Terkait Pengakuan Sejumlah Negara Atas Negara Palestina

Posted by : wartaidaman 24/09/2025

 

WARTAIDAMAN.com 

 

 

Baitul Maqdis Institute menyambut baik keputusan sejumlah negara seperti Inggris, Prancis, Kanada, Australia, Portugal dan lainnya yang secara resmi mengakui keberadaan dan kedaulatan Negara Palestina. Namun kami menilai, pengakuan ini harus dibaca secara kritis agar tidak berhenti pada simbolisme politik belaka dan memberikan makna terhadap perjuangan bangsa Palestina.

1. Kami mengapresiasi pengakuan resmi atas Negara Palestina yang dilakukan oleh sejumlah negara Eropa dan Barat. Langkah ini merupakan bentuk dukungan terhadap perjuangan rakyat Palestina yang telah lama mengalami penjajahan, apartheid, dan penindasan. Meski demikian, pengakuan ini datang sangat terlambat. Rakyat Palestina telah mengalami penderitaan selama lebih dari satu abad dengan kehancuran besar-besaran yang terus berlangsung hingga hari ini, khususnya di Jalur Gaza. Pengakuan yang terlambat dan dilakukan tanpa langkah nyata hanya akan menjadi hiburan sesaat yang kosong, jauh dari substansi penyelesaian masalah.

2. Inggris, yang kini mengakui Palestina, perlu diingat merupakan pihak yang bertanggung jawab sebagai salah satu aktor utama dalam sejarah awal penjajahan atas Palestina melalui Deklarasi Balfour tahun 1917, yang secara sepihak menjanjikan tanah Palestina kepada gerakan Zionis. Pengakuan yang baru diberikan 108 tahun kemudian ini merupakan ironi sejarah yang menyakitkan bagi bangsa Palestina. Langkah ini tidak cukup jika tidak disertai dengan pertanggungjawaban moral dan politik atas peran historis Inggris dalam tragedi panjang yang menimpa rakyat Palestina.

3. Kami menegaskan pengakuan Negara Palestina seharusnya dibarengi dengan langkah nyata dan tegas untuk memberikan sanksi berat bagi penjajah Israel yakni penghentian penjualan senjata ke Israel, pemutusan kerja sama militer dan keamanan, pembekuan hubungan ekonomi dan politik dengan Israel, dan menyeret Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, Menteri Keamanan Itamar Ben-Gvir, Menteri Pertahanan Israel Katz, Kepala Militer Eyal Zamir, dan pejabat lainnya yang terlibat genosida ke pengadilan. Tanpa langkah-langkah strategis tersebut, pengakuan ini hanya bersifat simbolik dan tidak berpengaruh terhadap nasib rakyat Palestina.

4. Kami juga menegaskan bahwa faksi-faksi perlawanan di Palestina berhak untuk terus melawan genosida dan agresi brutal yang dilakukan penjajah Israel. Karena perlawanan bersenjata sebagai mekanisme pertahanan diri merupakan salah satu hak bangsa Palestina untuk bisa mempertahankan Tanah Air-nya, kedaulatannya, kebebasannya dari cengkeraman dan agresi Zionis Israel. Hak itu diakui oleh hukum intetnasional.

5. Kami turut mencatat bahwa banyak warga Gaza menyambut pengakuan ini dengan skeptisisme. Mereka melihat dunia mengakui Palestina, namun genosida dan kehancuran masih terus terjadi. Apakah warga Palestina harus membayar harga semahal ini agar dunia mengakui mereka layak memiliki negara? Ini menunjukkan bahwa tanpa tindakan nyata, pengakuan politik saja tidak cukup untuk menghentikan kejahatan kemanusiaan yang berlangsung.

6. Amerika Serikat hingga kini masih menjadi pendukung utama Israel, baik secara politik, militer, maupun ekonomi. Dukungan penuh dan tanpa syarat ini telah memperkuat impunitas Israel dalam melakukan kejahatan perang, apartheid, dan genosida terhadap rakyat Palestina. Amerika juga terus memveto resolusi-resolusi penting di PBB yang bertujuan menghentikan kekerasan dan memberikan perlindungan kepada rakyat sipil Palestina, termasuk anak-anak dan perempuan. Kami mendesak dunia Islam, baik melalui Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) maupun kerja sama regional lainnya, untuk berani mengambil langkah tegas terhadap Amerika Serikat, yakni meninjau ulang seluruh bentuk kerja sama militer, ekonomi, dan politik dengan AS, memberikan sanksi diplomatik terhadap kebijakan Amerika yang jelas-jelas mendukung penjajahan dan genosida, menggalang kekuatan dunia Islam secara politik, militer, ekonomi, untuk mandiri, saling bekerja sama, saling menguatkan, tidak bergantung kepada AS, serta menggunakan kekuatan kolektif dunia Islam untuk menekan perubahan kebijakan luar negeri Amerika terhadap Palestina

7. Kami mengapresiasi dukungan Presiden RI Bapak Prabowo Subianto, terhadap perjuangan Palestina. Namun, pernyataan beliau di Sidang Umum PBB, 22 September 2025, bahwa Indonesia bersedia mengakui Israel dan menjamin keamanannya jika Israel mengakui negara Palestina adalah pernyataan yang terlalu tergesa-gesa dan blunder. Respons masyarakat Indonesia yang secara luas menyayangkan statement ini membuktikan gagasan ini tidak melibatkan konsultasi publik secara luas. Kebijakan untuk sekedar mengakui Palestina tidak boleh dijadikan alat tawar bagi Indonesia, yang memiliki mandat konstitusi melawan dan menghapus penjajahan, untuk mengakui sang penjajah Israel. Tanpa ada tindakan konkret dari penjajah untuk menghentikan penistaan terhadap Masjid Al Aqsha, menghentikan blokade dan genosida Gaza, mengakhiri aneksasi dan pendudukan ilegal di Tepi Barat, serta mengakui hak kembali bagi pengungsi Palestina, dan status Al-Quds ibukota negara Palestina, maka pengakuan atas Israel tidak bisa diterima akal sehat.

8. Bahkan dalam Perjanjian Oslo sekalipun, yang sering diklaim sebagai “langkah menuju perdamaian”, Israel hanya mengakui sejumlah kewenangan administratif Otoritas Palestina, namun tidak pernah menunjukkan niat serius untuk mengakhiri penjajahan secara penuh. Penjajahan terus berlanjut, pelanggaran hak asasi manusia semakin memburuk, dan penghinaan terhadap tempat-tempat suci seperti Masjid Al-Aqsha kian intensif. Kami khawatir, sikap terlalu terbuka untuk mengakui Israel justru memberi celah bagi Israel untuk sekadar memberikan pengakuan formal terhadap Palestina, tanpa aksi faktual untuk menghentikan penjajahan, penindasan, dan genosida. Ini akan menjadi jebakan diplomatik yang merugikan perjuangan Palestina dan membuka jalan normalisasi tanpa keadilan. Keadilan harus menjadi panglima dan kata kunci untuk menghadirkan perdamaian dunia yang abadi.

9. Kami menekankan bahwa perjuangan Palestina bukan semata persoalan diplomatik, melainkan persoalan keadilan, hak asasi manusia, dan penegakan hukum internasional. Maka, pengakuan negara harus disertai dengan tindakan riil untuk menghentikan agresi, mengadili penjahat perang, dan menjamin hak-hak sah rakyat Palestina.

 

Hormat kami,
Direktur Eksekutif Baitul Maqdis Institute
Pizaro Gozali Idrus

Mengetahui,
Direktur Utama Baitul Maqdis Institute
Fahmi Salim Lc. M.A

SIARAN PERS
Baitul Maqdis Institute
23 September 2025

 

 

 

 

 

*cak3939/ pjmi/ wi/ nf/ 230925

Views: 16

RELATED POSTS
FOLLOW US

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *