
WARTAIDAMAN.com
Puasa dan shalatnya koruptor itu seperti orang yang membersihkan wajah tapi kakinya tetap berkubang dalam lumpur. Secara lahiriah, mereka menjalankan ibadah, tapi hakikatnya mereka mengkhianati nilai-nilai agama yang menuntut kejujuran, keadilan, dan amanah.
Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan dusta, maka Allah tidak butuh pada puasanya yang meninggalkan makan dan minum.” (HR. Bukhari).
Artinya, ibadah puasa bukan hanya soal menahan lapar, tetapi juga menjaga diri dari keburukan, termasuk korupsi yang merugikan banyak orang. Begitu pula dengan shalat—harusnya mencegah dari perbuatan keji dan mungkar (QS. Al-Ankabut: 45). Kalau tetap korupsi, lalu untuk apa shalat dan puasanya?
Singkatnya, ibadah tanpa kejujuran hanya menjadi formalitas tanpa makna. Mereka bisa saja menjalankan shalat dan puasa, tetapi jika tidak bertaubat dan mengembalikan hak orang lain, ibadah itu bisa jadi sekadar ritus kosong tanpa berkah.
Agar shalat dan puasanya tidak sia sia:
1. Ikhlas Karena Allah
Segala ibadah harus dilakukan murni karena Allah, bukan untuk pencitraan atau sekadar mengikuti kebiasaan. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari & Muslim).
2. Meninggalkan Perbuatan Maksiat
Shalat dan puasa bukan hanya sekadar ritual, tetapi harus membentuk karakter yang lebih baik. Allah berfirman:
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar…” (QS. Al-Ankabut: 45).
Kalau seseorang tetap berbuat zalim, korupsi, atau berdusta, maka ibadahnya bisa kehilangan keberkahannya.
3. Menjaga Hak-Hak Orang Lain
Bagi yang pernah berbuat zalim atau mengambil hak orang lain (seperti koruptor), maka dia harus bertaubat, mengembalikan hak yang dirampas, dan meminta maaf kepada yang dizalimi. Tanpa ini, ibadahnya bisa sia-sia. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang memiliki kezhaliman terhadap saudaranya, maka hendaknya ia meminta halal darinya sebelum datang hari di mana dinar dan dirham tidak berguna lagi.” (HR. Bukhari).
4. Merasa Diawasi Allah
Merasa diawasi oleh Allah—dalam Islam disebut muraqabah—adalah kunci utama untuk menjaga keikhlasan dan menjauhi maksiat. Ketika seseorang benar-benar yakin bahwa Allah melihat setiap perbuatan, baik yang tampak maupun tersembunyi, maka ia akan lebih berhati-hati dalam bertindak.
Bagaimana Menumbuhkan Rasa Diawasi oleh Allah?
1. Mengingat Nama Allah “Al-Bashir” dan “Ar-Raqib”
Allah Maha Melihat (Al-Bashir) dan Maha Mengawasi (Ar-Raqib), dikala sendiri maupun di depan umum. Tidak ada satu pun yang tersembunyi dari-Nya:
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid: 4).
2. Merenungi Bahwa Malaikat Mencatat Semua Perbuatan
“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf: 18).
Setiap tindakan dan ucapan kita direkam, dan akan dipertanggungjawabkan kelak.
3. Mengingat Hari Perhitungan (Yaumul Hisab)
Di akhirat, semua perbuatan akan diperlihatkan tanpa ada yang tersembunyi. Jika seseorang benar-benar yakin akan hal ini, ia akan selalu berhati-hati dalam bertindak.
4. Melatih Diri dengan Ibadah yang Khusyuk
Shalat yang benar-benar khusyuk akan menanamkan kesadaran bahwa kita sedang berdiri di hadapan Allah. Puasa juga melatih kita untuk merasa diawasi, karena hanya Allah yang tahu apakah kita benar-benar berpuasa atau tidak.
5. Menyendiri untuk Muhasabah (Introspeksi Diri)
Luangkan waktu untuk merenung: Apakah hari ini aku melakukan sesuatu yang Allah tidak ridhoi? Kebiasaan ini akan membantu membentuk rasa muraqabah dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan
Merasa diawasi oleh Allah bukan sekadar teori, tapi harus menjadi kesadaran dalam hati. Jika seseorang benar-benar yakin Allah selalu mengawasinya, maka ia akan lebih jujur, amanah, dan takut berbuat dosa, baik dalam keadaan sendiri maupun di hadapan manusia.
Shalat dan puasa yang diterima Allah adalah yang dilakukan dengan ikhlas, benar, dan membentuk akhlak yang lebih baik. Jika masih berbuat dosa atau merugikan orang lain, segera bertaubat dengan sungguh-sungguh, karena Allah Maha Pengampun bagi siapa saja yang benar-benar ingin kembali ke jalan-Nya.
*edvj/ pjmi/ wi/ nf/ 090325