
Bagus Tinukur terjatuh di Madura. Namun dia tidak sadar sedang berada di mana dan lupa akan dirinya. Orang-orang yang menemukan pun menjadi bingung. Namun, mereka tetap mencoba membantu Bagus Tinukur untuk hidup seperti orang normal.
Bagus Tinukur sangat gembira jika mendengar ada orang membaca ayat suci Al-Qur’an. Namun, dia bahkan sulit untuk dapat berbicara. Akhirnya oleh orang-orang di Madura, Bagus Tinukur dibiarkan saja mau berbuat sesuatu. Mereka melihat Bagus Tinukur bukan sebagai orang jahat. Walaupun mereka tidak tahu dari mana Bagus tinukur berasal.
Berbulan-bulan Bagus Tinukur hanya datang dan pergi dari rumah warga yang satu ke warga yang lain. Terkadang Bagus Tinukur tidur di emperan rumah warga. Terkadang dia gembira sekali kalau nonton tv, sehingga yang empunya rumah bingung, kapan tv-nya mau dimatikan. Akhirnya Bagus Tinukur dibiarkan saja nonton tv di rumahnya, sampai dia tertidur di depan tv.
***
“Danang, ada tugas untukmu.” Tiba-tiba Danang mendengar suara seperti suara Nyi Ronggeng, permaisurinya. Namun karena Danang ragu, maka Danang pun diam saja dan tidak melakukan tindakan apa pun.
“Suamiku, apakah kau tidak rindu, kepadaku.” Tiba-tiba suara Nyi Ronggeng itu terdengar semakin jelas.
Danang yang sedang melamun di Istana Matraman Raya, tentu saja kaget mendengar ada suara memanggilnya sebagai suami, perasaan Danang, Dewi Anya sedang menyusui Pangeran Musthofa. Namun, Danang tetap melihat sekeliling barangkali Dewi Anya memang sedang mencarinya. Walaupun begitu tidak ada seorang pun yang ada di sekitar tempat itu. Danang pun kembali melamun.
Tiba-tiba Danang merasa badannya ada yang menarik ke atas, lalu Danang merasa sudah berada di candi tempat bermukimnya Nyi Ronggeng. Tentu saja Danang terkejut. Dilihatnya ke bagian atas candi, memang tampak Nyi Ronggeng yang cantik jelita berada di sana. Danang pun menggigil ketakutan.
“Suamiku, ke sinilah,” seru Nyi Ronggeng.
Danang pun mengikuti perintah Nyi Ronggeng. Kembali asal Danang menginjak tangga batu candi, batu itu kemudian menjadi awan. Namun Danang sudah tahu, kalau dia tidak akan jatuh. Sampai di atas, Danang melihat Nyi Ronggeng yang begitu cantik dengan pakaian sebatas dada yang tidak cukup. Tanpa basa-basi Danang kemudian duduk di kursi bersama Nyi Ronggeng. Danang pun langsung memeluk Nyi Ronggeng.
***
Saat Ki Ageng Batman bersama kedua istrinya serta kedua anaknya sampai di rumah dinas Bupati Kediri Bejo Cinekel. Ki Ageng Batman dan rombongan disambut oleh Putri Selendang Biru. Namun Ki Ageng Batman terkejut karena ternyata Bupati Kediri Bejo Cinekel yang ditujunya untuk menitipkan Jalal dan Tanjung supaya belajar menjadi hafiz Qur’an, belum pulang ke Kediri. Ki Ageng Batman juga kaget ternyata anak angkatnya Raja Slamet dalam keadaan terluka, tetapi ternyata dia baru saja mempunyai anak-anak kecil perempuan dari Mbak Ay Ming dan Miss Tami Zen. Ki Ageng Batman dan rombongan akhirnya tinggal lama di rumah dinas Bupati Kediri Bejo Cinekel, menunggu Bupati Kediri itu pulang.
***
Sementara itu, GaZa yang membawa tubuh Niki yang terkena serangan jarum Putri Ming Nyamat sampailah ke lereng Gunung Slamet. GaZa mencoba mencari salah satu gua yang ada di sana, lalu meletakkan tubuh Niki yang masih pingsan. GaZa tidak tahu cara mengatasi serangan jarum Putri Ming Nyamat pada tubuh Niki. Namun saat GaZa melihat Niki pingsan, GaZa mencoba menggerak-gerakan tubuh Niki. Namun Niki tidak juga bisa siuman.
Akhirnya GaZa pun nekad. GaZa membenturkan dahinya ke dahi Niki. Mendapat benturan dahi GaZa, kontan Niki kaget dan berteriak, terbangun sampai badannya terangkat dari posisi tidur. Saat itulah jarum Putri Ming Nyamat terlepas dari tubuh Niki, tetapi justru menyerang GaZa. GaZa pun dengan cepat mengerahkan ilmu ginkang yang masih dimilikinya untuk menghindar.
“GaZa,” bisik Niki.
“Niki, jangan banyak bergerak. Sebentar kucarikan makanan. Nanti kalau kau sudah merasa kuat, kita cari tempat yang lebih baik,” kata GaZa.
***
Saat Danang terbangun, Danang mendapati dirinya sudah berada di Istana Kerajaan Matraman Raya, bahkan ada Wahyudi di dekatnya. Wahyudi bersama Eyang Putri Biyan memang menunggu mereka merawat Pangeran Musthofa. Bahkan Wahyudi juga menunggu ayahandanya Ustaz Bondan Kaja untuk berguru mengaji.
Namun tiba-tiba Danang ingat sesuatu, lalu mengajak Wahyudi terbang meninggalkan Istana Kerajaan Matraman Raya. Wahyudi yang kebingungan mencoba mengikuti saja saat Danang mengajaknya.
Danang mengerahkan ajian Bandung Bondowoso. Langkah Danang bagai terbang secepat angin.
Walaupun Danang terbang sambil menggendong Wahyudi, tetapi dia tidak merasa berat. Namun Danang heran, badan Wahyudi semakin lama semakin ringan. Danang tidak tahu, jika ia mengerahkan ajian Bandung Bondowoso di dekat Wahyudi, Wahyudi pun akan dapat melakukan hal yang sama.
Di saat Danang terbang membawa Wahyudi yang berat badannya semakin ringan itu, tiba-tiba Danang seperti menabrak sesuatu. Danang yang tadinya saat terbang di langit yang cerah, bagai berjalan di jalan yang mulus, tiba-tiba menabrak awan yang berupa perbukitan, sehingga seperti berjalan di atas jalan yang rusak. Danang pun kaget dan tubuh Wahyudi pun terlepas dari pegangan Danang.
Namun, tubuh Wahyudi tidak jatuh ke tanah, melainkan tetap dapat mengikuti arah Danang terbang. Danang terkejut melihat hal itu, tetapi kemudian ia senang karena ternyata temannya juga mempunyai ajian Bandung Bondowoso seperti dirinya. Ajian Bandung Bondowoso dapat membuat mereka terbang bagai angin.
***
Ada pun Baginda Raja Armanda di Dieng Plato yang selalu menemani Ustaz Bondan Kaja berdoa dan memberikan pengajian kepada masyarakat, tidak henti-henti setiap ada kesempatan selalu berusaha meringankan beban orang lain yang memerlukan. Bantuan tidak selalu berwujud materi, tetapi juga doa-doa selaku umat beragama. Terkadang mencoba memberikan gambaran kepada pihak lain, kalau ada yang mau dan mampu memberikan bantuan.
Putri Pambayun masih sering ribut dengan ulah Baginda Raja Armanda dengan Ustaz Bondan Kaja.
“Namanya orang hilang itu, ya, dicari. Bukan berdoa. Apalagi menolong orang lain,” cerocos Putri Pambayun.
“Pambayun, masih ada telur asin, nggak?” seru Baginda Raja Armanda mengalihkan perhatian keponakannya itu.
“Assalamualaikum.” Tiba-tiba Bupati Kediri Bejo Cinekel juga berkunjung ke tempat Baginda Raja Armanda.
“Waalaikumsalam. Pak Bupati Kediri, rupanya. Masuk-masuk, Ustaz Bondan Kaja juga ada di sini,” sapa Baginda Raja Armanda.
“Alamat tambah satu lagi, pencari orang hilang, nih,” cetus Putri Pambayun.
***
“Katakan pada Pendekar Langit Abu Arang, rencanamu ke depan, Nabilla,” seru Puja, saat mereka berdua sedang melayani Abu Arang yang ingin makan di kedai ‘Dapur Tapan” milik ayah mereka —yang dititipkan kepada Uwa Mukhlis, abang ayah mereka, Sodikin.
Ayah mereka meninggalkan mereka saat mereka masih kecil dan berada di kampung halaman, Surabaya. Uwa Mukhlis bersama istrinya, Hamidah, membesarkan Puja dan Nabilla dengan modal kedai ‘Dapur Tapan’ itu.
“Kak, Puja, bisa saja. Malu dong dengan Pendekar Langit Abu Arang. Masak baru kenal beberapa hari sudah bercerita tentang rencana ke depan,” cerocos Nabilla.
Abu Arang yang melihat kedua gadis itu menyebut namanya, sengaja tidak ingin memberikan reaksi berlebihan. Apalagi rombongan bus orang-orang masjid itu juga makan di ‘Dapur Tapan’. Tentu Abu Arang menjadi tidak enak kalau terlibat pembicaraan pribadi dengan Nabilla. Walaupun dalam hati kecil Abu Arang, dia tertarik kepada Nabilla.
Nabilla adalah gadis berjilbab, yang pertama kali memegang tanggannya, saat Abu Arang akan diserang orang mabuk. Abu Arang terus memperhatikan Nabilla sejak saat itu. Terkadang orang-orang pergi ke tempat lain Abu Arang, nongkrong saja di ‘Dapur Tapan’, sambil mencuri pandang Nabilla yang bekerja di situ.
Namun tanpa disadari Abu Arang, tiba-tiba Danang dan Wahyudi turun dari langit di luar ‘Dapur Tapan’. Kemudian Danang dan Wahyudi pun masuk ke kedai ‘Dapur Tapan”. Danang melihat banyak orang di dalam kedai ‘Dapur Tapan’, dengan bangga dia lalu meperkenalkan diri sebagai Sayidin Panotogomo, Raja Kerajaan Matraman Raya, Danang Pendekar Langit.
“Semua tamu di kedai ini, hari ini saya traktir. Saudara-saudara boleh makan gratis. Saya Sayidin Panotogomo Raja Kerajaan Matraman Raya, Danang Pendekar Langit, sedang bersedekah harta untuk semua warga yang sedang makan di kedai ini,” seru Danang dengan pongah.
Tentu saja orang-orang yang termasuk rombongan bus Abu Arang senang mereka ditraktir orang yang mengaku bernama Danang Pendekar Langit.
“Danang Pendekar Langit!” Spontan mereka meneriakkan nama Danang Pendekar Langit, seolah mereka melupakan Abu Arang Pendekar langit.
Setelah Danang dan Wahyudi memandang sekeliling, Danang melihat Abu Arang berada bersama dua orang gadis berjilbab, Danang pun langsung mendatangi meja mereka dan bergabung.
“Kakang Abu Arang rupanya di sini,” seru Danang.
“Danang, bagaimana kau bisa sampai ke sini?” tanya Abu Arang.
“Ceritanya panjang, Kakang, tapi ngomong-ngomong siapa kedua gadis cantik ini. Bolehkah Danang berkenalan?” seru Danang yang tanpa diminta langsung mengajak Nabilla salaman.
“Namaku Nabilla,” jawab Nabilla, tetapi tidak mau membalas uluran tangan Danang.
“Kenalkan, aku Danang, Sayidin Panotogomo, Raja Kerajaan Matraman Raya dan ini Wahyudi sobatku. Sobat Kakang Abu Arang juga,” jelas Danang.
“Raja? Kerajaan Matraman Raya? Apakah jauh dari Surabaya?” Tiba-tiba tanpa sadar Nabilla berseru.
“Ya. Lumayan jauh, sih. Tapi bagi kami tidak,” seru Danang.
“Maksudnya?” tanya Nabilla heran.
“Nabilla, mengapa kamu bicarakan sesuatu dengan orang baru?’ sergah Puja.
“Maaf, Tuan Raja, kenalkan ini kakakku, Puja. Kak Puja ini Raja Danang,” jawab Nabilla.
“Namaku Wahyudi, sobat Raja Danang, Puja … betulkah itu namamu?” Tiba-tiba Wahyudi menyela.
Melihat Nabilla dan Puja asyik terlibat pembicaraan dengan Danang dan Wahyudi, Abu Arang mendidih darahnya.
‘Mau main rampok saja, ini orang,’ pikir Abu Arang.
oleh: MJK, jurnalis PJMI.
*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 270925
Views: 11