
Mendengar suara yang menggelegar di langit Tanah Perdikan Malembang di tepian Kali Gajah Wong, di sekitar rumahnya itu, Ki Ageng Batman terkejut.
“Min, apa yang terjadi di luar sana?” tanya Ki Ageng Batman.
“Tidak tahu, Ki Ageng,” jawab Dusmin.
Akan tetapi yang terkejut sebetulnya bukan hanya Ki Ageng Batman, melainkan ketiga tamunya, Raja Slamet, Bupati Bejo Cinekel dan ustaz Bondan Kaja. Ketiga tokoh tersebut merasakan ajian Seribu Bulan, Mendung Pembawa Hujan dan Penangkap Petir sedang dipraktekkan oleh anak mereka masing-masing. Tentu Raja Slamet yang paling terkejut dan khawatir akan mendapat marah lagi dari Ki Ageng Batman. Raja Slamet pun langsung terbang melesat ke luar mendahului yang lain, untuk memastikan keadaan Abu Arang.
“Abu Arang!” teriak Raja Slamet.
“Bagus Tinukur!” teriak Bupati Bejo Cinekel yang juga langsung megikuti Raja Slamet.
“Danang, Paduka Raja, ada apa?” seru Ustaz Bondan Kaja.
Alangkah terkejutnya mereka yang berada di rumah Ki Ageng Batman, menyaksikan bahwa ketiga pemuda itu, sudah terlempar ke langit dan belum tahu arah jatuhnya. Ki Ageng Batman hanya tertegun melihat itu semua terjadi di langit atas rumahnya.
Tanpa ia sadari, Putri Biyan sudah berlari mendekat bersama Wahyudi.
“Ki Ageng ada apa ini?” teriak Putri Biyan langsung memeluk Ki Ageng Batman.
“Tiga Pendekar Langit!” teriak Wahyudi di samping Putri Biyan.
Begitu melihat putra tunggalnya bersama Putri Biyan, maka Ki Ageng Batman, langsung memeluk tubuh Wahyudi.
“Alhamdulillah, anakku masih ada di sini,” teriak Ki Ageng Batman gembira.
Belum sempat orang-orang di Tanah Perdikan Malembang di tepian Kali Gajah Wong menyadari yang terjadi dengan Abu Arang, Bagus Tinukur dan Danang, Sayidin Panotogomo —Raja Kerajaaan Matraman Raya— di langit, tiba-tiba meluncurlah sebuah permadani di atas langit sambil terdengar suara, “Hutan Mantingan!”
“Itu Mbah Kikuk dan Panembahan Jati,” seru Raja Slamet.
“Mari kita ikuti mereka,” tambah Raja Slamet.
“Ke mana, Ayahanda?” tanya Bupati Bejo Cinekel.
“Ke Hutan Mantingan!” jelas Raja Slamet yang segera terbang mengikuti arah Permadani yang membawa Mbah Kikuk dan Panembahan Jati.
Rupanya Mbah Kikuk sedang berkunjung ke rumah Panembahan Jati di Kota Gede, dekat Kali Gajah Wong juga. Begitu melihat situasi langit di atas tepian Kali Gajah Wong tidak beres, mereka segera terbang dengan permadani untuk melihat yang terjadi. Hal itu membuat mereka berdua dapat memberi tahu arah terbangnya ketiga pemuda itu.
Ada pun Ustaz Bondan Kaja mendengar pembicaraan Raja Slamet dan Bupati Bejo Cinekel, segera minta izin kepada Ki Ageng Batman untuk mengikuti Raja Slamet dan Bupati Bejo Cinekel.
“Ki Ageng, Bondan Kaja mohon izin,” seru Ustaz Bondan Kaja.
“Anakku Slamet di mana, Ki Ageng?” seru Mbak 00 WeIBe tiba-tiba dan mengejutkan Ki Ageng Batman.
“Tadi … terbang … ke Hutan Mantingan,” jawab Ki Ageng Batman.
“Kok Ki Ageng biarkan Slamet pergi begitu saja, tanpa menemui aku dulu, Ki Ageng!” seru Mbak 00 WeIBe.
“Sudah-sudah, ke mana mereka pergi, Ki Ageng?” tanya Miss Kiara menengahi.
“Ke hutan Mantingan,” jawab Ki Ageng Batman.
“Ayo kita susul mereka, Ki Ageng,” pinta Miss Kiara sambil menuju Perahu Surya milik Ki Ageng Batman, diikuti Mbak 00 WeIBe dan Ki Ageng Batman.
“Min, jaga Wahyudi baik-baik!” seru Ki Ageng Batman.
“Dinda Biyan, Kanda pergi menyusul Slamet,” tambah Ki Ageng Batman pamit kepada istrinya.
Tak lupa Ki Ageng Batman menitipkan Putri Biyan kepada Putri Raisa yang merupakan mantan menantu Putri Biyan.
“Ijah, nggak sekalian dipamiti Ki Ageng?” seru Mbak 00 WeIBe jengkel melihat Ki Ageng tidak segera naik ke Perahu Surya.
“Oke. Kita berangkat. La haula wala quwwata illa billah,” seru Miss Kiara.
***
Ada pun tubuh Abu Arang, Bagus Tinukur dan Danang, Sayidin Panotogomo, Raja Kerajaan Matraman Raya, yang terlempar jauh karena saling membenturnya ajian Seribu Bulan Abu Arang, Mendung Pembawa Hujan Bagus Tinukur dan Penangkap Petir Danang, Sayidin Panotogomo, terjatuh di Hutan Mantingan Jawa Timur. Hutan Mantingan yang konon tempat pertempuran terakhir pasukan Raden Patah dan Raja Brawijaya Majapahit, menjadi kuburan massal tanpa liang. Banyak orang percaya kalau di Hutan Mantingan hantu-hantu suka berkeliaran.
Abu Arang sedikit sadar, di depannya berdiri sosok yang mengerikan. Ada makhluk yang begitu besar tanpa kepala. Abu Arang merinding melihat makhluk yang mengerikan itu. Namun sebelum Abu Arang dapat berbuat sesuatu, tiba-tiba makhluk itu berkata, “Hai, anak muda. Siapa namamu?”
“Abu … Arang,” jawabnya.
“Mengapa kau terlempar ke sini? Apa yang kau inginkan?” tanya makhluk itu lagi.
“Aku ingin menjadi jihader, pembela kebenaran, untuk melawan kezaliman di muka bumi,” seru Abu Arang nekad.
“Baik, akan kubuat engkau menjadi Jihader. Asal kau selalu mengikuti kemauanku!” kata makhluk itu.
“Maksudmu?” tanya Abu Arang mulai berani.
“Jangan banyak tanya! Kalau kau mau jawab mau, maka kau akan menjadi Jihader, tapi kalau nggak mau, maka akan kulempar kau ke tempat yang tidak kau ketahui, sehingga kau sulit untuk kembali ke tempat ini. Jawab. Mau tidak?!” seru makhluk itu.
Abu Arang terkesiap mendengar kata-kata mahkluk yang mengerikan itu.
Namun belum sempat Abu Arang menjawab, tahu-tahu tubuh Abu Arang sudah terlempar lagi ke langit.
Di tempat lain, Bagus Tinukur tersadar karena digoyang-goyang oleh makhluk tampan, yang berdiri tanpa kaki. Belum sempat Bagus Tinukur bertanya, tahu-tahu makhluk tampan itu sudah bertanya lebih dulu, “Hai, anak muda. Siapa namamu?”
“Bagus .. Tinukur,” jawabnya.
“Mengapa kau terlempar ke sini? Apa yang kau inginkan?” tanya makhluk itu lagi.
“Aku ingin menjadi hafiz Qur’an, yang banyak diikuti orang-orang,” seru Bagus Tinukur gagah.
“Baik, akan kubuat engkau menjadi hafiz Qur’an. Asal kau selalu mengikuti kemauanku!” kata makhluk itu.
“Maksudmu?” tanya Bagus Tinukur heran.
“Jangan banyak tanya! Kalau kau mau jawab mau, maka kau akan menjadi hafiz Qur’an, tapi kalau nggak mau, maka akan kulempar kau ke tempat yang tidak kau ketahui, sehingga kau sulit untuk kembali ke tempat ini. Jawab. Mau tidak?!” seru makhluk itu.
“Mau … mau,” seru Bagus Tinukur dengan gugup.
“Karena kau ragu, rasakan dulu kehebatanku!” seru makhluk itu.
Bagus Tinukur pun merasakan tubuhnya seperti dilempar ke udara.
oleh: MJK, jurnalis PJMI.
*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 170925
Views: 24