
WARTAIDAMAN.com
Anti seorang wanita paruh baya duduk termenung ditepian sungai yang membelah timurnya Jakarta. Ucapan anaknya masih terngiang di telinga nya. “Mak, aku mau sekolah”. Kata itu terus menerus terdengar bak jarum jam yang baru ganti batre, lantang dan tak mau berhenti. Semua itu berawal ketika hari pendaftaran sekolah dimulai, Anti sengaja memilih jalur domisili karena dia beranggapan bahwa Sekolah yang di tuju anak nya ada di seberang rumahnya. Hanya 70m jaraknya. Dengan penuh percaya diri Anti pun menemani anaknya daftar sekolah secara daring. Tapi bak disambar petir di siang bolong. Anti kecewa ketika nama anaknya tidak masuk dalam daftar seleksi.
Bukan karena anaknya bodoh, bukan. Masalahnya ada yang lebih pintar dari anaknya yang nilainya lebih banyak. Anti pun terdiam mencoba untuk menjadi bijaksana di depan anak nya. “Apa yang harus aku katakan pada anakku, bahwa aku tidak sanggup menyekolahkannya di sekolah swasta”.
Dengan sisa harapan bak api lilin yang sudah mau mati, Anti pun menyempatkan bertanya ke sekolah. “Assalamualaikum Bu” katanya kepada wanita berhijab yang dia temui. ” Waalaikumsalam” balas wanita itu. “Apa ada yang bisa saya bantu Bu?” Kata wanita itu. “Iya Bu” jawab Anti. “Saya ingin menanyakan jalur domisili yang sebenarnya itu bagaimana? Rumah saya kan di depan sekolahan, jaraknya hanya 70m, kenapa anak saya terpental dan tidak lolos” kata Anti menjelaskan. “Oo,ibu belum tau ya. Sekarang ini domisili plus nilai Bu, jadi meskipun ibu rumahnya di depan kalo nilainya kurang, ya nggak bisa daftar” jawab wanita itu. “Tapi Bu. Ini kan jalur domisili, bukan prestasi, harusnya sesuai dengan tempat tinggal terdekat, bukan nilai yang terbanyak” kata Anti tidak mau kalah.
“Iya Bu,memang sudah menjadi peraturan nya seperti itu.” Jawab wanita itu.
“Peraturan siapa? Siapa yang membuat peraturan sesuai domisili tapi yang dilihat nilainya? Saya nitip tolong sampaikan ke si pembuat peraturan, tolong bedakan antara jalur nilai, prestasi dan domisili, sampaikan juga bahwa dengan adanya jalur domisili yang tidak tepat sasaran ini akan membuat kecurangan semakin besar” kata Anti sengit. Pikirannya yang dihantui dengan sekolah swasta sudah di depan mata, yang berbayar dan jauh dari terjangkau. Akhirnya Anti pamit meninggalkan wanita itu dengan berbagai jawaban yang bagaikan uap.
Langkah gontai Anti menggiringnya ke sebuah sekolah swasta, yang kecil tapi dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang di perlukan untuk belajar anak-anak. Anti suka dengan sekolahan ini, dengan membawa sisa-sisa harapan, dia pun melangkah masuk.
“Selamat siang bu?” Sapa security. “Selamat siang Pak” balas Anti. “Apa ada yang bisa saya bantu Bu?” Kata security. ” Iya Pak ,saya mau menanyakan perihal pendaftaran sekolah” jawab Anti. “Ooo silahkan Bu, mari saya antar menemui petugasnya” jawab security semangat.
Setibanya di ruang pendaftaran, Anti tampak gugup. “Buat apa aku ke sini kalo akhirnya aku tidak bisa bayar uang gedungnya” pikirnya. Akhirnya Anti pun menanyakan perihal pendaftaran kepada petugasnya. “Dengan wajah ceria dan ramah ibu petugas pun menjelaskan tentang sekolah tersebut. Dalam hati Anti berkata “ramah sekali ibu ini, iya lah. Agar aku tertarik menyekolahkan anakku di sini, setelah masuk dan mereka tahu aku tidak bisa bayar, pasti sumpah serapah yang akan mereka lontarkan padaku, seperti waktu anakku yang kedua di usir keluar kelas oleh gurunya, karena belum bayar uang kas 3 bulan, ooohh…sampai kapan aku seperti ini ya Allah” batin Anti berontak.
Setelah merasa penjelasannya sudah lengkap, ibu petugas pun beralih menjelaskan tentang biaya masuk nya. Ini lah yang Anti takutkan. Iya, bukan sekedar juta lagi, tapi belas juta. Anti mengelus dadanya. Untuk makan dia dan anak-anak nya saja kadang makan kadang tidak. Bagaimana dia bisa membayar biaya sekolah yang sampai belasan juta ini, pikirnya.
Anti pun buru-buru pamit setelah mendapat jawaban dari sekolah itu. Sepanjang jalan dia berpikir bagaimana, bagaimana, bagaimana, dan bagaimana? Terbayang raut wajah anaknya, yang ceria ketika tahu dia akan mendaftar di sekolah swasta itu. Tapi nak… Bagaimana cara emak membayar sekolahnya…bagaimana???? Anti Masih termenung di tepian Banjir Kanal Timur.
Oleh : Indri Retno P
Mahasiswi Fak Hukum, Universitas Islam As-Syafi’iyah/ Anggota PJMI
*infh/ pjmi/ wi/ nf/ 020725
Views: 19