
Oleh: Muhaimin Abu Kayyis
Pendidikan Islam di Indonesia mengalami tantangan besar, baik dari segi konsep maupun praktik. Ketertinggalannya dibandingkan sistem pendidikan umum telah menjadi perdebatan panjang di kalangan akademisi, praktisi, dan pemangku kebijakan. Bahkan dalam berbagai kebijakan nasional, pendidikan Islam cenderung tidak diutamakan, seakan menjadi subordinat dalam sistem pendidikan nasional.
Untuk memahami dinamika ini, kajian historis menjadi penting. Muhaimin (2004:69) membagi sejarah pendidikan Islam di Indonesia ke dalam dua periode utama:
1. Periode Sebelum Kemerdekaan (1900-1945)
2. Periode Setelah Kemerdekaan (1945-sekarang)
Kajian ini tidak hanya memberikan perspektif historis, tetapi juga membuka mata kita terhadap berbagai tantangan dan peluang dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia.
1. Pendidikan Islam Sebelum Kemerdekaan (1900-1945)
Pada periode ini, pendidikan Islam masih berbasis pesantren, surau, dan madrasah. Sistem ini berkembang secara mandiri di tengah dominasi sistem pendidikan kolonial yang lebih mengutamakan pendidikan berbasis Barat. Para ulama dan cendekiawan Muslim kala itu berjuang untuk mempertahankan eksistensi pendidikan Islam, meskipun akses terhadap pendidikan modern masih sangat terbatas bagi umat Islam.
Upaya pembaharuan mulai muncul dengan berdirinya lembaga-lembaga pendidikan Islam formal seperti Madrasah Diniyah, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Persatuan Islam (Persis) yang berusaha mengadopsi sistem pendidikan modern tanpa meninggalkan nilai-nilai Islam.
2. Pendidikan Islam Setelah Kemerdekaan (1945-sekarang)
Pasca-kemerdekaan, pendidikan Islam mulai mendapat perhatian lebih, terutama dengan masuknya madrasah dalam sistem pendidikan nasional. Namun, tantangan tetap ada. Pendidikan Islam sering dianggap sebagai pendidikan kelas dua dibandingkan sekolah-sekolah umum.
Beberapa kebijakan pemerintah memang mengakomodasi pendidikan Islam, seperti UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang mengakui eksistensi madrasah dan pesantren. Namun, dalam praktiknya, alokasi anggaran, kurikulum, dan fasilitas masih jauh dari kata ideal.
Di sisi lain, ada juga upaya modernisasi pendidikan Islam dengan berdirinya UIN, IAIN, dan STAIN, serta pengembangan pesantren berbasis keterampilan dan teknologi. Sayangnya, belum semua lembaga pendidikan Islam mampu bersaing secara optimal dengan lembaga pendidikan umum yang lebih didukung oleh sistem nasional dan internasional.
Refleksi dan Tantangan
Ketertinggalan pendidikan Islam di Indonesia bukan hanya disebabkan oleh faktor eksternal, tetapi juga oleh faktor internal seperti kurangnya inovasi dalam metode pembelajaran, lemahnya integrasi antara ilmu agama dan sains, serta kurangnya dukungan kebijakan yang berpihak pada pendidikan Islam.
Sebagai bangsa dengan mayoritas Muslim, sudah seharusnya pendidikan Islam menjadi prioritas utama, bukan sekadar pelengkap dalam sistem pendidikan nasional. Revitalisasi pendidikan Islam harus dilakukan melalui reformasi kurikulum, peningkatan kualitas guru, pemanfaatan teknologi, serta sinergi antara lembaga pendidikan Islam dengan dunia industri dan masyarakat luas.
Pemikiran pendidikan Islam di Indonesia harus terus berkembang dan beradaptasi dengan perkembangan zaman. Jangan sampai pendidikan Islam hanya menjadi simbol tanpa substansi. Jika kita ingin melihat kebangkitan peradaban Islam di Indonesia, maka pendidikan Islam harus menjadi ujung tombaknya.
Seperti yang dikatakan dalam buku Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam karya Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, pendidikan Islam harus mampu menjadi solusi bagi permasalahan umat dan membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam moral dan spiritual.
Saatnya kita bergerak! Pendidikan Islam bukan hanya tentang masa lalu, tetapi juga tentang masa depan Indonesia!
ed/ pjmi/ wi/ nf/ 070225
Views: 12