PILKADA KAUM BORJU

Posted by : wartaidaman 15/08/2024
 
WARTAIDAMAN.com   

 

 

Oleh: Noorhalis Majid  
Ambin Demokrasi |  

 

Pikada itu mestinya sederhana, yaitu membicarakan soal berbagai gagasan cerdas tentang politik keseharian. Tentang sampah yang tidak terkelola dengan baik. Tentang penataan kota dan hunian yang tidak pernah tuntas. Tentang parkir dan tarif IPAL yang tidak partisipatif. Tentang upaya meningkatkan kemampuan UMKM agar geliat ekonomi masyarakat bawah bergerak. Tentang fasilitas pendidikan, kesehatan dan layanan publik lainnya yang memanusiakan manusia.

Tetapi kaum borju membuatnya menjadi tidak sederhana. Kaum borju dalam filsafat Marxis, adalah istilah untuk kelas sosial dari orang-orang yang dicirikan oleh kepemilikan modal dan segala kelakuan komsumtif terkait dengan pertunjukan atas besarnya modal yang dimiliki tersebut, yang dalam bahasa banjar disebut “arai”.

Di tangan kaum borju, Pilkada menjadi tidak sederhana lagi. Tapi berubah gemerlap menjadi sangat mahal, tidak terjangkau. Pilkada itu tentang kemampuan mendatangkan artis-artis ibu kota dengan tarif ratusan juta. Tentang bagi-bagi sembako, uang dan hadiah-hadiah besar yang dikemas dalam berbagai kegiatan happy fun.

Untuk membenarkan kegiatan tersebut, dikampanyekanlah bahwa Pilkada harus menggembirakan, harus happy dan menyenangkan. Karenanya puluhan artis mahal antri tampil di segala panggung besar yang diciptakan. Kelak setelah terpilih, pertunjukkan tersebut tidak akan pernah digelar lagi. Hanya untuk hari ini, dalam rangka menggalang simpatik dan menghipnotis warga.

Tentu tidak dapat dibatasi ulah kaum borju dengan segala pamer kemewahannya. Namun warga dapat membuatnya kembali sederhana, apakah semua kemewahan itu dalam rangka menjawab masalah-masalah kewargaan yang datang setiap hari menghimpit mereka?

Apakah ia relevan dengan harapan perbaikan tata kelola pemerintahan dalam rangka mewujudkan kesejahtraan bersama? Kalau tidak nampak upaya tersebut, yakinlah semua pertunjukan kemewahan kaum borju, hanyalah tipu daya yang menghipnotis, guna pemenangan Pilkada, bukan tentang tawaran gagasan perbaikan kehidupan warga. (nm)

RELATED POSTS
FOLLOW US