
WARTAIDAMAN.com
Upacara adat Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri kembali digelar secara meriah oleh masyarakat Dusun Mancingan, Kalurahan Parangtritis, Kapanewon Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada Selasa (27/5/2025).
Pantai Parangtritis adalah tempat wisata yang terletak di Kalurahan Parangtritis, Kapanéwon Kretek, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jaraknya kurang lebih 29 km dari pusat kota. Pantai ini menjadi salah satu destinasi wisata terkenal di Yogyakarta dan telah menjadi ikon pariwisata di Yogyakarta.
Tradisi tahunan yang berlangsung sejak 1989 ini bukan sekadar seremoni budaya, tetapi merupakan bentuk ungkapan syukur masyarakat pesisir terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rezeki dari hasil bumi dan laut.
Warga dengan antusias mengenakan pakaian adat Jawa dan memadati kawasan Joglo Pariwisata Pantai Parangtritis sejak pagi. Mereka membawa berbagai sesaji atau ubo rampe, hasil bumi, serta perlengkapan ritual lainnya. Setelah berkumpul, rombongan melakukan kirab budaya menuju Cepuri Parangkusumo, tempat sakral di kawasan pantai selatan.
Sesampainya di Cepuri, abdi dalem dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat memimpin doa bersama. Mereka memanjatkan harapan agar laut selatan senantiasa memberikan keberkahan, keselamatan, serta hasil tangkapan yang melimpah bagi nelayan setempat. Rangkaian acara kemudian berakhir dengan prosesi labuhan atau melarung sesaji ke tengah laut Pantai Parangkusumo sebagai simbol penyerahan kembali anugerah alam kepada sang pencipta.
Tradisi Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri telah resmi menajdi Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengakuan ini mengukuhkan keberadaan tradisi tersebut sebagai bagian penting dari kekayaan budaya Nusantara, khususnya budaya pesisir selatan Yogyakarta.
Wakil Bupati Bantul, Aris Suharyanta, yang hadir dalam prosesi upacara mengungkapkan rasa bangganya terhadap masyarakat yang terus melestarikan warisan leluhur. Sebagai masyarakat Bantul, dia patut berbangga karena memiliki tradisi yang luhur ini, yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang kita. Selain itu, Pisungsung Jaladri juga menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara manusia dan alam,” ujar Aris.
Aris juga menegaskan bahwa tradisi ini menunjukkan karakter religius masyarakat Bantul yang senantiasa menyandarkan hidupnya kepada Tuhan.
Upacara adat ini dapat terus hidup dan berkembang karena adanya kesadaran dan tanggung jawab dari masyarakat untuk menjaga warisan budaya ini. Tradisi Pisungsung Jaladri bukan hanya soal budaya lokal, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur yang menjadi bagian dari Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara, salah satu tokoh Keraton yang turut hadir dalam acara tersebut, menyampaikan hal ini.
“Inilah tugas kita, menjaga harmoni antara manusia, alam, dan juga Sang Pencipta. Budaya yang tidak hanya dijaga dan dilestarikan tapi juga menghidupi dan memberi arah. Mari terus kita rawat tradisi ini, kita hidupkan bersama,” kata KPH Yudanegara dengan penuh semangat.
Ia juga menambahkan bahwa keberadaan upacara seperti Pisungsung Jaladri memperkuat posisi Yogyakarta sebagai daerah yang memiliki kekayaan budaya hidup (living culture) yang tak ternilai. Dan tradisi ini harus tetap terjaga.
Selain sebagai bentuk pelestarian budaya, Bekti Pertiwi Pisungsung Jaladri juga menjadi daya tarik pariwisata yang memperkuat identitas kawasan pesisir Parangtritis.
Setiap tahunnya, acara ini menyedot perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara yang tertarik menyaksikan tradisi khas masyarakat nelayan Yogyakarta. Pemerintah Kabupaten Bantul pun terus berupaya mendukung promosi budaya melalui sinergi antara masyarakat, pemerintah kalurahan, serta pelaku pariwisata setempat. Sinergi ini semoga mampu meningkatkan kunjungan wisata sekaligus menjaga kearifan lokal agar tetap lestari dan relevan di tengah arus modernisasi. (*)
*riha/ wi/ nf/ 300525
Views: 8