Bahlil Lahadalia: Tampil Menawan di Blak Blakan TV One

Posted by : wartaidaman 09/02/2025
 
WARTAIDAMAN.com 

 

Oleh: Yons Achmad
(Praktisi branding. Pendiri Brandstory.ID)

 

Saya akan soroti bagaimana gaya personal branding menteri Bahlil Lahadalia ketika tampil dalam wawancara di TV One (Jumat, 7 Februari 2025 pukul 20.00-21.00 Wib).

Menteri ini menjadi sorotan akhir-akhir ini karena di masyarakat gas elpiji 3 Kg langka di pengecer. Hanya terdistribusi sampai pangkalan yang membuat masyarakat harus antri untuk mendapatkannya. Kebijakan itu kemudian dibatalkan. Presiden Prabowo sendiri yang menginstruksikan agar distribusi sampai pengecer dikembalikan seperti semula.

Sebenarnya, bagaimana jelasnya kebijakan itu? Kali ini Bahlil datang ke TV One, langsung tampil menjelaskan ke publik (masyarakat) terkait dengan kekisruhan distribusi gas itu. Di sini, saya tegaskan, saya tidak akan fokus pada perihal kebijakan publiknya, tapi saya akan lebih menyoroti bagaimana gaya personal branding yang ditampilkannya. Baik sadar maupun tidak sadar.

Sebelum ke sana, dalam dunia komunikasi praktis, khususnya branding, konsep yang lebih spesifik yaitu personal branding menarik perhatian publik sejak dipopulerkan misalnya oleh Tom Peters dalam karyanya “The Brand Called You”. Sejak saat itu, personal branding telah dikenal dan menjadi aspek penting dalam pengembangan karir dan kesuksesan profesional. Dalam era digital saat ini, personal branding menjadi semakin relevan karena kemudahan akses informasi dan pentingnya diferensiasi diri di pasar yang sangat kompetitif.

Sementara, gaya personal branding yang saya maksud di sini adalah, bagaimana cara seseorang untuk memperkenalkan diri kepada orang lain, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Gaya personal branding yang akan saya sorot kali ini mencakup cara berbicara, gesture, cara berpakaiaan, isi pembicaraan, termasuk perkakas yang melekat (gadget, kendaraan) dan bagaimana penggunanannya.

Bagaimana performa Bahlil? Kita lihat.

Pada saat awal wawancara, dirinya mulai bangun autentisitas (keaslian) dirinya. Diceritakannya bahwa ia putra Papua sangat mengerti jalan pikiran Prabowo, “Saya hanya memastikan apa yang sering dikatakan Pak Prabowo sebagai presiden agar subsidi tepat sasaran,” katanya.

Dia mengaku sebagai pembantu presiden untuk taat pada visi presiden. Di sini, Bahlil tak mau bangun superioritas (keunggulan), ditegaskan dengan kalimat “Saya pembantu presiden.” Gaya demikian tentu tak lepas dari bagaimana dirinya paham benar apa itu senior dan junior dalam organisasi misalnya ketika dirinya aktif di HMI, bahkan pernah menjadi petinggi sebagai bendahara umum PB HMI. Hormat pada “Senior” itu harus. Dalam pemernitahan sekarang, itu dijalankannya.

Gaya berbicaranya tenang, tidak sok tahu. Bisa menjelaskan setahap demi tahap bagaimana kebijakan itu bermula. Semata-mata memastikan subsidi tepat sasaran dan harga gas terjangkau, tak mahal, karena dibeberapa kasus bahkan ada yang menjual gas 3 Kg dengan harga Rp. 25 ribu padahal di pengecer harusnya Rp. 18 ribu sampai 19 ribu saja.

Ketenangan demikian bisa jadi terlatih sejak aktif di HMI yang kental nuansa diskusi, sudah terbiasa dengan debat-debat. Kabar baiknya, presenter TV One yang mewawancarainya, Dwi Anggia tak segarang Najwa Shihab yang dikenal dengan pertanyaan-pertanyaan kritis, yang sering bikin kelabakan narasumber menjawabnya. Dalam wawancara itu, Bahlil bisa menjawab semua pertanyaan dengan cukup elegan, tidak meledak-ledak.

Jadi, presentar dan narasumber terlihat nyaman satu sama lain. Sementara, gesture yaitu komunikasi non-verbal yang menggunakan gerakan tubuh, tangan, atau ekspresi wajah untuk menyampaikan pesan tak sedikitpun tampilkan citra arogan.

Salah satunya dengan menjaga kontak mata dengan pewawancara. Ini yang membuatnya bisa selamat dan tayangan siaran langsung itu. Citranya terjaga. Sementara, gaya berpakaian yang dipilih semi casual, kemeja putih jas hitam tanpa dasi. Tak jadi soal. Bagus-bagus saja.

Sekarang, bagaimana konten (isinya)?

Ini yang menarik. Storytelling, sadar atau tak sadar dimainkannya. Storytelling sendiri terkait dengan bagaimana mengemas jawaban dengan teknik penceritaan terkait dengan kisah kejadian nyata yang menjadi pengalaman hidupnya. Dengan begitu, wawancara menjadi hidup dan sulit dibantah oleh pewawancara.

“Masyarakat sebenarnya nggak peduli harga lebih mahal, yang penting barang (elpiji) ada,” kata pewawancara (presenter).

“Sebentar, masyarakat yang mana? Saya pernah hidup miskin Mbak, seribu dua ribu sangat berarti bagi masyarakat saya kira,” jawab Bahlil lalu mengisahkan masa kecilnya yang harus berjualan kue untuk bertahan hidup. Kemudian, dirinya kembali menyinggung bagaimana presiden Prabowo mewanti-wanti setiap subsidi tepat sasaran.

Di akhir wawancara ada pertanyaan menarik yang dilontarkan Anggia (presenter).

“Apakah Bapak siap kalau pejabat dan anggota DPR naik angkutan umum?”
Lagi-lagi Bahlil mainkan “Storytelling”nya. Tak langsung menjawab mau atau tidak mau.

“Saya Mbak, dari SMP sudah jadi kondektur angkot, lalu SMA jadi supir angkot,” tegas Bahlil. Sebuah jawaban yang sudah bisa ditafsirkan secara gamblang maknanya.

Saya kira tampilan Bahlil kali ini cukup meyakinkan. Terlepas, dari kebijakannya yang bluder itu lain soal. Saya hanya secara sekilas soroti perihal personal branding yang dimainkannya. Terlepas juga kabar dirinya bakal kena resuffle, itu perkara lain juga. Tapi, kalau melihat “positioningnya” sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Mantan Ketua HIPMI, mantan petinggi HMI, Prabowo bakal berpikir sekian kali untuk menyingkirkannya.

Sementara, suka atau tidak suka, dalam perspektif personal branding, Bahlil itu “Sesuatu”. []

 

 

 

*edj/ pjmi/ wi/ nf/ 090225

RELATED POSTS
FOLLOW US

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *