WARTAIDAMAN.com
Oleh : Azis Khafia Al Batawi
Setiap etnik memiliki perilaku yang khas (unik) dalam interaksi sosial. Kadang interaksi sosial dilabeli dengan streotype yang berkonotasi negatif, misalnya suku A adalah suku yang pelit, suku B terkenal sebagai suku yang kasar dan streotype negatif lainnya. Begitupun dengan etnik Betawi, seringkali dilabeli dengan streotype yang negatif seperti tukang kawin, kampungan (norak), ketinggalan zaman dan ciri negatif yang sangat tidak berdasar. Faktanya Betawi adalah etnis yang sangat egaliter, inklusive, religius dan menjadi model manusia Indonesia (miniatur indonesia). Untuk memudahkan dengan bahasa kekinian saya sampaikan prototype manusia Betawi, yang disingkat dengan : Betawi Ngasosi” atau Betawi cirinya ya Ngasosi, yakni kependekan dari Ngaji, Sholat dan Silat. _Pertama, Ngaji_ artinya Ta’lim (belajar atau menuntut ilmu). Orang Betawi sejak kecil selalu diajarkan untuk ngaji, meski sekolah di sekolah umum namun tetap harus diiringi dengan ikut mengaji, dengan demikian kesadaran untuk mengaji atau menuntut ilmu menjadi bagian dari ciri Kebetawian seseorang, jangan ngaku anak Betawi kalo ga pernah ngaji.
_Kedua, Sholat_ artinya berdoa atau beribadah, meski ibadah memiliki makna dan praktik yang luas namun ibadah sholat adalah seutama-utamanya ibadah. Orang Betawi dikenal sejak dahulu sebagai etnik yang religius dan taat beragama (islam), identitas keislamannya ditegaskan dengan mendirikan sholat. Sehingga orang Betawi menjadikan sholat sebagai ciri Kebetawiannya, bahkan cukin (selempang kain yang dikalungkan dipundak laki-laki) bukan sekedar asesoris pakean sadaria, tetapi memiliki setidaknya dua fungsi, yakni untuk sholat dan untuk senjata.
_Ketiga, Silat_ atau maen pukulan adalah upaya penjagaan diri. Silat juga bermakna silaturahim. Maen pukul atau silat bagi orang Betawi menjadi bagian kehidupannya, bukan untuk kejahatan tetapi untuk membela yang benar, membela kaum lemah.
*anwi/ wi/ nf/ 211025
Views: 25











