
“Ada hantu, Paman!” teriak Putri Pambayun sambil lari ketakutan masuk ke ruang tamu Baginda Raja Armanda. Baginda Raja Aramanda, Ustaz Bondan Kaja dan Bupati Kediri Bejo Cinekel pun terkejut, melihat wajah Putri Pambayun yang pucat.
“Astagfirullah, Pambayun. Ada apa ini?” seru Baginda Raja Armanda.
“Ada hantu, Paman,” kembali Putri Pambayun berteriak.
“Hantu. Di pagi hari yang cerah begini, ada hantu? Pambayun jangan main-main di depan tamu tamu yang terhormat ini,” sergah Baginda Raja Armanda, mulai agak gerah dengan tingkah laku Putri Pambayun yang suka ke luar jalur.
“Betul, Paman. Ada hantu, Abu Arang. Bukankah menurut Ustaz, Abu Arang itu sudah hilang terlempar di udara. Sekarang hantu Abu Arang itu ada di kebun sayur kita,” jelas Putri Pambayun.
“Abu Arang?” sela Bupati Kediri Bejo Cinekel.
“Itu adikku, Putri. Di mana dia sekarang?” tambah Bejo Cinekel.
“Dia ada di kebun belakang rumah kami, Tuan Bupati. Kalau nggak percaya, lihatlah sendiri,” seru Putri Pambayun.
“Paduka, Bejo Cinekel mohon izin untuk melihat Abu Arang,” seru Bupati bejo Cinekel kepada Baginda Raja Armanda.
“Baik, mari kita lihat bersama,” seru Baginda Raja Armanda, sekalian mengajak Ustaz Bondan Kaja.
Sesampai di kebun sayur, Baginda Raja Armanda, ustaz Bondan Kaja dan Bupati Kediri Bejo Cinekel menemukan Abu Arang sedang terduduk melamun.
Melihat Abu Arang, tentu saja Bupati Kediri Bejo Cinekel langsung memeluknya.
“Abu Arang, adikku,” seru Bupati Kediri Bejo Cinekel.
Abu Arang pun berlinang air mata, begitu dipeluk Bupati Kediri Bejo Cinekel, yang merupakan kakak tirinya.
“Alhamdulillah, akhirnya kami menemukanmu,” seru Bupati Kediri Bejo Cinekel.
“Alhamdulillah,” seru ustaz Bondan Kaja dan Baginda Raja Armanda bersamaan.
“Lebih baik kita bawa Abu Arang ke dalam rumah,” tambah Baginda Raja Armanda.
***
“Alhamdulillah, akhirnya kita bisa sampai ke Surabaya, Nabilla,” seru Danang, sambil menurunkan Nabilla.
“Alhamdulillah, kau bisa turun sekarang, Puja,” seru Wahyudi.
“Ogah, ah,” bisik Puja.
“Memang kenapa?” tanya Wahyudi.
“Enakan kaugendong,” bisik Puja.
“Oke Oc. Ayo, kita jalan-jalan di Surabaya,” seru Wayudi.
“Kak Puja, kita kan mau cari alamat Ayahanda,” protes Nabilla kepada Puja karena sudah terlanjur diturunkan Danang. Nabilla tidak berani bermanja-manja dengan Danang, Sayidin Panotogomo, Raja Kerajaan Matraman Raya.
“Nabilla, mau jalan-jalan? Ayo, kita kembali ke Tapan?” seru Danang.
“Ogah, ah. Nabilla mau jalan-jalan di sini saja, Paduka,” seru Nabilla, takut diajak terbang lagi. Tadi saja waktu terbang, seperti ada yang mau menyerang. Nabilla tidak tahu kalau yang menyerang mereka ada Abu Arang karena Nabilla menutup mata saat Danang bertarung dengan Abu Arang.
“Oke Oc. Ayo kita jalan-jalan. Nabilla mau ke mana?” seru Danang sambil kembali menggendong Nabilla.
“Paduka … Paduka nakal,” seru Nabilla, tetapi girang karena dia bisa ikut digendong lagi seperti Puja.
“Kita jalan-jalan ke mana, Paduka?” bisik Nabilla.
“Ke kantor penduduk. Ada sistem di sana, tinggal pencet nama. Kalau nama ayahandamu tercatat sebagai warga Kota Surabaya, maka alamatnya pun ada. Insya Allah, kita akan segera menemukan ayahandamu,” seru Danang.
***
Abu Arang sudah berniat tidak mau bercerita, jika ditanya dengan Eyang Baginda Raja Armanda, karena pasti Ustaz Bondan Kaja akan mendengar kisah pertarungannya dengan Danang, putranya. Abu Arang juga malu kepada abang tirinya Bupati Kediri Bejo Cinekel, kalau sampai ketahuan ribut dengan Danang, Sayidin Panotogomo, Raja Kerajaan Matraman Raya, hanya karena masalah perempuan, dalam hal ini Nabilla. Abu Arang berniat akan tutup mulut dan melupakan saja peristiwa itu.
“Abu Arang, bagaimana kabarmu, Adikku?” tanya Bupati Kediri Bejo Cinekel.
“Abu Arang, bagaimana dengan Danang? Apakah kamu tahu sekarang Danang berada di mana?” tanya Ustaz Bondan Kaja.
“Bejo Cinekel, Ustaz Bondan Kaja, sebaiknya kita biarkan Abu Arang makan dan menenangkan diri terlebih dahulu. Besok-besok baru kita tanyakan banyak hal kepada Abu Arang,” kata Baginda Raja Armanda.
“Pambayun, masih ada telur asin dari Tegal?” seru Baginda Raja Armanda.
Putri Pambayun pun masuk membawa terlur asin, tetapi begitu Putri Pambayun melihat Abu Arang, Putri Pambayun terkejut.
“Hantu,” teriak Putri Pambayun, lalu meletakkan piring yang berisi telur asin ke meja, lalu lari kembali ke dalam.
***
Akhirnya Nabilla pun menemukan rumah ayahandanya Sodikin yang tinggal bersama Om Sam, adik ayahandanya. Ternyata ayahanda Nabilla dan Puja, Pak Sadikin sedang terbaring sakit di rumah Om Sam. Pak Sadikin tidak ingat lagi kepada Nabilla dan Puja karena waktu ditinggal, mereka masih kecil.
Sementara sekarang sudah menjadi gadis dewasa. Om Sam-lah yang memberitahu kepada Pak Sadikin kalau Nabilla dan Puja adalah anak Pak Sadikin.
“Masya Allah, Nabilla, Puja, akhirnya Bapak dapat bertemu denganmu lagi. Maafkan Bapak, ya, Nak,” seru pak Sadikin.
“Bagaimana kalian dapat sampai ke sini? Siapa lelaki lelaki yang bersamamu? Apakah mereka calon suami kalian? Alhamdulillah,” tambah pak Sadikin.
“Betul, Pak. Saya Danang, Sayidin Panotogomo, Raja Kerajaan Matraman Raya, calon suami Nabilla,” sapa Danang.
“Ini, Wahyudi teman Paduka Danang, calon suami Puja,” seru Puja. Puja takut kalau Wahyudi nanti ditanya jabatannya oleh ayahandanya pak Sadikin.
“Alhamdulillah. Nikmat mana lagi yang akan kudustakan, Sam. Melihat kedua putriku datang menemuiku sambil membawa calon suami mereka,” seru Pak Sadikin.
Om Sam kaget melihat pembicaraan yang begitu cepat. Mereka baru saja bertemu, tetapi langsung membicarakan perkawinan. Danang yang tahu gelagat, segara mengajak Nabilla dan Om Sam untuk ke luar dari kamar Pak Sadikin. Danang membiarkan Puja dan Wahyudi menemani pak Sadikin di kamarnya.
“Om Sam dan kamu Nabilla. Aku adalah Raja. Ucapanku harus terlaksana. Oleh karena itu Nabilla akan menjadi istri selirku, karena di samping aku sudah punya selir Dewi Anya, akau juga mempunyai Permaisuri Nyi Ronggeng,” seru Danang.
Mendengar perintah Danang, Nabilla mengangguk tanda setuju. Om Sam yang melihat Nabilla sudah mengangguk, tidak dapat berbuat banyak.
“Baiklah, kalau begitu kita buat ‘Baliho’ pernikahan kita di sekeliling Surabaya dan Madura, supaya banyak tamu yang datang. Beberapa hari lagi kita adakan pesta, tapi sore ini langsung ijab kabul.
Pada ‘Baliho’ gambarku harus berdampingan dengan Permaisuri Nyi Ronggeng, tapi di-blur dan gambar Nabilla di ujung sebelahnya.
Untuk Wahyudi dan Puja dibuat ‘Baliho’ lain dan dipasang di bawahnya,” jelas Danang.
Begitu baliho pengumuman Danang dengan Nabilla terpasang di seluruh pelosok Surabaya dan Madura, maka terlihatlah gambar Danang dan Wahyudi oleh Bagus Tinukur. Bagus Tinukur pun segera mendekati baliho yang ada gambar Danang dan Wahyudi itu.
“Masya Allah … Danang … Wahyudi,” teriak Bagus Tinukur sambil menunjuk gambar Danang dan Wahyudi. “Alhamdulillah … Danang dan Wahyudi,” teriak Bagus Tinukur lagi.
Mendengar Bagus Tinukur berteriak-teriak di depan baliho pengumuman pernikahan Danang, Sayidin Panotogomo, Raja Kerajaan Matraman Raya, orang-orang di kampung tempat Bagus Tinukur tinggal pun berdatangan, mengerumuni Bagus Tinukur.
“He, orang asing! Kamu kenal dengan Paduka Danang?” tanya salah seorang dari mereka.
“Alhamdulillah, kenal,” jawab Bagus Tinukur.
“Namamu siapa, coba?” tanya yang lain.
“Namaku … namaku—” seru Bagus Tinukur.
“Ya. Namamu siapa?” tanya yang lain lagi.
“Aku, Bagus Tinukur Pendekar Langit! Hafiz Quran!” teriak Bagus Tinukur.
***
“Bupati Kediri, ada baiknya Pak Bupati segera kembali ke Kediri, paling tidak sudah ada berita kalau Abu Arang sudah ditemukan. Biarlah Abu Arang untuk sementara tinggal di sini,” ucap Baginda Raja Armanda.
“Begitu juga Ustaz Bondang Kaja, lebih baik Ustaz kembali ke istana Kerajaan Matraman Raya. Untuk sementara bersama mertua Ustaz Pujangga Halim, kalian berdua dapat menjaga istana dari keadaan yang mungkin datang mengganggu. Tentu saja sambil terus berdoa, supaya Danang, Sayidin Panotogomo dapat ditemukan,” tambah Baginda Raja Armanda memberikan nasehat kepada dua orang tamunya yang telah berbulan berada di pertapaannya.
“Baik, Paduka, hamba Bejo Cinekel akan melaksanakan arahan Paduka,” jawab Bupati Kediri Bejo Cinekel.
“Baik, Paduka, terima kasih atas bantuan Paduka selama Bondan Kaja berada di sini,” jawab ustaz Bondan Kaja.
“Weleh-weleh, bakalan lama nih si Hantu ada di sini,” seru Putri Pambayun.
Bupati Kediri Bejo Cinekel dan Ustaz Bondan Kaja pun berangkat menuju tujuan masing-masing. Bupati Kediri Bejo Cinekel menuju Kediri, sedangkan Ustaz Bondan Kaja menuju istana Kerajaan di Matraman.
Putri Pambayun mencoba melihat Abu Arang dari luar jendela kamarnya. Putri Pembayun melihat pemuda ganteng itu sedang tidur telentang.
Namun, Putri Pembayun terkejut saat pemuda ganteng itu tiba-tiba membalikkan tubuhnya ke arah jendela tempat Putri Pambayun sedang mengintip.
“Aku … lapar,” desis Abu Arang, sambil menaruh kedua tangannya di perut.
oleh: MJK, jurnalis PJMI.
*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 270925
Views: 6