
Jakarta –
Bursa kerja (Job Fair) kerap digadang-gadang sebagai solusi jitu untuk menekan angka pengangguran. Namun, bagi Forum Pemuda Peduli Jakarta (FPPJ), acara-acara tersebut seringkali hanya menjadi seremoni yang minim dampak nyata. FPPJ menyoroti kinerja Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertrans) DKI Jakarta yang dinilai masih terjebak dalam pola kerja yang tidak strategis. Melalui ketuanya, Endriansyah, FPPJ menyuarakan keprihatinan mendalam. “Job fair memang bisa menjadi salah satu instrumen, tetapi jika tidak didukung dengan strategi yang matang, itu hanya akan menjadi proyek tanpa makna,” tegasnya.(13/8).
Kritik FPPJ ini bukan tanpa alasan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025 menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di DKI Jakarta berada pada angka 6,18%. Angka ini naik 0,15% poin dari periode yang sama tahun sebelumnya dan masih jauh di atas rata-rata nasional yang berada di angka 4,82%. Bahkan, jumlah pengangguran di Jakarta mencapai 338,39 ribu orang, dengan mayoritas adalah lulusan SMK dan SMA. Dengan fakta ini, FPPJ meyakini bahwa Disnakertrans DKI Jakarta harus melakukan transformasi mendalam.
Selain itu, FPPJ juga mempertanyakan efektivitas acara-acara bursa kerja yang diselenggarakan. FPPJ mendesak Disnakertrans untuk melaporkan secara transparan jumlah tenaga kerja yang terserap dan memastikan bahwa mereka adalah warga ber-KTP DKI Jakarta. Jangan sampai, acara yang menghabiskan dana APBD tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan dalam mengurangi angka pengangguran di Jakarta.
Banyak pencari kerja datang ke job fair dengan harapan, namun pulang dengan kekecewaan. Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian kualifikasi, lambatnya proses rekrutmen, dan dominasi posisi level rendah. FPPJ mendorong Disnakertrans untuk mengubah paradigma. Job fair harus diawali dengan riset mendalam untuk memetakan kebutuhan pasar. Libatkan perusahaan dari sektor potensial seperti industri kreatif, teknologi, dan jasa. Gunakan juga platform digital yang efisien untuk mempertemukan pencari kerja dengan lowongan yang sesuai, memangkas birokrasi, dan memudahkan proses bagi semua pihak.
Selain itu, kebijakan tanpa data yang akurat ibarat berlayar tanpa kompas. FPPJ menyoroti bahwa Disnakertrans DKI Jakarta masih kekurangan data ketenagakerjaan yang mutakhir. FPPJ mendesak Disnakertrans untuk membangun sistem basis data yang terintegrasi dan real-time yang mencakup informasi rinci mengenai keahlian yang dibutuhkan pasar, sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, dan profil lengkap para pencari kerja.
Kesenjangan antara keahlian lulusan dan kebutuhan industri juga menjadi masalah klasik. Program pelatihan yang masih fokus pada keahlian konvensional, sementara industri bergeser ke arah digital dan teknologi, hanya akan memperlebar jurang tersebut. FPPJ mendesak Disnakertrans untuk berkolaborasi erat dengan dunia usaha dan institusi pendidikan. Kurikulum pelatihan vokasi harus dirancang ulang agar relevan dengan kebutuhan masa depan, seperti coding, analisis data, dan pemasaran digital. Selain itu, fungsi pengawasan juga harus diperkuat untuk memastikan hak-hak pekerja, seperti upah minimum, benar-benar terlindungi.
FPPJ percaya Disnakertrans harus mengambil peran sebagai fasilitator utama dalam membangun komunikasi rutin dan efektif di antara ketiganya. Dengan sinergi ini, akan tercipta ekosistem yang berkelanjutan, di mana lulusan memiliki keahlian yang dibutuhkan dan Disnakertrans menjadi jembatan yang kokoh, bukan lagi sekadar formalitas. Melalui kritik yang konstruktif dan saran yang humanis, FPPJ berharap rilis ini dapat mengetuk kesadaran semua pihak bahwa masalah pengangguran adalah masalah kita bersama. Sudah saatnya Disnakertrans DKI Jakarta bertransformasi dari sekadar penyelenggara acara menjadi motor penggerak nyata bagi kesejahteraan seluruh warga.(*).
*anwi/ wi/ nf/ 140825
Views: 16