
Dr.H.Abidinsyah Siregar,DHSM,MBA,MKes *)
✓Sekretaris Jenderal PP IPHI
✓Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) 2013-2019
✓Ketua Umum BPP Observasi Kesehatan Indonesia (OBKESINDO)
✓(Narasumber “Indonesia Menyapa Pagi” Pro 3 RRI Jakarta, 3 Juni 2025)
Kegaduhan bertambah lagi, calon Jamaah Haji Furoda protes batal berangkat. Saat ini suasana kehidupan sosial masih diwarnai gaduh soal ijazah, Jurubicara salah bicara, Kereta dipulangkan ke China, Menag Yaqut korupsi kuota Haji Furoda dll.
Gaduh karena jamaah fasilitas Furoda, sudah hampir pasti orang berada, punya pengaruh dan punya alasan mendesak sehingga mau bayar tinggi. Mengutip pernyataan H.Zaki (Sekjen asosiasi AMPHURI) paket haji furoda, berkisar antara 22.000 hingga 32.000 dollar AS. Jika Kurs Rp.17.000 setara dengan 374 – 544 juta Rupiah. Ada pula paket super VVIP yang bisa mencapai 50.000 dollar setara Rp.850.000.000,-.
Mereka bisa berangkat tanpa masuk daftar tunggu, apalagi menunggu tahunan sebagaimana Haji reguler yang harus menunggu puluhan tahun.
Keinginan berhaji, adalah impian setiap muslim diseluruh dunia. Manfaatnya menyempurnakan Rukun Islam. Dimulai yang pertama syahadat (relatif ringan dilakukan, hanya dengan ucapan), kemudian semakin berat rukun berikut melaksanakan sholat, membayar Zakat sesuai kewajiban dan kekayaan, berpuasa sepanjang Ramadhan sekalipun beban pekerjaan tidak berkurang, dan kelima melaksanakan Ibadah Haji ke Tanah Suci Makkah dan Madinah.
Manfaat lainnya, keyakinan mendapat pahala berlipatganda atas kebaikan yang dilakukan dengan Ikhlas dan ampunan Allah SWT atas segala salah dan khilaf yang dilakukan kepada Sang Pencipta.
Khusus rukun kelima dilaksanakan dengan syarat bagi yang mampu. Mampu disini bukan hanya ada waktu ada uang. Tetapi juga kesiapan fisik dan psikhis yang standarnya adalah Kesehatan.
Mengapa Kesehatan menjadi penting, karena Haji adalah ibadah yang diselenggarakan dengan gerakan dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak yang cukup panjang dan kadang harus bergegas dan diantara keramaian orang yang juga bergegas. selain sholat dan doa. Tempatnya di Arab Saudi yang penuh tantangan, kepadatan manusia dari berbagai wilayah dunia, mencapai 3-4 juta orang, panas matahari yang sering hingga temperature yang sering melampaui 50 derajat Celcius atau 2 kali suhu di Indonesia.
Karenanya sejak 2013 Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) mendorong Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama untuk bersama mencari konsep terintegrasi agar Calon Jamaah Haji Indonesia siap menghadapi “tekanan dan ancaman alam dan manusia” agar tidak terganggu kesehatannya sehingga bisa berakibat terganggunya ibadah. Karena pentingnya Kesehatan, ia masuk dalam kesatuan makna kata Mampu dalam rukun haji.
Pengalaman KPHI, melihat secara langsung banyaknya Jamaah sudah sakit sebelum dan sesudah waktu Wukuf. Rata-rata jamaah Indonesia punya daya tahan sekitar 20 (dua puluh) hari dari 36-40 hari ditanah suci. Sehingga sebahagian (besar) jamaah setelah Wukuf lebih banyak berdiam dan ibadah di kamar-kamar bukan ke Masjid.
Bahkan ada ratusan Jamaah yang harus dalam perawatan di Rumah Sakit Indonesia maupun Rumah Sakit Arab Saudi. Dan ada ratusan pula yang masih dirawat di RS Arab Saudi di Makkah atau Madinah yang tidak ikut dipulangkan karena kondisinya yang tidak memungkinkan dipulangkan bersama Kloter nya kembali ke Indonesia.
Belum lagi ada puluhan orang yang terganggu Psikhisnya, sehingga bagai kehilangan ingatan sehingga harus dirawat di Ruang perawatan Isolasi dan butuh penjagaan khusus.
KPHI menginisiasi Program Istithoah Kesehatan Haji sejak 2013. Berkat dukungan dan kajian bersama Wakil Menteri Agama Prof.DR.KH.Nasaruddin Umar,MA (yang kini Menteri Agama RI) dan Wakil Menteri Kesehatan Prof.Dr. Ali Ghufron Mukti,Ph.D (yang kini Direktur Utama BPJS-Kesehatan). Dan pada tahun 2015 barulah dicapai Kesepakatan dan dibuatkan MoU Menteri Agama
dan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan Istithoah Kesehatan Haji pada 16 Agustus 2015. Dan tahun 2016 mulai diterapkan program Istithoah Kesehatan Haji untuk keberangkatan Haji sejak tahun 2016 hingga kini. Istithoah Kesehatan Haji dimaksudkan untuk memampukan Calon Haji Indonesia dari aspek Kesehatannya, melalui Pemeriksaan Kesehatan rutin setiap waktu yang ditentukan bagi semua Calon Jamaah Haji hingga waktu keberangkatannya tiba.
Kesehatan membuat lancar semua rukun haji selama berada di tanah suci, dan dengan Kesehatan sang Haji ketika pulang ke tanah air dapat menjadi Tauladan bagi keluarga dan Masyarakat sekitarnya sebagai wujud nyata Kemabrurannya sebagai Haji.
KONDISI PERHAJIAN INDONESIA
Data Kemenag RI sebelum keberangkatan Haji tahun 2025, menginformasikan daftar tunggu haji reguler mencapai 4.719.092 orang, sedangkan haji khusus sebanyak 127.257 orang. Dari jumlah antrean tersebut, terdapat 28.726 orang yang sudah pernah berhaji dan ikut antrean haji reguler dan 1.092 di antrean haji khusus.
Pemerintah Arab Saudi menetapkan kuota haji Indonesia setiap tahunnya sebanyak 241.000 calon haji dengan waktu tunggu bervariasi antar wilayah. Waktu tunggu terpendek dari Sulawesi Utara selama 17 tahun, sedangkan yang terlama 39 tahun bagi calon haji dari Kalimantan Selatan. Salah satu penyebab panjangnya waktu tunggu adalah adanya Jamaah yang sudah pernah berhaji sebelumnya.
Kondisi ini menyebabkan usia fisik dan psikhis jamaah semakin menua, yang tentu kondisi Kesehatan menurun dan kekuatannyanya pun terbatas. Ini menyumbangkan angka kesakitan yang tinggi, juga angka kematian.
PERLU EVALUASI ATAS FASILITASI HAJI FURODA
Haji Furoda adalah kesempatan haji diluar kuota normatif Haji Reguler maupun Haji khusus. Haji Furoda kuotanya diberikan oleh Kerajaan Arab Saudi yang sifatnya tidak tetap atau pasti ada setiap tahun. Kadang jamaah ini disebut juga “Jamaah Haji undangan Kerajaan Arab Saudi”. Semua prosesnya diluar sistem normatif Haji Reguler dan Haji Khusus.
Haji Furoda ini tidak serta merta mengurangi daftar tunggu. Dia diluar sistem, ketersediaannya tergantung adanya kuota atas kebaikan Kerajaan Arab Saudi.
Khabarnya ini menjadi “bancakan” yang sifatnya spekulasi. Mengapa, karena prosesnya mudah, tanpa waktu tunggu, asal mampu bayar dan menikmati fasilitas berkelas dengan Visa Mujamalah.
Visa mujamalah adalah hak prerogatif Kerajaan Arab Saudi dan tidak memiliki alokasi kuota pasti setiap tahunnya. Artinya, pihak Arab Saudi memenuhi hak penuh untuk mengubah, menetapkan, dan menyesuaikan kuota yang disediakan dengan satu dan lain hal pertimbangan.
Tahun 2025 ini, terjadi gaduh diakibatkan adanya ribuan Calon jamaah haji batal berangkat, termasuk semua dengan fasilitas Haji Furoda.
Visa Haji termasuk Visa Haji Furoda/Mujamalah yang diterbitkan Pemerintah Arab Saudi sudah ditutup pada pukul 13.50 tanggal 26 Mei 2025. Hingga tanggal tersebut sudah selesai proses Visa untuk 203.320 calon jamaah.
Pembatalan ini berdampak pada calon jamaah haji yang gagal berangkat dan sudah membayar mahal antara 350 juta hingga hampir 1 M.
Kerugian juga terjadi pada pihak travel agency yang jumlahnya sekitar 300 travel. Travel sudah ambil risiko atas Impian dapat kuota Haji Furoda, sehingga semua yang telah mendaftar dipersiapkan Transportasi udara (pp), Akomodasi dll di Makkah, Arofah, Mina, Madinah termasuk sebelum keberangkatan dan ketibaan kembali di Indonesia, semua sudah harus dibayar dimuka, sesuai “ancaman” pengusaha di Arab Saudi yang pegang prinsip kepastian kontrak.
Peristiwa serupa tidak sekali, apalagi saat masa Pandemi Covid-19 hingga tahun 2022 dan 2023. Juga pengalaman Travel lainnya sudah berangkat menuju Arab Saudi, tetapi saat Transit di Abu Dhabi atau di Qatar, mendapat pengumuman dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang membuat larangan masuk ke Arab Saudi. Semua pembayaran Transport dan Akomodasi yang belum digunakan tidak dapat di re-imburse.
Banyak Travel kollaps bahkan tutup dan atau hingga kini berhutang belum terbayar kepada Jamaah maupun kepada Bank. Atau Saldo negatif.
Tentu ini sisi Mudharat dari Impian Haji Furoda.
Pemerintah cq Kementerian Agama tentu berusaha membantu memediasi kerugian para pihak, Jamaah dan Travel. Hal ini belum tentu menyelesaikan karena prosesnya diluar skema Pemerintah. Kegaduhan ini terkesan dapat mengancam reputasi Pemerintah.
PEMERINTAH PERLU AMBIL SIKAP
Saatnya Pemerintah melalui Kementerian Agama mempertimbangkan Kebijakan Haji Furoda yang sesungguhnya tidak masuk dalam wilayah otoritas Pemerintah, kecuali sangat privasi sebagai kebijakan “unpredictable” dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Tugas Pemerintah dalam pengelolaan Urusan Haji (Reguler dan Khusus), sekalipun kegiatannya bersifat tetap dan tahunan, namun banyak faktor risiko yang tersimpan dan sewaktu-waktu menjadi ledakan masalah.
Beberapa masalah yang selalu terjadi mulai dari penyiapan petugas haji dan Kesehatan haji yang butuh keseriusan seperti :
- Rekruitmen (banyak temuan petugas yang dia-dia saja dan petugas kesehatan yang di Arab Saudi masih juga berhaji padahal syaratnya sudah berhaji agar bisa bekerja full untuk pelayanan jamaah).
- Persiapan Calon jamaah haji yang meliputi Latihan manasik haji, penyesuaian suhu dan situasi, istithoah Kesehatan haji yang belum berjalan.
- Jadwal penerbangan dengan “delaying time” yang cukup banyak dan sangat mengganggu, baik keberangkatan maupun kepulangan, termasuk barang.
- Pelayanan selama masa Haji termasuk pembimbingan, Ibadah, Ziarah dan pendampingan saat jamaah sakit dan jamaah lupa jalan pulang karena usia.
- Masih tingginya angka Kesakitan dan Kematian Jemaah haji.
KPHI pernah memberikan saran pada saat Rapat Kordinasi yang diselenggarakan BPK RI, agar jamaah usia lanjut diberangkatkan lebih akhir dan dipulangkan lebih awal, apalagi dengan kondisi fisik yang kurang baik.
Saran lainnya juga disampaikan untuk menggunakan Aplikasi penentu waktu tunggu setiap jamaah saat pendaftaran. Dengan memasukkan data Usia, Ilmu Ibadah dan Data komprehensif Kesehatan, maka Aplikasi akan memberi saran Waktu keberangkatan terbaik bagi Jamaah. Bukan berdasarkan ramainya antrian.
Itulah makna kata Mampu yang sejalan dengan Rukun Haji.
Dengan memperhatikan tugas utama Pemerintah dalam pelayanan Haji, maka sebaiknya Pemerintah up.Kementerian Agama/Badan Penyelenggara
Haji fokus mengurus amanah jamaah untuk mengelola program Haji Reguler dan Khusus dengan semakin baik pada semua indicator kinerjanya
Dan tentu akan semakin baik jika Pemerintah kembali membentuk Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) yang dibubarkan secara akal-akalan melalui perubahan Undang-Undang ditahun 2019 sehingga sejak itu Penyelenggaraan Haji dan Umra tanpa pengawasan publik yang independen dibawah Presiden.
Wassallam Jakarta, 4 Juni 2025
*)Catatan bahagian dari Wawancara Tunggal, Radiotalks Indonesia Menyapa Pagi, RRI Pro-3 FM, Selasa 3 Juni 2025.
*edvj/ pjmi/ wi/ nf/ 060625
Views: 137