WARTAIDAMAN.COM
Oleh: H. J. FAISAL
Mengapa ‘Israel’ sangat bernafsu sekali untuk menghabisi rakyat Gaza secara membabibuta, dengan tujuan untuk menguasai wilayah Gaza seutuhnya? Bahkan dalam sebuah kesempatan pertemuan negara-negara Timur Tengah bulan September 2023 yang lalu, dengan bangganya Perdana Menteri ‘Israel’ Benjamin Netanyahu menunjukkan ‘Peta Baru’ versi ‘Israel’ yang menggambarkan terhapusnya wilayah Palestina secara seratus persen dari bumi Palestina itu sendiri.
Meskipun hampir seluruh negara-negara Islam di Timur Tengah saat ini telah memutus hubungan diplomatik mereka dan melakukan tindakan pengusiran duta besar ‘Israel’ dari negara mereka, dan kecaman-kecaman Internasional pun mengalir deras terhadap ‘Israel’, namun ‘Israel’ dan sekutu terkuatnya, yaitu Amerika Serikat, tetap tidak bergeming terhadap semua itu.
Amerika Serikat sendiri terlihat ‘sibuk’ dalam meredakan konflik berdarah ini. Dengan penuh kepura-puraan, Amerika merasa bersimpati terhadap kondisi rakyat Palestina di Gaza, karena pembantaian yang dilakukan oleh Israel, anak emasnya. Sementara di belakang simpati palsunya tersebut, Amerika tetap mendukung Israel sepenuhnya untuk menghabisi rakyat Palestina yang tidak bersalah tersebut, tanpa perlu melakukan tindakan gencatan senjata.
Amerika ‘menginginkan’ adanya ‘Two States Sollutions” dan jeda kemanusiaan dalam upaya menghentikan pembantaian ‘Israel’ terhadap rakyat Palestina, agar tetap dianggap sebagai negara yang menjunjung tinggi demikrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM). Sementara di sisi lain, Amerika juga tidak menghendaki adanya gencatan senjata. Sungguh sebuah kamuflase dan standar ganda busuk, yang memang sudah menjadi ciri khas negara tersebut.
Sementara negara Indonesia sendiri seperti terlihat bingung dalam memposisikan dirinya terhadap konflik yang terjadi di Palestina dan Israel saat ini. Seruan Indonesia terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengadakan resolusi damai dan gencatan senjata pun selalu diacuhkan, dan seperti tidak digubris oleh PBB.
Mengapa demikian? Ya karena Indonesia selalu berada di bawah tekanan Amerika Serikat dalam urusan berdiplomasi di PBB.
Akhirnya, Indonesia pun mengeluarkan sebuah solusi perdamaian bagi Palestina dan ‘Israel’, yaitu solusi “Two States Solutions” yang notabene hanya mengekor pendapatnya Amerika Serikat saja.
Tentu saja solusi “Two States Solutions” yang menitikberatkan kepada hal pembagian wilayah kekuasaan ini pastinya akan ditolak oleh Palestina dan ‘Israel’, karena keduanya sama-sama mempertahan wilayah negaranya masing-masing. Palestina pastinya tidak akan rela jika wilayahnya masuk ke dalam wilayah ‘kedaulatan Israel’, dan ‘Israel’ juga tidak akan mau jika harus mengakui palestina sebagai sebuah negara yang merdeka. Keduanya sama-sama akan mempertahankan kedaulatan wilayah mereka masing-masing pastinya.
Dan sejatinya, solusi dengan skema “Two State Solutions” ini bukan sebuah solusi yang baru, namun sudah sejak tahun 2000-an solusi ini sudah mengemuka, namun tidak pernah ada titik temu bagi kedua pihak. Jadi jelaslah bahwa solusi “Two States Solutions” hanyalah sebuah akal-akalan Amerika Serikat saja, yang akhirnya menjadi solusi basi yang kemudian bertransformasi menjadi solusi “Two States (No) Solutions”.
Kembali kepada pertanyaan awal kita di atas tadi, bahwa mengapa ‘Israel’ sangat bernafsu sekali untuk menguasai wilayah Gaza seutuhnya?
Ya, benar. Hal ini sangat berhubungan sekali dengan proyek terusan Ben Gurion (Ben Gurion Canal Project). Ben Gurion sendiri adalah seorang Yahudi yang berasal dari Polandia, dan menjadi Perdana Menteri pertama ‘Israel’ yang memerintah dari tahun 1955 sampai dengan tahun 1963. Dia dianggap sebagai Bapak Pendiri (Founding Father) negara ‘Israel’ di atas tanah milik negara Palestina.
Jadi, setelah ‘Israel’ berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Palestina di awal tahun 1950-an, negara jadi-jadian tersebut pun akhirnya berencana untuk membuat sebuah kanal atau terusan di laut mediterania, dengan tujuan untuk menyaingi terusan Suez milik negara Mesir.
Pembuatan terusan ini memang didasari atas dua pertimbangan. Pertama, sebagai upaya balas dendam ‘Israel’ atas pemblokiran kapal-kapal dagang mereka di terusan Suez oleh Mesir pada tahun 1956 dan tahun 1967. Kedua, ‘Israel’ ingin mendapatkan pendapatan dari ‘kedaulatan’ wilayahnya sebagai pemilik terusan Ben Gurion ini nantinya.
Tentu saja pendapatan yang akan didapatkan tersebut bukanlah pendapatan yang main-main. Sangat besar sekali jumlahnya, karena pajak yang ditarik oleh ‘Israel’ dari kapal-kapal laut yang lewat di terusannya itu nanti. Diperkirakan akan menyamai pendapatan Mesir dari terusan Suez yang dimiliknya, yaitu sekitar 10 milliar dollar (USD) per tahunnya, atau sekitar 150 trilliun rupiah (dengan kurs 15.000,-/USD).
Sementara itu modal yang diperlukan oleh ‘Israel’ untuk mewujudkan proyek yang sudah dinisiasi oleh Amerika dan ‘Israel’ sejak tahun 1963 tersebut sebesar 55 milliar dollar (USD). Ini artinya, jika prediksi mereka tepat, maka hanya membutuhkan waktu sekitar 5 atau 6 tahun bagi ‘Israel’ untuk balik modal (Break Even Point). Sungguh sebuah ‘bisnis kedaulatan’ yang sangat menguntungkan.
Adapun rute terusan Ben Gurion tersebut adalah mulai dari ujung selatan di Teluk Aqaba, kemudian melalui kota Pelabuhan Eilat di ‘Israel’, yang berbatasan dengan Yordania, masuk ke Lembah Arabah, kemudian belok kea rah Barat sebelum cekungan laut mati, kemudian menuju ke Lembah pegunungan Negev, kemudian menuju utara untuk memutar di jalur Gaza dan langsung masuk kembali ke laut Mediterania.
Nah, jadi sekarang sudah menjadi jelas, ya. Itulah alasannya yang sebenarnya, mengapa ‘Israel’ sangat bernafsu sekali untuk menguasai jalur Gaza, yaitu karena letak Gaza yang strategis dan menjadi penentu keberhasilan proyek terusan Ben Gurion ‘Israel’ tersebut, yang diharapkan akan menjadi sumber pundi uang yang utama bagi ‘Israel’ dan Amerika Serikat.
Jadi, untuk mengalahkan ‘Israel’ dan membuyarkan mimpi mereka dalam membangun terusan Ben Gurion yang menumbalkan jutaan nyawa rakyat Palestina yang tidak berdosa selama ini, maka langkah nyata kita adalah mematikan sumber modal mereka dalam membangun proyek terusan tersebut.
Artinya, kita sebagai umat Islam pada khususnya dan sebagai warga dunia pada umumnya, yang sangat mengutuk kekejaman ‘Israel’ kepada rakyat Palestina selama ini, adalah dengan memboikot produk-produk buatan Israel, yang selama ini selalu kita gunakan dealam kehidupan sehari-hari.
Saat ini, rakyat palestina memang sedang membutuhkan dukungan do’a. Rakyat palestina memang sedang membutuhkan dukungan bantuan makanan dan obat-obatan. Rakyat palestina memang sedang membutuhkan dukungan diplomasi di dunia Internasional. Tetapi, rakyat Palestina juga membutuhkan dukungan nyata dalam melawan kekejaman Israel dengan cara mematikan ekonomi ‘Israel’ itu sendiri.
‘Israel’ sangat sulit jika dilawan dengan senjata, karena dukungan persenjataan mereka kuat dan tidak terbatas. ‘Israel’ juga sangat sulit jika dilawan dengan diplomasi, karena Amerika Serikat sebagai pendukung setianya mempunyai Hak Veto di Dewan Keamanan PBB untuk membelanya tanpa batas. ‘Israel’ juga tidak bisa dilawan dengan kata-kata kutukan saja, atau dengan berkumpulnya massa untuk memperotes kekejaman mereka.
Solusi yang paling ‘real’ dalam melawan mereka saat ini adalah dengan memutus mata rantai perekonomian mereka di seluruh dunia. Gerakan Boycott, Divestment and Sanctions (BDS) terhadap produk-produk perekonomian mereka pastinya akan melumpuhkan aliran dana mereka dalam membiayai politik dan perang mereka, serta mengubur mimpi mereka dalam menguasai Gaza, yang wilayahnya akan mereka gunakan untuk membangun kanal atau Terusan Ben Gurion tersebut.
Jika selama ini Israel tega untuk menghabisi rakyat Palestina untuk sebagai tumbal hawa nafsunya dalam mengembangkan perekonomiannya, maka kita dapat melawannya dengan menghancurkan perekonomiannya juga.
Semoga kita sebagai umat Islam dan rakyat dunia dapat kompak untuk melakukan BDS tersebut secepatnya saat ini, sehingga ekonomi dan perpolitikan Israel dan Amerika Serikat akan menjadi kacau balau dan juga akan mati dengan sendirinya.
Ya, semoga.
Wallahu’allam bisshowab
Jakarta, 7 November 2023
*Pemerhati Pendidikan dan Sosial/ Sekolah Pascasarjana UIKA Bogor/ Anggota PJMI