Mbah Maridjan Yang Sempat Kuajak Turun Gunung

Posted by : wartaidaman 14/02/2025
Foto bawah kanan: Inilah penampakan lava yang sudah membeku yang kuambil dari bunker kali adem sebelum gunung merapi meletus 25 Oktober 2010

 

WARTAIDAMAN.com 

 

 

Bunker Kaliadem di Kepuharjo, Kapanewon Cangkringan, Kabupaten Sleman menjadi salah satu spot destinasi wisata di kawasan lereng Gunung Merapi. Wisatawan yang berkunjung dapat melihat langsung bangunan bunker, bahkan masuk ke bagian dalamnya.

Bunker Kaliadem dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Sleman sekitar tahun 2000-an dan mulanya difungsikan sebagai tempat berlindung dari awan panas Gunung Merapi.

Sebelum gunung Merapi mengalami erupsi hebat tahun 2010 lalu aku sempat menghampiri bunker yang punya sejarah pilu bagaimana beberapa orang relawan harus meregang nyawa sewaktu berlindung kedalam bunker tersebut.

Ceritanya begini aku sebagai jurnalis merangkap redaktur pelaksana Surat Kabar Minggu Buana Pos (media lokal yang aku dirikan bersama temanku Prio Adi dan Alm jurnalis Supriyanto dan Pak Doni) ikut bergabung dengan relawan yang diutus Sri Sultan Hamengku Buwono X membujuk Alm Mbah Maridjan agar mau mengungsi karena semua warga Desa Kinahrejo ketempat pengungsian yang sudah disiapkan.

Pada saat menemui Mbah Maridjan aku dan relawan mendapat sambutan hangat dari Sang Jurukinci Gunung Merapi kami sempat berbincang bincang lama dengan Mas Panewu Suraksoharho nama aslinya itu.

Mbah Maridjan adalah juru kunci Gunung Merapi yang diangkat oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX pada tahun 1982. Ia menggantikan ayahnya yang juga menjabat sebagai juru kunci Gunung Merapi.

Mbah Maridjan dikenal karena kesetiaannya dalam menjaga keseimbangan antara alam dan manusia. Ia memberikan petunjuk spiritual mengenai aktivitas Gunung Merapi.

“Merapi niku lagek nyambut gawe (Merapi itu sedang bekerja),” kata Mbah Maridjan pada kami dan rombongan relawan. Hanya itu kata kata yang sempat kutangkap dari semua petuah dan nasehatnya waktu itu. Kuhitung hitung lama juga aku bertandang kekediaman Mbah Maridjan dan kami rombongan masih sempat melaksanakan Shalat Ashar berjamaah dan Mbah Maridjan imamnya yang sesekali dikejutkan dengan suara gemuruh gunung Merapi

maklumlah jarak kediaman Mbah Maridjan dengan puncak gunung Merapi hanya 4 kilometer.

Usai melaksanakan shalat Ashar berjamaah aku dan rombongan kembali keruang tamu kekediaman Mbah Maridjan dan menghabiskan suguhan terakhir yang disediakan Mbah Maridjan kami masih berusaha membujuk beliau ikut turun gunung menyelamatkan diri tapi Mbah Maridjan tetap dengan pendiriannya semula tetap tegar tinggal di Kinahrejo.

Kamipun berpamitan dengan Mbah Maridjan yang meminta agar kami dan rombongan jangan terlalu mengkhawatirkan keselamatan dirinya dan sempat bersalaman dengan juru kunci gunung Merapi itu

Dalam perjalanan pulang  gunung Merapi terus menerus menunjukkan keperkasaannya yang tidak hentinya mengeluarkan suara bergemuruh. Dalam perjalanan pulang entah mengapa aku masih menyempatkan menghampiri bunker kali adem dan mengambil sebongkah batu lava yang sudah membeku.

Berselang dua hari Gunung Merapi mengalami erupsi yang maha dahsyat dengan mengeluarkan awan panas yang dijuluki wedus gembelnya itu menyapu bersih yang dilewatinya. Erupsi Gunung  Merapi pada 26 Oktober 2010 membuat hampir semua rumah warga di Kinahrejo yang hanya berjarak 4 kilometer dari puncak hancur tersapu awan panas.

Aku baru mendapat kabar Mbah Maridjan ditemukan tewas tanggal 27 Oktober 2010 di rumahnya yang kini dijadikan museum itu dalam posisi sedang bersujud masih sempat kuhampiri Mobil Ambulance yang membawa jenazahnya yang dilarikan ke RSU dr Sarjito Jogjakarta. (Ridar)

RELATED POSTS
FOLLOW US

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *