Cinta Tanpa Gengsi: Cinta Lima Bersemi Kembali di Rupat

Posted by : wartaidaman 22/07/2025

 

WARTAIDAMAN.com   

 

 

 

Sudah hampir seminggu ini Lima, tidak masuk kerja. Hati Lima rasanya lumpuh. Lima tidak tahu pasti, apa yang akan Lima kerjakan lagi. Semuanya seolah buyar setelah peristiwa itu. Lima sungguh tidak mengerti. Mengapa semua itu bisa terjadi. Sungguh Lima tak pernah patah hati.

Tetapi peristiwa sekali ini, tak bisa lagi membuat Lima tegar. Lima bisa saja, berkarier cemerlang di dunia perusahaan, tapi untuk masalah cinta. Lima betul-betul buta.

Kenalan Lima memang hanya Andro. Begitu Andro lenyap, Lima seperti kehilangan pijakan. Lima begitu mencintai Andro. Lima sudah berharap Andro menjadi surga bagi Lima.

Tetapi Lima harus menghadapi kenyataan. Banyak kawan dan kline Lima berdatangan ke rumah. Apakah sekedar menghibur atau memberikan empati.

Tidak ada satu pun, yang berani memberi saran kepada Lima. Mereka datang ke rumah bercerita yang lucu-lucu. Tidak ada yang sama sekali mencoba menanyakan kepada Lima masalah Andro. Lima sangat terkesan dengan semua orang yang datang ke rumahnya. Tapi mobil Suzuki Ertiga itu, tidak pernah beranjak dari sana.

Lima memang juga perhatian kepada pemilik mobil itu. Tetapi sebatas untuk minum, makan pada saatnya. Pemilik mobil itu, anehnya juga tidak pernah mencoba beraksi. Apakah ingin mencoba menghibur Lima atau bahkan merayu Lima.

Tidak. Pemilik mobil itu, Adhieyasa, hanya selalu didalam mobilnya. Kalau kemudian bicara, karena Lima yang bertanya.

Jangan tanya dia mandi atau tidak dalam seminggu ini. Lima saja tidak pernah kontak yang lain selain hanya menanyakan mau minum apa atau mau makan apa.

Lima merasa bahwa Lima harus berbuat itu. Karena dengan adanya Adhieyasa, disana, Lima merasa aman.

‘Ya. Allah. Mengapa Lima merasa aman, kalau Lima masih melihat mobil Suzuki Eetiga itu ada di sana?’ Pikir Lima.

Tiba-tiba ada notifikasi email dari perusahaan. Lima diminta liburan ke pantai Rupat Utara.

‘Daerah mana itu pantai Rupat Utara. Lima baru saja mendengar nama itu. Destinasi wisata? Tidak salah perusahaan memberi informasi ini? Bukannya destinasi wisata itu Jogja, Bali, Lombok dan lai-lain yang sudah terkenal. Bukan saja sebagai destinasi wisata nasional, tetapi juga destinasi wisata international. Rupat Utara?’ Pikir Lima.

‘Tapi tidak ada salahnya dicoba. Besuk aku akan minta tolong Adhieyasa, untuk mengantar ke bandara. Sungguh tidak sopan, kalau selama seminggu ini, kami hidup berdua, lalu aku ada tugas untuk pergi Rupat Utara, Adhieyasa kutinggal begitu saja.’ Pikir Lima melambung.

‘Hidup berdua. Ah. Pasti aku akan kehilangan kesibukanku seperti hari-hari ini. Walaupun hanya sekedar menawarkan minum, atau makan kepada Adhieyasa.

Ada apa denganmu, Lima? Ingat kau baru saja tertimpa musibah dalam hidup berumah tangga. Jangan lagi kau bermain api!’ Batin Lima membawanya kembali ke bumi.

“Adhie, tolong antar aku ke airport.”

“Baik. Jam berapa kita berangkat?”

“Sekarang atau kamu mau mandi dulu. Bagaimana kalau kamu mandi di masjid dekat sini.”

”Aku sudah mandi Lima. Tapi aku memang tidak pernah pakai semir kalau berdandan. Kau kurang memperhatikanku rupanya, ya?”

‘Berani si Adhieyasa.’ Pikir Lima.

“Baik tunggu sebentar. Kita segera berangkat.”

Lima kembali bingung, mengapa sudah panggilan ke dua masih juga ada penumpang yang ditunggu. Memang kursi sebelahnya masih kosong sih. Tapi Lima segera melupakan hal itu. Lima harus fokus kepada pekerjaan yang harus Lima selesaikan di Rupat Utara. Belum habis Lima berpikir, mengenai pekerjaan misterius Lima di Rupat Utara. Tiba-tiba Adhieyasa, sudah berada di dekatnya.

“Boleh aku duduk di sini?”

“Adhie.”

Tanpa disadari Lima, Lima langsung menggeret tangan Adhieyasa, agar tidak pindah ke tempat duduk lainnya. Setelah itu Lima diam. Lima tidak tahu persis harus bersikap bagaimana dengan Adhieyasa.

Lima pun merasa tidak perlu banyak bertanya, mengapa Adhieyasa dapat duduk di sana. Lima hanya merasa perjalanannya ke Pekanbaru akan terasa nyaman.

Ya. Lima merasa nyaman Adhieyasa duduk di sampingnya. Lima ingat pernah tertidur di pangkuan Adhieyasa dalam perjalanannya dari Babel ke Jakarta. Lima ingin mengulanginya lagi. Lima pun tertidur disamping Adhieyasa.

Sekali ini Lima tidak merasa bermimpi.

Lima sadar kalau Adhieyasa memeluknya. Lima membiarkan hal itu. Toh orang tidak tahu siapa mereka berdua. Tapi Lima hanya diam saja. Lima tidak bicara sepatah kata pun. Perasaan Lima, hanya satu. Lima merasa nyaman Adhieyasa disampingnya. Itulah yang Lima rasakan selama seminggu ini.

Lima yakin Adhieyasa tidak akan mengganggunya. Seminggu cukup bagi Lima untuk dapat percaya kepada Adhieyasa.

Lima pun tidak banyak bertanya ketika kemudian Adhieyasa mengatur segalanya. Lima ingin sekali diatur orang. Lima merasa dengan diatur Adhieyasa, Lima merasa terpandang. Lima diam saja dalam perjalanan. Lima juga tidak banyak bertanya, mengapa kemudian mereka berdua dalam satu Suzuki Ertiga lainnya dari Pekanbaru ke Rupat.

Lima ingin merasakan kenikmatan bersama Adhieyasa tidak cepat berlalu. Meskipun mereka berdua saling membisu. Lima yakin Adhieyasa tidak akan mengganggu.

Ahkirnya mereka berdua sampai Rupat Utara. Lima merasa badannya capek sekali. Lima tanpa bicara sepatah katapun langsung masuk ke kamar.

Lima ingin tidur. Lima ingin bermimpi tidur lagi di panggkuan Adhieyasa. Tapi itu hanya persaan Lima saja.

Lima lihat Adhieyasa sibuk mengatur semuanya. Adhieyasa pun tidak ambil pusing Lima langsung istirahat. Adhieyasa tidak berusaha mencegah Lima. Padahal Lima sangat ingin digoda.

‘Astaghfirullah Lima. Istigfar. Adhieyasa itu siapa. Lima itu siapa. Ayo mimpi saja. Kalau mimpi siapa yang melarang.’ Pikir Lima.

Seolah dalam mimpi, akhirnya Lima ke luar dari kamar tidur. Dalam mimpi itu, Lima merasa sangat ingin bicara dengan Adhieyasa. Lima melihat ada bangunan yang menjorok ke arah perairan. Lima perhatikan dengan seksama, maklum hari sudah malam. Tiba-tiba salah satu orang yang berada di sana menyapa.

“Lima. mari gabung sini.”

Siapa dia kok bisa tahu dan memanggil nama Lima. Kepalanya plontos lagi. Malam malam begini, ada juga orang yang ingin main-main dengan Lima.

Tapi kok ada Adhieyasa di sana. Mereka pun ngobrol dengan akrab. Kalau ada Adhieyasa, Lima merasa aman. Sudah dari kemarin mereka saling diam.

“Ayo kita ke pantai.”

Ajak Adhieyasa kepada Lima. Lima menurut saja, kalau Adieyasa yang mengajak. Lima ingin berdua-dua dengam Adhieyasa. Apalagi di tempat yang tidak dikenal orang. Tapi Adhieyasa mengajak bapak plontos itu.

Namun Lima tidak akan pernah menolak ajakan Adhieyasa. Lima percaya kepada Adhieyasa, lebih dari pada kepada Andro. Pengalaman selama ini, memberikan bukti kepada Lima. Adhieyasa dapat dipercaya.

Tiba-tiba Adhieyasa mengajak Lima duduk. Bapak plontos itu menyertai mereka tanpa banyak bicara. Lima melihat pemandangan di langit. hari tampak sangat cerah, banyak bintang di langit.

Lima merasa mereka menyaksikan Lima bedua dengan Adhieyasa. Lima melihat ke depan. Air laut sangat jauh. Ombak pun tidak membahayakan mereka.

‘Oh indahnya pantai ini.’ Lamun Lima.

Tiba-tiba Lima dikejutkan oleh tarikan tangan Adhieyasa. Sambil berbisik Adhieyasa minta Lima menulis angka.

Lima memandang Adieyasa sejenak. Belum pernah Lima memandang Adhieyasa sedekat ini.

Lima melihat Adhieyasa begitu ganteng. Lima terpana.

‘Ada laki laki seganteng ini berada di dekatku. Terima kasih ya Allah.’ Lamun Lima melambung-lambung.

Adhieyasa tersenyum melihat Lima memandangnya. Kemudian dengan perlahan tangan Adhieyasa membimbing Lima untuk menulis sebuah angka.

Lima menahan tangan Adhieyasa. Akhirnya ke dua tangan mereka berpegangan. Ke dua mata mereka bertemu. Lima terpana dengan pandangan Adhieyasa.

Sambil berbisik lembut, sampai hampir menyentuh muka Adhieyasa, sayup-sayup terdengar Lima berdesis:

“Kamu dulu Adhie.”

Adhieyasa tidak menjawab. Tapi kemudian tangannya menulis suatu angka.

Ya. Angka Lima.

‘Bukankah itu namaku. Adhie. Begitu sayangkah kau pada Lima. Sampai-sampai yang kau ingat dan kau tulis pun angka Lima.’ Lamun Lima semakin melambung.

Tiba-tiba terdengar suara dari langit.

Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah. Kemudian setelah itu, dirikanlah sholat. Berpuasalah di bulan romadhan. Tunaikanlah Zakat dan berangkatlah ke baitullah untuk berhaji, jika sudah mampu.

Lima bergidik mendengarnya. Namun Lima merasa suara itu mengingatkan kepada Lima untuk mempejalari islam kembali. Rukun Islam ada Lima, seperti juga namanya.

Belum genap Lima melamunkan peristiwa yang baru saja terjadi, tiba-tiba pipi Adhieyasa seperti hampir menyentuh pipinya.

Adhieyasa membisikkan sesuatu kepadanya untuk segera menulis angka.
Lima tertegun sejenak. Namun seperti tidak disadari Lima, tangan Lima bergerak, ketika sampai di pasir tidak juga Lima tahu apa yang akan Lima tulis.

Tangan Adhieyasa memegang tangannya yang sudah terkena pasir itu. Lima memandang Adhieyasa. Adhieyasa memandang Lima.

“Ayo tulis ….” bisik Adhieyasa mesra.

‘Ya. Allah. Apakah aku akan menemukan kebahagiaanku lagi.’ Lamun Lima.

LIma menulis angka 6 di samping angka Adieyasa.

“Hebat kamu Lima ….” bisik Adhieyasa.

“Dalam situasi seperti ini, pikiranmu masih teguh dalam pendirian.” Lanjut Adhieyasa.

Lima hanya diam saja. Selama ini memang Lima hanya berserah diri kepada Allah.

Itu angka Iman. Angka 6 menunjukkan iman harus diyakini oleh setiap muslim. Jika seorang sudah dianggap muslim dengan mudah. Karena cukup membaca dua kalimat syhadat. Maka bagi orang yang beriman, bukanlah suatu hal yang mudah. Kualitas keimanan sesorang menunjukkan kualitas keislamnya. Bagi orang yang sangat beriman, maka baginya sesuatu yang terjadi adalah ujian, setiap saat adalah ujian. untuk mencapai derajad yang lebih tinggi lagi.

Hilang keislaman seseorang, kalau dia tidak beriman. Semakin tinggi keimanan seseorang, semakin tinggi pula derajat yang disandangnya. Orang beriman disebut mukmin, sedang orang islam disebut muslim.

Bagi seorang muslim, akan semakin meningkat derajatnya kalau kemudian dapat menjadi mukmin. Sehingga wajar, perintah puasa bukan bagi setiap manusia seperti perintah-perintah yang lainnya, tetapi hanya bagi orang yang beriman.

“Pak Haji, sekarang giliran pak Haji lagi!” seru Adhieyasa.

Lima memandang orang berkepala plontos, yang sejak tadi mengawani mereka.

Sekarang Lima sadar. Mereka tidak boleh hanya berdua-dua. Sungguh aib bagi seorang perempuan, apalagi di tanah orang kalau berdua-dua. Lima kan tadinya hanya merasa ingin berdua dengan Adhieyasa. Lima sekarang menaruh hormat kepada bapak yang kepalanya plontos itu. Apalagi setelah Bapak itu menulis angka 1, di samping angka 6 yang Lima tulis.

Lima berbisik kepada Adhieyasa. Bapak itu ilmunya tinggi.

Adhieyasa tersenyum melihat kelakuan Lima.

“Memang Lima tahu, mengapa bapak plontos itu menulis angka 1?” Tanya Adhieyasa.

“Tahu.” Yakin Lima.

Angka satu menyimbulkan tingkatan pemahaman kehidupan yang lebih tinggi dari pada Iman. Kesatuan gerak dari hidup manusia yang didasari kepada Iman kepada Allah, dan rukun Iman lainnya, yang kemudian tercermin pada sikap dan perbuatan hidupnya dengan mengamalkan Islam secara menyeluruh, akan membawa seseorang kepada sikap Ihsan.

“Mas Adhie, semoga kalian berjodoh. Tumbuhkanlah cinta diantara kalian. Karena alam dan seisinya telah menyaksikan bahwa kalian dapat membebaskan diri dari tarikan nafsu.

Walaupun kalian senetulnya pasti ingin bermesra-mesran berdua.

Tapi itu akan melanggar ketentuan agama. Insya Allah, dengan kalian mengajak saya, maka niat kalian tulus, ingin membina kehidupan yang lebih baik.” Kata orang berkepala plontos itu.

Dar. Tiba tiba ada kilat. Mereka kemudian segera berlarian menuju pantai. Lima asyik bergelantungan ditangan Adhieyasa. Bapak plontos itu dengan tetap tenang berjalan di belakang mereka.

‘Terima kasih Bapak. Cinta Lima telah bersemi kembali di Pantai Rupat. Insya Allah. Amin.’

 

 

oleh: MJK, jurnalis PJMI.

 

 

 

 

 

*mjkr/ pjmi gl/ wi/ nf/ 220725 

 

Views: 31

RELATED POSTS
FOLLOW US

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *