
WARTAIDAMAN.com
Catatan Agus M Maksum, sebuah monolog
Negeri ini, Nak, tak kekurangan orang pintar. Tapi kekurangan manusia jujur.
Dan ketika sebuah negeri kehabisan kejujuran, maka ilmu pun dijual murah—dipajang di etalase kekuasaan, dibungkus kehormatan palsu, ditukar dengan proyek dan jabatan.
Aku pernah percaya, Nak, bahwa gelar Doktor adalah lambang puncak ketekunan, kehormatan dari dunia pengetahuan. Bahwa seorang doktor adalah pejuang dalam sunyi, mengukir makna dalam ratusan halaman yang ditulis dengan darah pikiran dan keringat batin. Tapi hari ini, negeri ini menjelma panggung yang menggelikan—di mana gelar bisa dibeli.
Doktor Honoris Causa tumbuh liar di tiap universitas, diberikan pada politisi, pejabat, bahkan selebriti. Dan para pejabat, politisi, artis, menjelma menjadi sarjana kilat—doktor dalam semalam.
Bayangkan, Nak. Seorang menteri yang sibuk mengurusi proyek triliunan, juga rangkap jabatan ketua partai yang mengomandoi organisasi se-Indonesia Raya, bisa pula menulis disertasi setebal 500 halaman, meneliti, membaca, berdiskusi, menulis artikel ilmiah internasional—dalam waktu dua tahun yang singkat, bahkan kurang.
Sementara seorang guru besar yang sepi jabatan dan kekuasaan, menghabiskan lima tahun hanya untuk menyusun satu paragraf yang benar-benar bermakna.
Tapi di negeri ini, gelar datang bukan dari ilmu. Ia datang dari koneksi. Dari kekuasaan. Dari kampus-kampus yang kian lapar uang, yang menjilat kaki kekuasaan, membuka program S3 kilat—by research, tanpa kuliah, tanpa metodologi, tanpa pertanyaan yang kritis, tanpa hati nurani akademik.
Lalu para rektor, dekan, dan dosen—entah bisu, entah takut, entah sudah ikut menikmati. Mereka berkata: “Sesuai prosedur.”
Tapi prosedur siapa? Prosedur uang? Prosedur kekuasaan? Prosedur takut kehilangan jabatan?
Sementara mahasiswa-mahasiswa jujur, yang menulis siang dan malam, yang berdiskusi penuh peluh, yang berkali-kali ditolak karena paragrafnya belum kuat—mereka hanya bisa menggigit bibir, melihat gelar mereka disejajarkan dengan para pemalsu ilmu itu.
Negeri ini, Nak, sedang menyulam kebohongan sebagai kebiasaan.
Dan anak-anakmu kelak akan tumbuh dalam dunia yang percaya bahwa kecurangan adalah cara tercepat untuk menjadi besar. Bahwa lebih penting siapa orang tuamu, bukan siapa gurumu.
Doktor palsu akan berdiri di podium, menyebarkan ilusi.
Profesor dagangan akan menulis buku moralitas.
Sementara yang jujur, yang tulus mencintai ilmu, akan tersingkir perlahan.
Dan negeri ini akan terus merosot, bukan karena kurangnya lulusan bergelar,
tapi karena berlimpahnya mereka yang menipu diri dan bangsanya dengan toga pinjaman.
Dan aku, Nak, hanya bisa menulis ini.
Menuliskannya dengan marah yang dalam.
Dengan kesedihan yang tak bisa lagi kutahan.
Sebab aku tahu—ketika ilmu diperkosa di ruang-ruang akademik,
maka negeri ini sedang berjalan menuju gelap yang tak bisa lagi diselamatkan.
Di negeri para doktor palsu,
yang mati pertama bukan akal…
tapi harga diri.
Klik untuk baca: https://aidigital.id/berita?id_item=936
*edvj/ pjmi/ wi/ nf/ 240325
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM Ayoo...Bantu Bangun Kembali Masjid Palestina Rp.10.000 Insyaa ALLAH cukup, mau lebih bagus, mau rutin lebih bagus untuk berdonasi aman, klik link di bawah ini https://lazisdmi.com/campaign/bantu-bangun-kembali-masjid-palestina?ref=1hhm4
BACA JUGA :
LAZIS DMI Luncurkan Gerakan Nasional “Infaq 10rb untuk Bangun Kembali 100 Masjid di Gaza” Ajakan untuk Memakmurkan dan Dimakmurkan Masjid di Bulan Ramadhan
Views: 10