Leonardi Ajukan Praperadilan Atas Penetapan tersangka Dugaan Korupsi Proyek Penyewaan Satelit Slot Orbit 123 BT

Posted by : wartaidaman 06/08/2025
Gambar: Kuasa Hukum Leonardi, Rinto Maha (2 dari kiri)
 
WARTAIDAMAN.com 

 

 

 

Jakarta,—Tersangka kasus dugaan korupsi proyek penyewaan satelit Slot Orbit 123° BT dan pengadaan user terminal Navayo di lingkungan Kementerian Pertahanan RI, Laksamana Muda TNI (Purn) Ir. Leonardi, MSc, mengajukan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka.
Permohonan praperadilan telah didaftarkan pada 16 Juli 2025 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan Nomor Perkara, 85/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL
“Penetapan status tersangka terhadap klien kami adalah prematur, tidak berdasar hukum, serta mengabaikan prinsip due process of law,” tegas Kuasa Hukum Leonardi, Rinto Maha, didampingi Surya Wiranto, kepada wartawan di Jakarta, Selasa 5/8.
Rinto membeberkan semua tuduhan yang menjadikan kliennya sebagai tersangka terbantahkan dengan fakta-fakta yang akurat dan valid. Misalnya soal kerugian negara.
“Tidak ada kerugian negara yang nyata dalam kasus tersebut. Pasalnya, tidak ada pembayaran yang dilakukan oleh Kemhan atas invoice yang diajukan Navayo International AG, pihak ketiga dalam pengadaan tersebut,” terang Rinto.
Yang disebutkan sebagai kerugian negara dalam tuduhan tersebut, lanjut Rinto, hanyalah estimasi kewajiban dan belum pernah direalisasikan melalui pembayaran dari kas negara kepada pihak ketiga, dalam hal ini Navayo International AG.
“Dengan demikian, tidak terdapat kerugian aktual (actual loss),” tegasnya.

Menjalankan Tugas
Kemudian soal wewenang. Menurut Rinto, Leonardi Bukan Pengambil Kebijakan.
“Klien kami menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang hanya menjalankan fungsi administratif sesuai perintah atasan dalam struktur organisasi,” terangnya.
Berdasarkan Permenhan Nomor 17 Tahun 2014, lanjut Rinto, fungsi perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pengadaan berada pada unit-unit tersendiri: PA/KPA sebagai penentu kebijakan. ULP sebagai pelaksana proses pengadaan. TEP sebagai tim evaluasi dan PPHP sebagai panitia penerima hasil pekerjaan yang bertugas melakukan audit hasil pekerjaan sebelum dinyatakan bahwa pekerjaan yang dibuat penyedia telah sesuai kontrak.
“Klien kami bukan pengguna anggaran, bukan pihak yang mengatur proses pengadaan, dan bukan penentu pemenang kontrak. Bahkan, klien kami menunda penandatanganan kontrak hingga DIPA tersedia pada Oktober 2016, dan bukan 1 Juli 2016 sebagaimana yang diberitakan,” terangnya.
Sedangkan unsur memperkaya diri dan orang lain yang menjadi dasar penetapan sebagai tersangka juga tidak dapat dibuktikan.
“Penetapan klien kami sebagai tersangka atas dasar perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain adalah tidak berdasar. Klien kami tidak menerima keuntungan pribadi atas proyek tersebut. Navayo tidak menerima pembayaran sepeser pun dari pemerintah Indonesia. Bahkan, klien kami menghentikan pengiriman barang dari Navayo pada awal 2017 setelah mengetahui adanya wanprestasi,” tegasnya.

CoP (Certificate of Performance) yang digunakan untuk dasar invoice, lanjut Rinto, ditandatangani oleh pihak yang tidak berwenang yang seharusnya adalah PPHP, sebagaimana tercantum dalam BAP penyidik dan LHP.
Rinto menegaskan, demi tegaknya keadilan pihaknya selaku tim kuasa hukum merasa perlu meluruskan sejumlah pemberitaan yang berpotensi menyesatkan masyarakat dan sangat mencemarkan nama baik klien.
Pihaknya menduga, kliennya sengaja dikambinghitamkan dalam kasus tersebut karena kasus ini telah bergulir di pengadilan arbitrase internasional di Singapura. Indonesia dinyatakan kalah dalam sengketa tersebut dan harus membayar sebesar 21 juta USD kepada Navayo.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur pada Kemhan tahun 2012-2021. Terdapat purnawirawan TNI dari salah satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Penyidik pada Jampidmil telah menetapkan tersangka, pertama Laksamana Muda TNI (Purn) L selaku Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), ATVDH (selaku perantara), GK selaku CEO Navayo Internasional AG,” ucap Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar dalam keterangannya, Rabu (7/5/2025).
Sidang Praperadilan akan berlangsung pada Selasa 12 Agustus mendatang di pengadlan Negeri Jakarta Selatan.*()

 

 

 

 

 

*islu/ pjmi/ wi/ nf/ 060825

Views: 17

RELATED POSTS
FOLLOW US

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *