
Persoalan macet dijalan tol belum juga selesai, pagi ini untuk kesekian kalinya macet menjadi inspirasi untuk menulis, dalam kemacetan yang melelahkan terpikir untuk mengubah mobil konvensional menjadi otonomos. Mobil tanpa pengemudi yang sudah mulai digunakan dibeberapa negara. Kendaraan ini sepenuhnya dikendalikan dengan tehnologi, sebuah terobosan yang sangat bermanfaat, biar bisa tidur kalau macet. Perkembangan teknologi memang begitu cepat dan tak terelakan, hal ini membawa perubahan dalam masyarakat termasuk di bidang hukum. Akselerasi dalam bidang teknologi sering kali melampaui kemampuan sistem hukum formal untuk mengimbanginya. Fenomena ini menciptakan kesenjangan antara apa yang diatur oleh hukum dan realitas yang terjadi dalam masyarakat modern.
Bapak hukum positif, Hans Kelsen bilang “hukum haruslah bersifat normatif dan sistematis”, tetapi ketika teknologi berubah dengan cepat, hukum yang bersifat normatif dan sistematis seringkali lamban dan tidak mampu mengantisipasi perubahan tersebut secara efektif. Akibatnya, muncul gap antara yang diatur secara hukum dan yang ada dalam masyarakat.
Menggunakan mobil dengan system otonomos memang menjanjikan, hemat tenaga, hemat biaya karena tidak harus membayar supir dan efisien. Namun dalam sudut pandang hukum, terutama terkait dengan tanggung jawab hukum, teknologi terkadang menjadi kendala. Bayangkan ketika kendaraan otonomos ini mengalami kecelakaan, timbul pertanyaan fundamental, siapa yang harus bertanggung jawab secara hukum? Apakah produsen kendaraan, pengembang perangkat lunak, pemilik kendaraan, atau mungkin sistem kecerdasan buatan yang mengendalikan mobil tersebut? Pertanyaan ini menantang prinsip tradisional tentang tanggung jawab hukum yang selama ini mengacu pada tindakan manusia, dan membuka diskusi tentang bagaimana hukum harus beradaptasi dengan kehadiran teknologi yang semakin kompleks.
H.L.A. Hart menjelaskan bahwa penting untuk menekankan hukum sebagai system aturan yang harus dapat mengatur perilaku manusia dan menjamin keadilan. Namun bagaimana hal ini diterapkan ketika aktor utama yang terlibat bukan manusia melainkan mesin dengan kecerdasan buatan? artinya hukum harus menemukan cara baru untuk menyesuaikan diri. Hukum formal yang tertinggal menjadi sulit diterapkan karena tidak relevan, dengan kata lain hukum tidak boleh stagnan, melainkan harus berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi agar tetap relevan, efektif dan bermanfaat.
Fakta yang ditemui sampai dengan hari ini hukum formal selalu tertinggal dibandingkan dengan tehnologi, sehingga kerapkali tehnologi harus mengatur dirinya sendiri. Apakah artinya teknologi kini telah menjadi “hukum baru” dalam masyarakat? Teknologi, khususnya algoritma dan perangkat lunak yang mengatur perilaku sistem seperti mobil otonom, berfungsi sebagai aturan yang mengendalikan interaksi dan keputusan secara otomatis. Dengan kata lain teknologi bisa dianggap sebagai aturan hidup yang mengatur dirinya sendiri yang berimbas pada aturan dalam masyarakat, bahkan hal tersebut saat ini dirasa lebih cepat dan efektif daripada menunggu hukum formal.
Sederhananya perkembangan teknologi mengharuskan hukum formal untuk bertransformasi agar tetap relevan, efektif dan bermanfaat agar mampu mengatur fenomena baru dalam penggunaan teknologi . Jika itu tidak dilakukan, hukum formal akan tertinggal dan mungkin mati suri atau tertidur. Hukum formal yang mati suri atau tertidur, seperti lampu merah di daerah pedalaman yang berfungsi sebagai hukum, namun pada tengah malam dimana kendaraan yang berlalu-lalang sangat jarang, tentu aturan lampu merah tak relevan lagi untuk dipatuhi, bukan karena tak ada hukum, melainkan tak ada manfaat yang didapat ketika hukum dipatuhi.
oleh: Muhidin
Aktivis Muhammadiyah Kabupaten Bekasi
*rabawi/ pjmi/ wi/ nf/ 150825
Views: 15