WARTAIDAMAN.com
Oleh: Noorhalis Majid
Ambin Demokrasi |
Karena kamu arogan, merasa paling berkuasa, paling mampu membeli segalanya, maka kami melawannya dengan mimilih kotak kosong. Kami bukan pecundang, kami bangsa pejuang yang tidak mau tunduk oleh arogansi dan kesombongan, kira-kira demikian semangat yang berkobar di Makassar pada Pilkada 2018.
Waktu itu dalam Pilkada serentak 2018, terdapat 16 calon yang bertarung melawan kotak kosong untuk pemilihan Walikota dan Bupati se Indonesia, yang mana di kota Makassar ternyata masyarakat lebih banyak memilih kotak kosong ketimbang calon tunggal dukungan partai politik, secara otomatis pemenangnya kotak kosong itu sendiri.
Tentu ini kejadian yang sangat memalukan dan mengharukan. Memalukan, karena melawan kotak kosong yang tidak kampanye, tidak punya visi, misi, apalagi program, tidak money politik dan bahkan tidak melakukan apapun, justru kalah. Apalagi melawan yang bisa berbicara, berpikir dan menyatakan pendapatnya, pasti jauh lebih kalah.
Mengharukan, ternyata warga pemilih yang berpikir rasional, berani dan mampu melakukan perlawanan. Menentukan sikap, tidak tunduk pada keangkuhan, dan lebih memilih kotak kosong.
Dengan demikian, jangan anggap remeh kotak kosong. Kalau ada kesombongan yang melampaui batas, hingga tidak memberikan peluang apalagi kesempatan bagi yang lain maju bertarung Pilkada, jangan dikira warga tidak bisa melakukan perlawanan. Perlawanan terakhir yang akan dilakukan adalah mempermalukan dengan memilih kotak kosong.
Apalagi warga yang sadar, cerdas, dengan IPM yang terus meningkat, dan segala informasi yang membuka wawasan, maka bukan mustahil ada gerakan sadar melawan kotak kosong. Bukan tidak suka pada orangnya, tapi bentuk perlawanan terhadap segala yang angkuh, yang dalam bahasa banjar dikategorikan dengan “kapiragahan”.
Tidak ada yang mustahil, termasuk memenangkan kotak kosong, karena hal itu akan menjadi pembelajaran tentang perlawanan terhadap sikap arogansi. (nm)