
WARTAIDAMAN.com
Puluhan motor bersusun rapi di halaman Masjid Sultan Agung Babadan Baru Jalan Kaliurang KM 7 Jogjakarta guna mengikuti pawai takbir keliling menyambut Idul Adha 1446 Hijriah.
Iring-iringan peserta pawai takbiran tersebut sebelum diberangkatkan menyusuri jalan jajan di wilayah Kelurahan Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta didahului dengan acara selamatan kecil yang dipimpin Ketua Takmir Masjid Sultan Agung M Suryadi dan pengurus yang lain.
Masyarakat terlihat antusias menyaksikan konvoy kendaraan dengan pengeras suara yang mengumandangkan takbir tersebut.
Suasana halaman Masjid Sultan Agung yang memiliki sejarah panjang tentang kekejaman Bala Tentara Dai Nippon itu semakin ramai karena bersamaan tibanya 7 ekor sapi dan puluhan ekor kambing dan domba yang menjadi tontonan menarik warga masyarakat Babadan Baru.
“Kegiatan semacam ini sudah merupakan tradisi nenek moyang kami, termasuk panganan yang disuguhkan” kata H Khamdani (70) seorang warga.
Nampak terhidang panganan kecil berupa kacang rebus, pisang rebus dan ubi rebus yang ditempatkan dalam beberapa buah tampah dari anyaman bambu. Panganan itu juga dibagi bagikan untuk semua peserta konvoy takbiran termasuk beraneka macam Snack dan minuman.
Sebagai kerajaan Islam, Keraton Kasultanan Yogyakarta memiliki cukup banyak bangunan masjid.
Tidak hanya menjadi pusat beribadah, masjid pada masa awal berdirinya Keraton Yogyakarta juga memiliki beragam fungsi, salah satunya sebagai tanda kekuasaan Keraton Yogyakarta.
Di wilayah kekuasaan Keraton Yogyakarta terdapat empat masjid bernama Masjid Pathok Negoro.
Empat masjid tersebut berada di sisi barat, utara, timur, dan selatan Keraton Yogyakarta.
Sesuai dengan namanya, Pathok Negoro yang berada tanda negara, keempat masjid tersebut menjadi tanda wilayah kekuasaan dari Keraton Yogyakarta
Masjid Ad-Darojat Babadan adalah salah satu masjid pathok negara yang didirikan oleh Sultan HB I pada tahun 1774.
Masjid yang terletak di Dusun Babadan Kauman, Kelurahan Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul tersebut mengalami sejarah yang panjang.
Pada zaman penjajahan Jepang yakni pada tahun 1940, Masjid Ad-Darojat dan masyarakat Babadan dipindah ke Desa Badabadan Jl. Kaliurang, Kentungan, Sleman.
Perpindahan ini dikarenakan saat itu daerah Babadan dijadikan gudang mesiu oleh pemerintah Jepang.
Saat warga Babadan dipindahkan ke daerah Babadan Baru, seluruh konstruksi kayu dibawa pindah oleh masyrakat untuk membangun masjid di tempat baru mereka,” ungkap Khamdani
Masyarakat Babadan yang pindah ke Babadan Baru kemudian membangun masjid yang kemudian dinamai Masjid Sultan Agung. (Ridar)
Views: 15