
Oleh MJK-R
Salah satu novel fantasi religi MJK yang membanggakan adalah #Adam_Musthofa. Judul itu saya ambil dari dua akun sohib saya di FB, yaitu Adam dan Jendral Musthofa.
Adam Musthofa saya pilih sebagai judul dari pada Adam Ma’rifat karena keterbatasan info yang saya miliki.
Novel fantasi religi Adam Musthofa merupakan novel seri ke-6 dari enam seri novel fantasi religi Kerajaan Matraman Raya, tetapi juga merupakan buku ke-10 karya MJK.
Berikut merupakan episode pertama dari novel Adam Musthofa.
#Pemuda_Langit
“Salahudin, jangan kau tinggalkan ibumu lagi, Nak. Ayahmu sudah pergi dan ibumu sudah tua. Siapa yang akan menemani ibumu lagi kalau bukan kamu, Salahudin?” ujar Ijah setelah mendengar Salahudin akan ditugaskan Raja Danang Sayidin Panotogomo pergi ke medan perang.
Ijah bersedih. Sepeninggal Dusmin, suaminya, dia merasa Salahudin yang merupakan anak laki-laki satu-satunya itu sering pergi bertugas ke medan perang. Terlebih lagi Salahudin baru saja melangsungkan pernikahan dengan Ratu Ana.
Ijah tidak ingin Salahudin pergi jauh-jauh darinya. Namun, karena itu perintah Raja Danang, tentu saja tidak boleh ditolak. Hati Ijah seakan meronta, jantungnya berdebar keras, kedua matanya memerah, bahkan suaranya melolong. Melihat kondisi Ijah yang menyedihkan, Ki Ageng Batman, orang yang menjadi tempat Almarhum Dusmin dan Ijah mengadu selama ini, hanya bisa diam membisu.
Mendengar perkataan Ijah, Salahudin termenung. Sabda raja adalah perintah mutlak, sehingga tidak boleh ada yang menolak. Menolak perintah raja, sama artinya dengan melawan. Bukan hanya Salahudin, semua orang yang hadir—Baginda Raja Armanda, Bunda Fitri, Putri Pembayun, Sarpras, SuperA, Ki Ageng Batman, Putri Biyan, Miss Kiara, Mbak 00 WeIBe, Jalal dan Tanjung, Ustaz Bondan Kaja, Putri Raisa, Putri Anya, Raja Slamet, Mbak Ay Ming, Miss Tami Zen, Ratu Ana—pandangannya menatap ke satu arah, yaitu Raja Danang Sayidin Panotogomo.
Mereka semua tahu konsekuensi menolak perintah raja. Walaupun Salahudin saat ini sudah menjadi salah satu dari 3 Pendekar Langit yang tiada bandingnya di tanah Jawa, tetap saja menolak perintah raja akan berdampak buruk kepada akhlak seorang jenderal perang seperti Salahudin. Bukan saja hal itu akan berpengaruh kepada Salahudin pribadi, melainkan juga memengaruhi mental
para prajurit secara umum. Sabda raja tidak boleh ditolak, apalagi oleh seorang jenderal panglima perang seperti Salahudin. Akhirnya, semua diam membisu, menunggu reaksi Raja Danang Sayidin Panotogomo. Situasi dalam Istana Kerajaan Madiun pun menjadi hening karenanya.
“Salahudin!” Tiba-tiba Pendekar Abu Arang bersuara keras memecah kesunyian.
“Aku tahu kalau saat ini kamulah satu-satunya yang mampu mempunyai kompetensi tingkat tinggi di tanah Jawa. Kamulah satu-satunya yang mampu menguasai ajian seribu bulan dan telapak tangan langit di tanah Jawa. Bersama Jalal dan Tanjung yang menguasai ajian Bandung Bondowoso, kalian bertiga telah terkenal dengan julukan 3 Pendekar Langit. Suatu hal yang kami, Paduka Raja Danang Sayidin Panotogomo, Pangeran Hafiz Bagus Tinukur, dan aku sendiri Pendekar Langit Abu Arang impikan. Namun justru kamulah bersama Jalal dan Tanjung yang muncul sebagai Jenderal Panglima Perang Raja Danang, Salahudin.
“Tetapi itu semua tidak berarti kamu bisa menolak perintah Raja Danang. Sabda Raja telah jatuh. Sebagai Jenderal Panglima Perang Raja Danang, kamu harus taat dan patuh. Dedikasi dan integritas harus kamu tunjukkan sebagai akhlak seorang prajurit sesuai dengan sunah Rasul yang harus kita teladani dalam menjalani kehidupan ini. Itu risiko yang kamu hadapi sebagai jenderal, Salahudin!” Panjang lebar Pendekar Langit Abu Arang memberi penjelasan dengan suara keras.
Pendekar Langit Abu Arang merasa malu kepada Raja Danang karena pernah merasa ingin menjadi ahli jihad, sehingga dahulu selalu ingin membela kebenaran, bahkan sering berlawanan dengan Raja Danang Sayidin Panotogomo. Mereka terjebak dalam pertempuran segitiga yang mengakibatkan terluka parah, bahkan sampai mengancam jiwa. Berkat jasa Wahyudi yang menyadarkan kekeliruan mereka, akhirnya mereka selamat dari kematian. Pendekar Langit Abu Arang tidak ingin Salahudin yang telah menerima ajian seribu bulan dan telapak tangan langit dari dirinya mengulang kembali perseteruan dengan Raja Danang Sayidin Panotogomo karena berani menolak sabda raja.
Nasihat Wahyudi, putra sulung Ki Ageng Batman yang berguru kepada Ustaz Bondan Kaja, ayahanda Raja Danang Sayidin Panotogomo, telah membuat Pendekar Langit Abu Arang bersama Pangeran Hafiz Bagus Tinukur, serta Raja Danang sadar telah salah menempuh jalan. Ketiganya bermimpi ingin menjadi 3 Pendekar Langit, tetapi yang terjadi malah bertempur untuk tujuan dunia, bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah taala.
Tentu saja Pendekar Langit Abu Arang tidak ingin Salahudin terjebak dalam situasi dan kondisi yang sama karena telah menjadi orang sakti berkat ajian seribu bulan dan telapak tangan langit, lalu berani melawan sabda raja. Meskipun Pendekar Langit Abu Arang tahu betul tidak dapat memaksa Salahudin, karena setiap keputusan atau pilihan yang diambil seseorang sangat bergantung pada kesadaran orang itu sendiri.
Apakah Salahudin masih merasa harus menjalankan perintah Allah dengan mengikuti petunjuk Rasulullah, yaitu tetap mengedepankan akhlak seorang jenderal yang menjunjung tinggi dedikasi dan integritas kepada sabda raja atau justru memilih untuk menolak sabda raja, karena lebih mengutamakan permintaan ibunya.
Nasihat Pendekar Langit Abu Arang kepada Salahudin tersebut membuat situasi dalam Istana Kerajaan Madiun menjadi semakin hening. Tidak seorang pun ingin bersuara, karena khawatir akan menambah suasana menjadi runyam. Baginda Raja Armanda menatap tajam Raja DanangSayidin Panotogomo. Sebagai Raja Sepuh, Baginda Raja Armanda tidak ingin memberikan informasi tanpa diminta oleh Raja Danang Sayidin Panotogomo, sekalipun mengetahui bahwa setiap keputusan yang diambil oleh seorang raja akan selalu berdampak luas kepada seluruh masyarakat di pelosok negeri.
Sabda raja, jika betul dalam mengambil keputusan maka akan bermanfaat bagi masyarakat banyak. Namun, jika salah dalam mengambil keputusan justru bisa jadi akan berdampak buruk.
Melihat Salahudin mungkin terpojok oleh kata-kata Pendekar Langit Abu Arang yang telah menurunkan ajian telapak tangan langit dan seribu bulan, Pangeran Hafiz Bagus Tinukur pun merasa perlu bicara. Sebagai salah satu dari 3 Pendekar Langit sebelum terjadi malapetaka yang menimpa mereka, Pangeran Hafiz Bagus Tinukur mencoba memberikan gambaran tentang tokoh pemuda langit. Tiba-tiba Pangeran Hafiz Bagus Tinukur teringat pada salah satu tokoh dalam sejarah Nabi Muhammad tentang seorang yang disebut sebagai pemuda langit.
“Paman Abu Arang,” kata Pangeran Hafiz perlahan.
Pendekar Abu Arang adalah putra Raja Slamet dengan Miss Tami Zen, sementara ayahandanya Bupati Kediri Bejo Cinekel merupakan putra Raja Slamet dengan Mbak Ay Ming. Dengan demikian, Pendekar Langit masih terhitung paman dari Pangeran Hafiz Bagus Tinukur.
“Walaupun saat ini Salahudin sudah menjadi pendekar langit, tetapi belumlah menjadi pemuda langit,” tambah Pangeran Hafiz Bagus Tinukur.
“Pemuda Langit? Pangeran Hafiz Bagus Tinukur, jangan mengada-ada, Ananda!” seru Pendekar Langit Abu Arang.
*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 220125
Views: 27