
WARTAIDAMAN.com
Assalamu’alaikum wr.wb.
Saya pernah diskusi dengan seorang pemuda yang murtad dan menjadi Kristen sejak SMP. Seperti biasa, masalahnya mulai dari hatinya sendiri karena dia tidak merasakan kasih sayang dari orang tuanya. Diajarkan shalat dan ngaji, tapi tidak dipeluk atau dicium. Dalam hampir semua kasus anak murtad yang saya tahu, ada masalah emosional atau masalah keluarga.
Lalu juga ada mimpi aneh terkait agama Kristen, jadi dia makin utamakan perasaan hati di atas akal yang sehat. Untuk membuat dia berpikir, saya bahas contoh Iblis. Diperintahkan sujud kepada Nabi Adam, tapi Iblis menolak. Secara logis, apa ruginya sujud sejenak? Tapi Iblis lebih mau ikuti perasaan hatinya daripada gunakan akal yang sehat. Hasilnya, dia dilaknat sepanjang zaman.
Dari kisah itu ada pelajaran. Kalau seseorang meragukan Islam disebabkan perasaan hati atau mimpi, dia perlu berpikir dengan akal yang sehat dan diskusi dengan orang tua atau guru agama, dan belajar Islam lebih dalam untuk mencari penjelasan. Tapi pemuda ini malah merenung sendiri, diajak ke gereja oleh teman, dirangkul sama misionaris yang limpahkan perhatian, jadi dia murtad karena akhirnya dapatkan kasih sayang yang dia butuhkan di dalam pelukan misionaris.
Anehnya, ketika dia diajak ketemu saya setelah menjadi Kristen 10 tahun secara rahasia, dia masih mau. Berarti masih ada keraguan di dalam hatinya. Saya tekankan bahwa dia harus mulai menggunakan akal yang sehat lagi. Kami bahas perbedaan antara ajaran Islam dan Kristen selama beberapa jam. Ketika saya mau pergi shalat dzuhur, tiba-tiba dia mau ikut, jadi dia shalat bersama saya. Lalu saya ajarkan dia untuk berdoa dan mohon petunjuk dari Allah terhadap agama mana yang benar menurut Allah. Kalau dia mau berpikir dengan akal yang sehat, insya Allah dia akan menjadi yakin pada Islam lagi.
Semoga pengalaman ini bisa menjadi pelajaran bagi para orang tua. Untuk anak yang dianggap “bermasalah”, hampir selalu ada kaitan dengan perasaan hati di dalam keluarganya! Biasanya pelajaran dasar agama Islam diberikan kepada anak tersebut (shalat dan ngaji), tapi kasih sayang dari orang tua dan keluarga belum tentu! Jadi solusinya adalah orang tua Muslim perlu belajar caranya menjaga kesehatan emosional anaknya, dengan banyak memeluk, mencium, berteman, bersikap ramah dan akrab, sering bercanda dengan anak, dan selalu menanyakan pemikiran mereka.
Orang tua harus berusaha menjadi sahabat yang baik bagi anaknya, dan menjadi tempat anak bertanya, tanpa rasa takut akan dimarahi. Orang tua harus siap menerima pengakuan anak (setelah dia berbuat salah), dan tetap tenang dan ramah sambil mencari solusi secara bersamaan. Sedih dan kecewa boleh (dan juga dibutuhkan), tetapi kemarahan tidak bermanfaat. Disebabkan kemarahan orang tua, banyak anak jadi trauma bertahun-tahun. Hasil yang paling buruk, anak bisa murtad atau ingin bunuh diri. Hasil yang paling umum, anak jadi pandai berbohong dan menjaga rahasia dari orang tua karena takut dimarahi lagi.
Kalau orang tua mau menjadi sahabat anak, dan buang jauh-jauh kemarahan, dan selalu membuktikan kasih sayang orang tua lewat pelukan, ciuman, dan senyuman manis, dan selalu berikan kata-kata penuh motivasi dan pujian, insya Allah semua anak Muslim akan dapat keimanan yang kuat karena hal itu sangat terikat dengan kasih sayang dari orang tuanya. Anak yang membenci orang tuanya juga bisa mulai membenci agama yang dia terima dari orang tuanya!
Semoga bermanfaat.
Wa billahi taufiq wal hidayah,
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto
*hm/ wi/ nf/ 100325