
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Bulan-bulan berlalu penuh penantian, hingga datanglah saat yang berbahagia di tepian Kali Gajah Wong.
“Ki Ageng, Miss Kiara sudah melahirkan bayi laki-laki. Alhamdulillah, ganteng seperti Ki Ageng,” seru Putri Biyan.
“Alhamdulillah, terima kasih, atas karunia-Mu, ya, Allah. Biar kubisikan adzan di telinganya,” seru Ki Ageng Batman.
“Ki Ageng, bagaimana dengan bayiku?” teriak Mbak 00 WeIBe.
“Sabar dulu jeng. Berdoalah, Insya Allah sebentar lagi,” seru Ki Ageng Batman.
Setelah Ki Ageng Batman memperdengarkan suara azan di telinga anak laki-lakinya yang lahir dari rahim Miss Kiara, tidak lama kemudian terdengar suara oek-oek. Rupanya bayi Mbak 00 WeIBe pun lahir, laki-laki juga.
“Ki Ageng, bayiku ganteng, nggak?” tanya Mbak 00 WeIBe.
“Alhamdulillah, ganteng, seperti bapaknya,” jawab Ki Ageng.
‘Kuberi nama apa, kedua anak laki-laki ini, ya?’ pikir Ki Ageng Batman. Ki Ageng Batman pun merenung, sambil senyum-senyum Ki Ageng Batman merencanakan nama untuk kedua anak lelakinya yang lahir hampir bersamaan waktunya. ‘Masya Allah. Sungguh besar nikmat yang Kau berikan kepada hamba-Mu ini,’ batin Ki Ageng Batman.
Namun belum sampai Ki Ageng Batman menemukan nama untuk kedua anak lelakinya, tiba-tiba Putri Biyan mengamit lengannya. Itu salah satu tanda, bahwa Putri Biyan ingin bicara sesuatu kepada dirinya. Istrinya yang satu ini, ingin bicara hanya kepada dirinya saja.
“Ki Ageng, Biyan, ingin berkunjung ke Istana Kerajaan Matraman Raya. Siapa tahu istri Danang, Sayidin Panotogomo, Raja Kerajaan Matraman Raya, Dewi Anya juga sudah akan melahirkan. Kalau boleh Biyan ingin mengajak Wahyudi ke sana. Namun bagaimana memberitahukan kepada Miss Kiara dan Mbak 00 WeIBe?” bisik Putri Biyan sambil memeluk Ki Ageng Batman, sehingga badannya begitu merapat dengan Ki Ageng Batman.
“Aman, aman. Biar nanti Ki Ageng yang menjelaskan kepada mereka berdua,” seru Ki Ageng Batman, seolah ingin segera meningggalkan Putri Biyan, karena Ki Ageng ingin melihat kedua bayi lelakinya.
“Apakah … Biyan cukup pamitan begini saja?” seru Putri Biyan sambil menutup bibir Ki Ageng Batman dengan bibirnya. Ki Ageng Batman pun tidak dapat mengelak lagi. Putri Biyan begitu sigap. Dipeluknya Ki Ageng Batman sampai Ki Ageng Batman tidak dapat bernapas. Akhirnya suami istri itu pun bergumul.
***
“Wahyudi, kau belajarlah mengaji kepada Ustaz Bondan Kaja di Istana Kerajaan Matraman Raya. Bawa serta ibundamu, Putri Biyan. Dia kan dulu juga muridnya, Ustaz Bondan Kaja,” seru Ki Ageng Batman, di antara Miss Kiara dan Mbak 00 WeIBe yang masing-masing sedang tiduran dengan bayi lelakinya di ranjang.
Mendengar kata-kata Ki Ageng Batman kepada Wahyudi, Putri Biyan tersenyum. ‘Alhamdulillah, rencanaku berhasil. Kalau aku harus membantu menangani dua bayi laki-laki itu, enak sekali ibu-ibunya itu,’ pikir Putri Biyan. Namanya juga wanita, walaupun rela dimadu, tetapi terkadang masih juga muncul sesuatu yang tidak enak.
***
“Selamat datang, Bunda Biyan. Terima kasih telah sudi berkunjung ke Istana Kerajaan Matraman Raya. Insya Allah, Dewi Anya tinggal menunggu hari untuk melahirkan bayinya,” sapa Putri Raisa, ketika mengetahui, kalau Putri Biyan datang berkunjung bersama Wahyudi.
“Ini, kami sekalian mengantar Wahyudi, biar dapat belajar mengaji dengan Ustaz Bondan Kaja. Alhamdulillah, kalau bisa menunggui Dewi Anya melahirkan,” seru Putri Biyan.
“Astagfirullah. Ampuni, hamba-Mu, ya Allah.” Tiba-tiba Putri Raisa menangis.
“Raisa ada apa denganmu?” tanya Putri Biyan.
“Ustaz Bondan Kaja, sampai saat ini belum pulang ke istana Kerajaan Matraman Raya, Bunda Biyan,” seru Putri Raisa dengan nada sedih.
“Astagfirullah, maafkan kelancangan Bunda Biyan, Putri Raisa,” seru Putri Biyan.
“Insya Allah, tidak apa-apa, Eyang Putri. Allah Ta’ala biasa membantu orang-orang yang ridho kepada-Nya. Insya Allah, Ayahanda Ustaz Bonda Kaja, termasuk orang-orang yang beruntung. Aamiin.” tiba-tiba Danang, Sayidin Panotogomo muncul menemui Putri Biyan dan Wahyudi.
“Wahyudi, apa kabar?” sapa Danang.
“Alhamdulillah, baik, Kanda Danang. Bagaimana dengan Kakang Abu Arang dan Bagus Tinukur?” jawab Wahyudi sambil bertanya.
“Aku juga tidak tahu tentang hal itu, Wahyudi,” jawab Danang dengan nada agak keras. Wahyudi pun tidak melanjutkan pertanyaannya tentang kedua kakangnya itu, teringat peristiwa pertempuran Punung yang terjadi antara Danang dengan Raja Slamet gara-gara membahas tentang Abu Arang.
“Apakah Paman Pujangga Halim dan Bunda Lilik sudah tahu kalau Ustaz Bondan Kaja belum juga pulang?” tanya Putri Biyan.
“Sudah Bunda, tapi beliau juga tidak tahu, cara mencari Ustaz Bondan Kaja. Bisa jadi Ustaz Bondan Kaja, masih berusaha mencari Arang Abu dan Bagus Tinukur bersama Bupati Bejo Cinekel. Raisa, tidak ingin membuat repot Ayahanda Pujangga Halim dan Bunda Lilik, Bunda Biyan,” jelas Putri Raisa.
“Paduka, Dewi Anya telah melahirkan seorang putra.” Tiba-tiba ada emban istana yang memberikan laporan.
“Alhamdulillah. Terima kasih, ya, Allah,” seru Danang.
“Alhamdulillah,” seru Putri Raisa, Putri Biyan dan Wahyudi hampir bersamaan.
***
“Siapa nama anak-anak kita Ki Ageng?” tanya Mbak 00 WeIBe dan Miss Kiara kompak.
“Jalal, untuk anak Miss Kiara,” jawab Ki Ageng Batman.
“Lalu untuk anak lelaki yang ganteng ini, namanya siapa, Ki Ageng?” tambah Mbak 00 WeIBe.
“Tanjung,” seru Ki Ageng Batman.
“Aduh, dia menggigit keras sekali Ki Ageng,” seru Mbak 00 WeIBe.
“Jalal, bagaimana Miss Kiara,” tanya Ki Ageng Batman.
“ASI-ku kurang bagus, Ki Ageng,” balas Miss Kiara.
“Pasti bau rokok!” seru Mbak 00 WeIBe.
“Bawa sini, biar kususui, si Jalal,” seru Mbak 00 WeIBe.
“Miss Kiara, Sayangku, biar Jalal Ki Ageng gendongkan ke Mbak 00 WeIBe,” bisik Ki Ageng Batman.
“Boleh, tapi habis itu Ki Ageng temani Kiara, ya. Kiara nggak mau bengong sendiri,” kata Miss Kiara.
“Oke Oce. Insya Allah Aamiin. Jalal, sini ikut Bapak, nanti Jalal minum yang puas sama Bunda 00 WeIBe,” bisik Ki Ageng Batman.
“Jalal, sini, Sayang. Minum sama Bunda WeIBe yang puas, ya. Tapi jangan kau dorong-dorong Tanjung. Awas kalau kamu nakal nanti,” seru Mbak 00 WeIBe, sambil menerima Jalal dari gendongan Ki Ageng Batman dengan ikhlas.
***
“Ayu, sampaikan kepada Mbak Ay Ming, anakku sudah mau lahir!” teriak Miss Tami Zen.
“Baik, Miss Tami, Ayu akan segera sampaikan, tapi Bunda Ay sedang tiduran dengan Ayahanda Raja Slamet, bagaimana?” jawab Putri Selendang Biru.
“Ketuk saja saja pintu kamar itu, sambil teriakan sedikit, kalau aku sudah mau melahirkan. Raja Slamet walaupun belum sembuh betul, kan masih dapat mendengar suaramu,” seru Miss Tami Zen.
“Baik, Miss Tami. Ayu, siap laksanakan,” kata Putri Selendang Biru.
Putri Selendang Biru pun berjalan ke arah pintu kamar yang sebetulnya juga tidak terkunci. Namun karena Mbak Ay Ming dan Raja Slamet adalah mertuanya yang sedang tiduran berdua di dalam kamar itu, tentu saja Putri Selendang Biru sebagai menantu, tidak enak hati, mau masuk ke kamar itu.
“Bunda Ay, kata Miss Tami, sebentar lagi beliau akan melahirkan,” bisik Putri Selendang Biru, setelah mengetuk pintu terlebih dahulu.
“Ayu,” balas Mbak Ay Ming dari dalam.
“Bunda sudah nggak kuat lagi ini, Bunda akan segera melahirkan bayi lagi. Masuklah Ayu, segera tolong Bunda,” teriak Mbak Ay Ming.
Sejenak Ayu bingung, mana yang harus dia dahulukan. Bunda Ay Ming, ibu mertua. Miss Tami Zen mantan bos. Namun, karena Mbak Ay Ming yang berteriak lebih keras, Ayu akhirnya memberanikan diri masuk ke kamar kedua mertuanya.
***
Raja Slamet termenung melihat kedua istrinya masing-masing melahirkan seorang bayi perempuan.
“Alhamdulillah,” seru Raja Slamet, yang masih merasa lemah. Dampak buruk pukulan aji Bandung Bondowoso dari Danang, masih terasa. Walaupun sudah berbulan, tetapi Raja Slamet belum dapat kuat berdiri.
“Ayu, tolong beritahu Bunda Ay Ming, putriku akan kuberi nama Putri Juwita,” seru Raja Slamet.
“Ada pun untuk Miss Tami Zen, putriku kuberi nama Putri Lousina,” tambah Raja Slamet.
***
“Paduka, apa nama yang Paduka berikan untuk putra kita,” tanya Dewi Anya.
“Musthofa,” jawab Danang. Sayidin Panotogomo, Raja Matraman Raya dengan mantap.
“Kalau gelar untuk putramu Musthofa, apa dong?” desak Dewi Anya.
“Pangeran,” sabda Danang.
“Pangeran? Bukan Pangeran Pati, Paduka?” seru Dewi Anya, harap-harap cemas.
Sebab kalau gelarnya Pangeran Pati, berarti Musthofa akan langsung menjadi penerus tahta Kerajaan Matraman Raya.
“Pangeran Musthofa. Panggilan yang mantap, Dewi Anya,” tegas Danang.
Lahirnya seorang lelaki dari keturunannya memang bagai bersinarnya masa depan. Hadirnya keturunan laki-laki dari seorang raja Kerajaan Matraman Raya dapat menjadi penerus tahta. Danang tahu bahwa gelar Pangeran Pati hanya untuk putra yang lahir dari Permaisuri. Sementara Dewi Anya bukan Permaisuri Kerajaan Matraman Raya, karena Permaisuri Kerajaan Matraman Raya adalah Nyi Ronggeng.
oleh: MJK, jurnalis PJMI.
*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 230925
Views: 11