
WARTAIDAMAN.com
Dr.H.M.Suaidi,M.Ag.
ditetapkan wajib berpuasa sebagaimana telah ditetapkan bagi orang-orang sebelum umat Nabi Muhammad SAW. (QS al Baqarah :183).
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Berpuasa merupakan sifat Samdaniyyah–sifat khusus yang hanya dimiliki Allah Swt. sebagai Maha Tempat Bergantung–yang berupa pelepasan dan penyucian dari makanan. Sementara hakikat makhluk sebetulnya menuntut adanya makanan.
Tatkala manusia bertekad melakukan sesuatu yang bukan termasuk hakikatnya dan dikerjakan semata tuntutan syariat, maka Allah sendiri yang akan menentukan dan memberikan pahalanya. Sebagaimana tarmaktup dalam Hadist riwayat imam Muslim dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ ، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Setiap amal anak Adam menjadi miliknya kecuali puasa, ia milik-Ku dan Aku sendiri yang akan memberi imbalannya (Shahih Muslim).
Ihwal Ibadah Puasa Menurut Sufi Ibnu Arabi” ini mengatakan, seakan-akan Allah menyatakan kepada orang yang berpuasa, “Akulah yang menjadi imbalannya, karena Akulah yang dituntut oleh sifat pelepasan dari makanan dan minuman, tetapi engkau melekatkan sifat itu padamu wahai orang yang berpuasa,” tulis terjemahan Al-Futuhat Al Makkiyyah karya Muhyiddin Ibn Al-Arabi.
Sebenarnya sifat itu bertentangan dengan hakikatmu dan bukan milikmu. Karena engkau bersifat dengannya ketika engkau berpuasa, maka sifat itu memasukkanmu kepada Diri-Ku. Kesabaran (yang ada dalam puasa) adalah pengekangan bagi jiwa, dan engkau telah mengekangnya atas perintah-Ku dari mengonsumsi makanan dan minuman yang diperbolehkan,” lanjut kutipan dari jilid 4 Bab 47 buku yang sama terjemahan dari Harun Nur Rasyid .
Rasullullah SAW juga bersabda kepada seseorang, “Hendaklah kamu berpuasa, karena tidak ada yang serupa dengannya,” (an-Nasa’, Siyam 2220).
Atas keistimewaan ibadah tersebut, Rasululllah melalui sabdanya menunjukkan kegembiraan bagi orang-orang yang berpuasa.
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ
Orang yang berpuasa akan meraih dua kegembiraan, kegembiaran ketika berbuka puasa/berhari raya, dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya,” (HR Muslim).
Dalam buku berjudul Al-Futuhat Al Makiyyah Jilid 4 tersebut dijelaskan, kegembiraan saat berbuka adalah kegembiraan untuh ruh hewani manusia, bukan yang lain. Sementara kegembiraan bertemu dengan Rabb adalah kegembiraan untuk jiwa rasionalnya, yakni sisi lembut Rabbaninya.
Berdasarkan hal tersebut, puasa lebih tamam dan lengkap dibandingkan salat, karena puasa menghasilkan pertemuan dengan Allah dan penyaksian-Nya. Salat adalah munajat, bukan musyahadah dan terdapat hijab yang menyertainya,” demikian tertulis dalam terjemahan tulisan Ibnu Arabi.
Sesungguhnya Allah Swt. berfirman, “Tidak ada seorang manusia pun yang Allah berbicara dengannya kecuali dalam bentuk wahyu atau dari belakang hijab.” (QS. 42:51).
Selain itu Allah berfirman, Aku membagi salat menjadi dua bagian antara Aku dan hamba-Ku. Setengahnya untuk-Ku dan setengahnya lagi untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang ia minta. Hamba berkata: Alḥamdulillahirabbil’alamin’, Allah menjawab: ‘Hamba-Ku telah memuji-Ku.
Betapa pun salat adalah ibadah yang utama, menurut Ibnu Arabi tetap saja puasa merupakan ibadah yang paling sempurna–bahkan lebih dari salat. Karena salat menurut dia adalah sarana munajat (percakapan atau curhat) manusia dengan Allah sedangkan puasa merupakan sarana musyahadah (bertemu atau menjadi/menyatu) dengan Allah Swt.
Di sini terdapat sebuah rahasia nan mulia, yakni musyahadah dan munajat tidak akan pernah bisa bersatu. Musyahadah membuat orang terpana, sementara percakapan memberikan pemahaman,” tutur dia.
Dalam sebuah perbincangan, engkau lebih memperhatikan apa yang sedang dibincangkan, bukan orang yang sedang berbicara, siapa pun atau apa pun itu. Karena itu, pahamilah Al-Quran niscaya engkau akan memahami Al-furqan,” lanjut tulisan terjemahan karya Ibnu Arabi.
Ibnu Arabi merupakan salah satu tokoh tasawuf terkemuka. pemikiran sufi bernama lengkap Syaikh Akbar Muhyiddin Ibn Arabi tak hanya soal tasawuf atau ilmu mengenai cara menyucikan jiwa dan menjernihkan akhlaq melainkan juga meliputi pelbagai bidang lain.
Muga bermanfaat.
*aw/ pjmi/ wi/ nf/ 250225