan melihat dari jauh ingin mencari tahu nasib Abu Arang. Memang seperti dugaan orang-orang itu, Herman sedang didatangi tamu-tamu yang berasal dari luar kampung. Mereka pun tampak sedang minum-minum.
“Apa yang membuat Kanda Herman takut dengan anak muda itu! Siapa namanya?” tanya salah seorang tamu Herman.
“Kanda percayakan saja pada Dinda, biar kuhajar dia nanti,” seru orang lainnya lagi.
“Dia belum pernah merasakan kerasnya botol minuman ini!” teriak yang lain sambil memecahkan botol minuman yang sudah kosong.
“Sabar, sabar. Kalian jangan gegabah dulu. Kita harus bertindak hati-hati, supaya dana persediaan masih dapat diperoleh dengan aman. Kalau kalian main hantam begitu, kacaulah rencanaku nanti,” seru Herman.
‘Rencana?’ pikir Abu Arang.
‘Mau merencanakan apa si Herman ini?’ kata Abu Arang dalam hati.
“Assalamualaikum. Benarkah, ini rumah Kanda Herman?” sapa Abu Bakar dari luar rumah Herman.
“Waalaikumsalam. Benar. Siapa kamu? Mau apa kemari?!” tanya Herman.
“Saya diminta Mas Broto, untuk minta maaf kepada Kanda Herman,” kata Abu Arang, sambil masuk ke rumah Herman.
“Ka–mu … kamu … Abu,” jawab Herman dengan menggigil.
oleh: MJK, jurnalis PJMI.
*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 220925
Views: 16