WARTAIDAMAN.com
Oleh: Noorhalis Majid
Ambin Demokrasi |
Pada meja bundar di satu ruangan, beberapa caleg gagal berkumpul tanpa sengaja. Tidak dapat ditolak, terjadilah evaluasi berbagai kegagalan pemenangan pemilu. Semua bercerita terbuka, tentang pemilu curang.
“Tidak menduga, ternyata titik fokusnya bukan pada pemilih, namun penyelenggara. Si A si B, yang unggul dalam perhitungan, mempersiapkan strategi dengan cara menempatkan orang-orang kepercayaan sebagai petugas. Dan petugas tersebut bekerja mencari cara memenangkan, bahkan berani pasang badan menanggung resiko”, kata seorang caleg penuh penyesalan.
Caleg lainnya menimpali, soal penggelembungan suara yang hasilnya mustahil diperoleh, sebab caleg itu tidak dikenal luas. “namanya kurang dikenal, perolehan di TPS pun tidak nampak, namun saat rekapitulasi, perolehannya besar sekali, mengalahkan caleg paling populer. Rupanya ada pergerakan suara oleh tangan-tangan tak terlihat”.
“Tidak penting memelihara konstituen, sebab si X yang setiap resesnya tekun memelihara konstituen, dilupakan oleh gerakan money politik yang datang seketika jelang hari pencoblosan”, sahut caleg yang lain.
“Juga tidak penting kampanye menyapa warga atau pasang baleho. Kalau dapat bertransaksi di petugas, perolehan suara orang lain bisa dipindahkan. Tidak semua partai dan caleg punya saksi. Buktinya banyak petugas berani menjanjikan itu, menawarkan jasanya dengan nilai ratusan juta”, tambah yang lain, sambil minghirup teh di depannya.
“Banyak pelajaran dari proses pemilu ini, terutama bagaimana kecurangan dapat dilakukan. Mesti ada perbaikan di semua lini, dan kecurangan ini mesti diletakan di atas meja untuk bicarakan secara terbuka sebagai evaluasi bersama untuk perbaikan”, kata seorang caleg penuh harapan.
“Mesti mempersiapkan strategi jitu mencegah kecurangan. Sayangnya hanya dapat dilakukan 5 tahun lagi, dan mungkin saja ketika itu keadaannya lebih parah, sebab ada petahana yang nafsu mempertahankan jabatannya”, kata caleg senior, mengakhiri percakapan. (nm)