
WARTAIDAMAN.com
Nyadran. Tradisi ini merupakan perpaduan antara budaya asli Jawa dan ajaran Islam yang telah diwariskan secara turun-temurun sejak abad ke-15.
Istilah ‘Nyadran’ berasal dari bahasa Sansekerta ‘sraddha’, yang berarti keyakinan. Pada awalnya, tradisi ini mungkin berakar dari kepercayaan animisme serta ajaran Hindu-Buddha. Namun, seiring waktu, Wali Songo memanfaatkan Nyadran sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran Islam.
Hal itu ditegaskan Yaser Arafat Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta di hadapan jamaah Masjid Ad Darojat Kamis malam tanggal 20 Februari 2025 dalam acara tahlil Hadiningrat di Jogjakarta.
Nyadran adalah sebuah tradisi Jawa yang kaya akan makna dan sarat dengan nilai-nilai luhur. Lebih dari sekadar ritual keagamaan, tradisi ini menjadi jembatan untuk mempererat hubungan sosial, menjaga semangat gotong royong, dan menyambut bulan Ramadan dengan penuh rasa hormat dan kebersamaan.
Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1646) meninggalkan banyak warisan, diantaranya kalender Jawa, Sastra Gendhing, dan Masjid Besar Mataram.
Kalender Jawa. Kalender Jawa merupakan perpaduan antara kalender Islam (Hijriyah) dan kalender Hindu (Saka).
Kalender ini masih digunakan dalam berbagai upacara adat di Jawa, kata Yaser Arafat diakhir tausyiah singkatnya.
Masjid Ad-Darojat Babadan adalah salah satu masjid pathok negara yang didirikan oleh Sultan HB I pada tahun 1774.
Masjid yang terletak di Dusun Babadan Kauman, Kelurahan Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul tersebut mengalami sejarah yang panjang.
“Masjid Ad Darojat merupakan cagar budaya yang harus kita jaga dan pertahanankan keaslian budayanya dan sebagai saksi bagaimana besarnya perkembangan agama Islam dimasa lalu,”kata Hardoyo ketua takmir Masjid Ad Darojat.
Harsoyo menjelaskan diwilayah kekuasaan Keraton Yogyakarta terdapat empat masjid bernama Masjid Pathok Negoro. Empat masjid tersebut berada di sisi barat, utara, timur, dan selatan Keraton Yogyakarta. (Ridar)