
Berlatar belakang resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) GA/12408, 15 Maret 2022, yang menetapkan tanggal 15 Maret setiap tahunnya sebagai hari anti-Islamofobia (memerangi Islamofobia), juga keputusan DPR Amerika Serikat pada Selasa Selasa 14 Desember 2021 yang meloloskan RUU untuk memberantas Islamofobia, dan pernyataan Kemenag RI mendukung resolusi Majelis Umum PBB itu, maka ini sebaiknya menjadi momentum komunitas Islam dan siapapun juga, bersatu melawan, menetralisir Islamofobia.
Istilah “fobia” berasal dari kata Yunani, yakni “phobos”, yang artinya rasa takut terhadap musuh-musuhnya. Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fobia adalah ketakutan yang sangat berlebihan terhadap benda atau keadaan tertentu yang dapat menghambat kehidupan penderitanya (Depdiknas, 2002).
Berdasarkan pengamatan, bahkan juga pengalaman kami, maka keadaan Islamofobia, terjadi di berbagai penjuru dunia. Bahkan terjadi di berbagai negara Islaam dan wilayah Muslimin atau pun yang ‘hanya’ berpenduduk mayoritas Muslimin. Tentu saja, berbeda-bedalah persentasenya, frekuensinya, bentuknya, dan sebagainya; di berbagai negara dan wilayah itu.
Oleh karenanya puluhan kaum Muslimin (yakni yang terdiri dari unsur para ulama, asatidz, habaib, kyai, buya, akademisi, aktifis, pemerhati, warga, dll.) berbagai latar belakang di NKRI pun merasa perlu bertemu dan bermusyawarah akan hal ini.
Gayung bersambut, alhamdulillah, ajakan itu menjadi pertemuan pertama, yang diselenggarakan di rumah seniman Ahmad Dhani Prasetyo, hari Senin, 13 Juni 2022. Sejak siang hari hingga hampir tengah malam. Juga berdasarkan gagasan awal dari ahli hukum Abdullah Al Katiri, seniman-budayawan Ahmad Dhani Prasetyo (juga dikenal sebagai Dhani DEWA 19), dan akademisi Alexander M. Mayestino (yang juga dikenal sebagai Abu Taqi Mayestino alias ATM). Selanjutnya, 3 orang ini juga disebut sebagai Penggagas.
Syukur alhamdulillaah pula, pertemuan itu pun dihadiri puluhan tokoh dari berbagai lembaga, organisasi massa, yayasan, dll., baik yang Muslimin, maupun yang bukan, yang datang dari berbagai penjuru NKRI. Walaupun melalui pemberitahuan undangan singkat dan bahkan mendadak.
Dan pertemuan itu telah direkam menjadi produk audio-visual, yang bagian pertamanya, sekitar 2 minggu setelah pertemuan 13 Juni 2022 itu, telah ditayangkan di salah satu Media Sosial Global. Dan disambut antusias oleh masyarakat, dicatat ditonton dan disukai oleh ribuan akun Media Sosial.
Dan disepakati, melalui berbagai proses musyawarah lanjutan berupa pertemuan langsung maupun melalui Daring, pertemuan awal itu berlanjut menjadi satu jejaring. Yang kemudian dinamai sebagai:
Gerakan Nasional Anti Islamofobia (GNAI).
Telah ditetapkan pula, bahwa kaum Muslimin yang hadir di pertemuan itu, kemudian ikut dan aktif atau pernah aktif di Media Sosial khusus sehubungan dengannya dan/atau hadir di deklarasinya secara langsung atau tidak langsung, disebut sebagai Perintis.
Juga ditetapkan bahwa sampai deklarasi, ada 9 orang anggota Majelis Presidium GNAI, yakni:
Abdullah Al Katiri, Ahmad Dhani Prasetyo “Dhani DEWA 19”, Alexander M. “Abu Taqi” Mayestino, Habib Muhsin bin Ahmad Alatthas, Gus A’am Wahhib Wahhab, Buya Risman Muchtar, Ustadz Nazar Haris, DR. Ferry Juliantono, Ustadz Mustofa Nahrawardaya.
Dan ini semua telah dideklarasikan di Aula Buya HAMKA, Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, di hari Jum’at, 15 Juli 2022. Yang, alhamdulillah, disambut antusias pula oleh banyak kalangan Muslim maupun yang bukan.
Telah disepakati juga oleh para Penggagas, Majelis Presidium, juga para Perintis, bahwa GNAI bukan dan tidak akan menjadi gerakan politik praktis (seperti misalnya dalam hal dukung-mendukung tokoh politik tertentu, partai tertentu, organisasi massa Islam tertentu, yayasan Islam tertentu, dll.). Dan adalah jejaring kaum Muslim untuk menyampaikan, mendakwahkan, mengkomunikasikan Islam sebagai agama Ketuhanan Yang Maha Esa dan rahmat bagi alam semesta, dsb.; sebagaimana yang telah lazim ditetapkan di Al Qur’aan, As Sunnah (Al Hadits), kitab-kitab Fiqh dan Tarikh, dan sebagainya.
Seiring pula, tentu saja, dengan semangat Pancasila, UUD 1945, dan kalimat indah di Pembukaan UUD 1945 ini:
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Demikian, semoga Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, memberkahi ini semua.
Aamiiin.
Jakarta, 18 Dzulhijjah 1443 (18 Juli 2022).
Majelis Presidium GNAI