WARTAIDAMAN.com
Oleh: Noorhalis Majid
Ambin Demokrasi |
Beredar di media sosial putusan Bawaslu RI Nomor: 002/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/III/2024 tentang penggelembungan suara pada dapil 2 Kalimantan Selatan yang menguntungkan salah satu partai politik dan merugikan partai politik lainnya. Hasil putusan tersebut akan menjadi bukti saat proses lanjutan di MK, untuk memastikan siapa yang yang berhak atas kursi ke 5 dapil 2 Kalimantan Selatan.
Bila Bawaslu RI telah memutuskan dan membukti terjadi penggelumbungan suara, mestinya sudah menjadi bahan bagi DKPP RI untuk memperdalam dan menindaklanjuti lebih jauh tentang keterlibatan para penyelenggara, kenapa hal tersebut sampai terjadi?.
Sesuai tugasnya, DKPP RI berfungsi menjaga integritas penyelenggara pemilu agar jujur dan adil dalam melaksanakan tugasnya, sehingga penyelengga pemilu tetap memiliki “maruah” dan amanah sebagai melaksanakan pemilu.
Dari kasus ini, kiranya layak bagi DKPP memeriksa seluruh anggota penyelenggara, mulai dari KPU Provinsi Kalimantan Selatan, KPU Kabupatan dan Kota, hingga PPK dan PPS. Begitu juga dengan Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan, Bawaslu Kabupaten dan Kota, hingga Panwaslu tingkat kecamatan dan desa.
Mustahil penggelembungan dilakukan seorang diri, mesti ada gerakan bersama yang saling terkoordinasi dan itulah yang disebut dengan masif.
Kecurangan yang bersifat masif, merupakan bentuk kejahatan terencana yang apabila terbukti, sanksinya dapat berupa pemberhentian dan bahkan pidana, karena artinya sudah tidak layak sebagai penyelenggara dan merugikan orang lain.
Bukan hanya merugikan caleg dan partai politik, tapi yang lebih besar merugikan warga pemilih, sebab telah bertindak jahat menghianati amanah warga, dengan menghilangkan hasil pilihan untuk dipindahkan sesuka hati.
Putusan ini hendaknya dapat menjadi “kotak pandora”, untuk mengungkap bentuk penggelembungan lainnya, yang mungkin juga dialami oleh caleg dan partai lain di berbagai tingkatan.
Bila itu bisa dilakukan, pasti menambah kepercayaan penyelenggaran Pilkada kedepan. (nm)