Tiga Pendekar Langit _Pendekar Abu_

Posted by : wartaidaman 23/09/2025

 

WARTAIDAMAN.com 

 

 

 

“Abu mau apa kau datang … ke–sini,” kata Herman grogi, sambil mau pergi masuk ke kamar. Namun, salah seorang tamu Herman segera menahan dengan tangannya sambil mencoba menenangkan Herman.

“Santai saja, Kanda. Siapa dia sebenarnya?”

“Dia Abu … orang yang mengganguku,” seru Herman, agak tenang karena merasa akan dibela teman-temannya.

“Oh. Jadi ini si Abu itu! Mau apa kau ke sini!” teriak salah seorang teman Herman lainnya, setelah mereka mengerti Abu itu orang yang mengganggu Herman di masjid.

“Kanda Herman, saya minta maaf atas kejadian tadi siang di masjid,” kata Abu Arang.

“Kurang ajar. Enak saja kauminta maaf, Abu. Sudah jelas kau membuat Kanda Herman malu, dan kehilangan uang ram … eh … persediaannya. Sekarang kaudatang hanya mau minta maaf!” seru teman Herman lainnya, sampai hampir terlupa menyebut uang Herman sebagai uang rampasan, padahal dalam kamus mereka uang rampasan atau hasil pencurian itu mereka sebut uang persediaan. Hampir saja teman Herman membuka aib perbuatan Herman di depan Abu Arang.

“Kanda Herman. Atas perintah Mas Broto, saya ditugaskan untuk mengembalikan uang Kanda Herman yang jatuh di masjid,” jelas Abu Arang.

“Uang masjid .. eh uang yang jatuh di masjid … dikembalikan kepadaku?” seru Herman kaget. Begitu kaget Herman, sampai menyebut itu uang masjid. Terkadang dalam hati seseorang yang berbuat jahat pun, kalau mau mengikuti kata hati, secara spontan dia akan mengatakan hal yang jujur.

“Betul, Kanda Herman. Ini uang Kanda Herman yang jatuh di masjid tadi,” kata Abu Arang, sambil memberikan uang itu ke Herman.

“Terima kasih, Abu,” seru Herman dengan cepat mengambil uang itu dari tangan Abu Arang. Herman khawatir, kalau tidak cepat-cepat bertindak, jangan-jangan nanti Abu Arang berubah pikiran. Begitulah terkadang orang berpikir, bahwa orang lain akan bertindak seperti dirinya.

“Sudah cukup urusanmu. Cepat pergi sana!” seru Herman kepada Abu.

“Baik, Kanda Herman. Assalamualaikum,” kata Abu Arang.

Belum sempat lagi Herman menjawab salam Abu Arang, teman Herman ada yang langsung berteriak sambil berdiri.

“Tapi urusanmu dengan kami belum selesai Abu! Kau telah menghina Tetua kami, Kanda Herman!” kata salah seorang teman Herman.

“Benar, kau harus menerima balasannya, Abu. Minimal kau pulang hanya boleh pakai celana kolor … haha,” seru teman Herman yang lain.

Orang-orang yang mengantar Abu Arang dan dari tadi memperhatikan situasi rumah Herman menjadi khawatir, akan terjadi sesuatu yang buruk pada Abu Arang. Namun, mereka tidak dapat berbuat banyak hanya diam menonton saja.

“Terima kasih atas perhatian kalian semua,” seru Abu Arang meninggalkan rumah Herman.

Melihat hal itu, teman-teman Herman lalu mengejar Abu Arang sambil ada yang melempar botol minuman. Herman pun ikut berlari mengejar dari belakang, sambil memegang salah satu perut temannya dari belakang. Namun apa yang terjadi, botol botol yang dilempar ke badan Abu Arang berterbangan ke atas.

Bahkan orang-orang yang mencoba mengejar Abu Arang justru jatuh di jalan di depan rumah Herman, saling menubruk satu sama lain ke arah belakang. Akibatnya Herman yang berada di bagian paling belakang pun bagai tertumpuk badan teman-temannya yang akan mengejar Abu Arang. Herman dan teman-temannya pun pingsan di jalan depan rumahnya.

Sementara Abu Arang kembali ke masjid. Ambil air wudu dan salat. Setelah itu Abu Arang pun kembali tidur di masjid. Orang-orang yang mengantar Abu Arang ke rumah Herman hanya bisa melongo dan tidak berani mengganggu Abu Arang. Namun mereka tidak berdiam diri, sejak malam itu, mereka memviralkan kalau Abu adalah seorang pendekar. Pendekar Abu.
***

“Hai, perempuan yang bernama Niki! Ke luar kau dari kamar itu! Cepat!” teriak Putri Ming Nyamat.

Niki yang sedang melayani Adi bagai suaminya, walau Adi adalah anak kandungnya dari hasil hubungan gelap dengan Raja Adi, tidak mendengar teriakan Putri Ming Nyamat. Niki bahkan melenguh dan menyebut nama Adi berkali-kali, terkadang diselingi dengan kata Raja Adi. Namun, karena kondisi Niki yang lagi fokus melayani Adi, kata Raja yang disebut Niki sangat pelan, dibanding kata Adi, sehingga yang terdengar oleh Putri Ming Nyamat adalah kata Adi-Adi saja.

“Adi … Adi … Adi” desah Niki.

“Kurang ajar kau, Niki! GaZa. Bawa Niki ke sini!” teriak Putri Ming Nyamat kepada Gaza.
GaZa ragu-ragu untuk menjalankan perintah ibundanya. Jadi GaZa hanya diam termenung.

“GaZa! Bawa Niki kemari!” teriak Putri Ming Nyamat.
GaZa yang mendengar ibundanya begitu marah akhirnya melangkah menuju kamar Niki. Namun sampai di depan kamar yang pintu tidak tertutup, GaZa melongo melihat Niki ternyata sudah tertidur telentang di sebelah Adi yang juga tertidur. Tentu saja hal itu membuat GaZa berhenti dan akan mengurungkan niatnya untuk membawa Niki ke tempat Putri Ming Nyamat.

“GaZa! Apalagi yang membuatmu ragu!” seru Putri Ming.

Gaza tidak berkata sesuatu, tetapi kemudian masuk ke kamarnya, sambil mengambil kimono Niki. Rupanya saat sering bermain dengan Niki di Istana Kerajaan Matraman Raya, GaZa sering mengambil kimono Niki. GaZa masuk ke kamar Niki sambil membawa kimono. Kemudian GaZa membenturkan dahinya ke dahi Niki. Dulu saat main bersama Niki, keahlian GaZa adalah membenturkan kepala ke tiang bendera karena dia marah, tiang bendera itu sering membuat Niki jatuh terantuk saat main petak umpet dengan GaZa.

Tentu saja Niki kaget.

Saat Niki terbangun dan melihat GaZa ada di depan wajahnya dan membenturkan dahinya lagi.

“GaZa!” teriak Niki.

Melihat Niki sudah bangun, GaZa lalu melemparkan kimono Niki. Niki terkejut, GaZa mempunyai kimononya. Niki pun bangun dan memakai kimono itu. Begitu Niki sudah memakai kimono, GaZa langsung menyeret Niki untuk dibawa ke hadapan Putri Ming Nyamat. Niki hanya ikut saja atas kelakuan nekad GaZa karena Niki ingat GaZa tidak pernah mengganggunya, saat bermian petak umpet di Istana Kerajaan Matraman Raya.

“Niki, namamu Niki, bukan!” tanya Putri Ming Nyamat dengan nada tinggi.

“Betul, namaku Niki,” jawab Niki.

“Apa tugasmu di istana Kerajaan Matraman Raya?” tanya Putri Ming Nyamat.

“Dulu, sih, pelayan utama,” jawab Niki ketus.

“Lalu siapa pemuda itu?” kembali Putri Ming Nyamat bertanya.

“Adi, dia anak kandungku,” jelas Niki.

“Adi, mengapa kauberi nama anak kandungmu Adi?” tanya Putri Ming Nyamat lagi.

“Adi adalah anak kandungku, hasil hubungan gelap dengan Raja Adi!” tegas Niki.

“Kurang ajar kau, Niki! Berani kau mengaku-aku anakmu adalah anak Raja Adi!” sergah Putri Ming Nyamat.

“Kau tidak percaya bukan, Putri Ming. Sejak Raja Adi bertemu denganmulah, Raja Adi berubah. Aku mendapat kesempatan bersenang-senang dengan Raja Adi. Kau tidak percaya Adi itu anak hasil hubungan gelapku dengan Raja Adi? Lihat wajahnya. Mirip sekali bukan dengan Raja Adi. Maka dia pun kuberi nama Adi. bahkan dia kusayang-sayang seperti Raja Adi. Biar dia tidak mencampakkan aku seperti Raja Adi. Gara-gara Miss Tami Zen, aku pun dicampakkan oleh Raja Adi,” jelas Niki.

“Perempuan sundal. GaZa kurung dia di kamarnya sana! Muak aku melihat wajahnya!” seru Putri Ming Nyamat.

 

 

oleh: MJK, jurnalis PJMI.

 

 

 

 

 

*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 220925

Views: 17

RELATED POSTS
FOLLOW US

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *