
Jakarta
Pasca kerusuhan yang mengakibat jatuh korban Affan Kurniawan akibat tergilas kendaraan taktis milik Brimob yang lali, timbul wacana perlu dilakukan Reformasi Polri. Wacana itu terhembus di platform media massa, baik media mainstream maupun media eletronik seperti Facebook, Tiktok, Instagram dan lainnya.
Begitu Masiv hembusan itu dinarasikan dengan warna warni narasi, yang sengaja dibangun agar Reformasi Polri tersebut sebagai suatu kebutuhan mendesak untuk dilaksanakan.
Situasi itu berdayung sambut dengan dibentuknya Gerakan Nurani Bangsa (GNB) sebagai Gerakan spontanitas dalam sikapi wacana itu. Belum jelas latar belakang inisiator pembentukan itu, kemana arahnya, dan apa urgensinya serta kredibelitas keanggotaannya.
Tinjauan Hukum Eksistensi Polisi Republik Indonesia dalam Negara Republik Indonesia.
UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) Jo. UU No. 2 Tahun 2002 Tentang kepolisian serta Peraturan Presiden No. 134 Tahun 2024 tentang Penataan Tugas Fungsi Kementerian Negara Kabinet Merah Putih tahun 2024-2029.
Berdasarkan Regulasi sebagai payung hukum eksistensi Kepolisian RI secara konkrit telah mendelagasikan kewenanngan negara kepada institusi tersebut. Regulasi yang dimaksud telah dibuat berdasarkan kewenangan yang sah diberikan oleh negara. Sehingga dalam laksanakan Tugas, wewenang dan kewajibannya sudah “Padat” dengan payung hukum.
Pertanyaannya adalah, apakah Gerakan Nurani Bangsa punya Tugas, kewenangan dan kewajiban Untuk Reformasi Polri ? Pertanyaan ini secara pulgar hrs kita jawab. Krn terkait legitimasi GNB dalam laksanakan Tugasnya. Yang akan menimbulkan kekhawatiran akibat hukum yang timbul Atas kinerja mereka yg malah melahirkan ketidak pastian hukum bahkan membuat hukum carut marut.
Tinjaun Legitimasi keanggotaan GNB.
Sepanjang yg saya tau, didasarkan literasi dan referensi yg saya peroleh bahwa keanggotaan GNB muncul secara “Ujuk ujuk” tanpa ada gejala awal akan dibentuknya GNB itu. Terkesan tertutup dan tidak diketahui drmana dan mengapa mereka muncul. Sehingga kesan dipublik GNB ini sebagai “Pion” untuk redakan situasi sementara. Hal itu terlihat dr kalangan Rohaniawan seperti Alwi Syihab, Lukman Hakim…….dan lain sebagainya yang notabenenya TDK ada korelasi dgn apa yg menjadi tujuan mereka dgn bentuk Reformasi Polri.
Terkini akan dimasukan tokoh bangsa Mahfud.MD agar memastikan legitimasi bahwa mereka betul betul dr kalangan yang selama ini pemerhati eksistensi Kepolisian.
Jika memang betul betul kita sepakat Polri akan direformasi, selayaknya keanggotaan Tim/komisi Reformasi Polri dibetuk secara terbuka dan rekrutmen dari berbagai kalangan. Seperti Akademisi, Advokat, politisi, wartawan, penggiat dan pemerhati Presisi Polri. Agar tercipta tranfaransi , profesional, akuntabel utk mereformasi Polri.
Tinjaun Politisi.
Kita tau bersama bahwa gonjang ganjing eksistensi Kepolisian terkait kinerja mereka memang menjadi sorotan publik. Penangan dan penyelesaian kasus cenderung arogan dan tidak jelas capaiannya. Ini dapat dimaklumi, mengingat terkadang kontradiksi penerapan hukum yang berkeadilan ditengah masyarakat.
John Baldwin dan Keith Ballomley dalam bukunya ” Police of the Kippers of the criminal justice system”, menyatakan dalam posisi Polisi sebagai penjaga pintu gerbang penegakan hukum cenderung sikap dan prilaku mereka mengundang perhatian masyarakat untuk selalu memperhatikan gerak gerik mereka dalam penegakkan hukum.
Atas pandangan itu, menurut saya adalah suatu kewajaran bilamana setiap waktu kita koreksi terkait kinerja mereka. Koreksi itu dilakukan dengan kedepankan objektifitas. Baik dr prilaku atau Tupoksi mereka. Kepolisian juga hrs terima deangan lapang dada atas koreksi publik.
Itu diperlukan agar benar benar polisi profesional, tidak dipolitisir utk kepentingan penguasa dan kekuasaan, walaupun TDK terbantahkan dekat dengan kekuasaan.
Harapan saya adalah, jika memang tidak bisa di bendung lagi reformasi polisi ini adalah Urgen dan harus dilaksanakan, maka reformasi itu dilakukan secara objektif. Bukan atas dasar politisi. Krn bagaimanapun juga Polisi berdasarkan UU No. 2 tahun 2002, dibawah kekuasaan presiden selaku kepala pemerintah. Dan dalam negara demokrasi kekuasaan presiden diraih dengan jalan politik. Jadi jangan sampai alih alih mereformasi polisi akan tetapi malah sebagai pintu masuk upaya jatuhkan Presiden sebagai pemegang kedaulatan yang sah.
Demikian.
SANTONI ANOM, SH.
Advokat dan pemerhati hukum dan politik.
*anwi/ wi/ nf/ 260925
Views: 16