Tiga Pendekar Langit _Kerusakan di Muka Bumi_

Posted by : wartaidaman 21/09/2025
 
WARTAIDAMAN.com 

 

 

Saat Mbah Kikuk dan Panembahan Jati sampai di hutan Mantingan, mereka sibuk mencari tempat jatuhnya ketiga pemudayang sedang mereka cari. Namun mereka sulit menemukan ketiga pemuda itu.

“Tadi kelihatannya, mereka jatuh di sekitar sini Panembahan,” seru Mbah Kikuk.

Panembahan Jati diam saja, tidak menjawab pernyataan Mbah Kikuk. Melihat hal itu, Mbah Kikuk jadi penasaran, lalu kembali menyeru sahabatnya itu.

“Coba Panembahan bau, barangkali aroma tubuh ketiga pemuda itu, dapat Panembahan cium. Dengan demikian, Panembahan dapat menemukan ketiga pemuda itu,” tambah Mbah Kikuk.
Panembahan Jati masih diam saja. Mbah Kikuk agak jengkel melihat Panembahan Jati yang tidak merespon pertanyaannya, tetapi justru diam seribu bahasa. Akhirnya Mbah Kikuk merogoh saku bajunya, lalu mengeluarkan bungkusan kecil dari sana.

“Kalau ini bau apa, Panembahan?” tanya Mbah Kikuk.

“Kopi, itu Mbah.” Tiba-tiba Panembahan Jati menjawab.

“Berarti Panembahan masih belum kena covid!” kata Mbah Kikuk.

“Ada yang aneh, Mbah,” seru Panembahan Jati.

“Apa yang aneh, Panembahan?” tiba-tiba Raja Slamet sudah berada di dekat kedua tokoh sakti itu dan mendengar kata-kata yang baru diucapkan Panembahan Jati.

“Oh, Baginda Raja Slamet. Selamat datang. Maaf tidak ada penyambutan khusus dari kami berdua,” seru Panembahan Jati.

“Panembahan ada-ada saja, saya kan sudah tidak lagi menjadi raja. Lagian di Hutan Mantingan begini, tidak perlu ada sambutan khusus. Saya dapat menemukan Panembahan dan Mbah saja sudah bersyukur,” jelas Raja Slamet.

“Bagaimana dengan anak saya, si Abu Arang? Di mana dia sekarang?” tanya Raja Slamet, tiba-tiba teringat akan tujuannya datang ke Hutan Mantingan.
Panembahan Jati menghela napas panjang.

“Ada yang aneh di sini,” kata Panembahan Jati.

“Ayahanda, apakah Bagus Tinukur sudah ditemukan?” Tiba-tiba Bupati Bejo Cinekel pun datang bergabung dan langsung menanyakan anaknya.

“Paduka Baginda Raja Slamet, bagaimana kondisi Danang?” tanya Ustaz Bondan Kaja yang juga bersamaan dengan Bupati Bejo Cinekel.

“Panembahan dan Mbah yang lebih dahulu sampai di sini. Kita berharap beliau berdua dapat membantu kita menemukan anak-anak kita,” kata Raja Slamet.

“Jangan ganggu Panembahan, kalau sedang begitu!” seru Mbah Kikuk.

Mendengar peringatan Mbah Kikuk, maka Raja Slamet, Bupati Bejo Cinekel dan ustaz Bondan Kaja pun terdiam.

Mereka bertiga menghormati kedua tokoh sakti itu. Namun mereka heran, Panembahan Jati seperti tidak berada dalam kesadaran penuh.

“Ada yang aneh.” Begitu kata Panembahan Jati berulang-ulang.

Raja Slamet mulai gelisah melihat ulah Panembahan Jati yang tidak jelas.

Sementara di daerah itu, Raja Slamet juga tidak menemukan tubuh Abu Arang. Melihat ulah Panembahan Jati yang tidak jelas dan tidak membawa hasil, Raja Slamet lalu berinisiatif meminta izin kepada kedua tokoh sakti itu, untuk membuka Hutan Mantingan.

“Mohon izin Panembahan dan Mbah, saya akan membuka Hutan Mantingan untuk mencari Abu Arang,” seru Raja Slamet, sambil mengerahkan Ajian Seribu Bulan.

Sontak areal hutan yang tersibak tangan Raja Slamet langsung pohon-pohonnya bertumbangan. Bupati Bejo Cinekel pun tidak kalah sigap. Beliau langsung mengerahkan Mendung Pembawa Hujan. Setiap lokasi pepohonan yang bertumbangan, langsung terguyur hujan. Ustaz Bondan Kaja tidak mau kalah gesit, Ajian Penangkap Petir pun dilontarkannya. Bagian hutan yang belum tumbang tiba-tiba terbakar petir.

Begitu berkali-kali ketiga tokoh sakti ini, bekerja sama membuka hutan Mantingan. Ajian Seribu Bulan Raja Slamet selain menumbangkan pepohonan yang sudah terbakar petir Ustaz Bondan Kaja, juga mendorong pepohonan yang terguyur hujan karena Ajian Mendung Pembawa Hujan Bupati Bejo Cinekel, sehingga pepohonan itu menjadi menjadi air bah turun ke lembah yang lebih rendah. Dalam waktu singkat bagian hutan Mantingan pun sudah terbuka. Namun mereka terkejut, karena mereka tidak juga menemukan tubuh Abu Arang, Bagus Tinukur maupun Danang.

“Gegabah!” seru Panembahan Jati.

“Maksud Panembahan?” tanya Raja Slamet.

“Tindakan kalian ini, bukan saja menimbulkan kerusakan di muka bumi karena merusak lingkungan, tetapi juga membahayakan ketiga pemuda itu. Kalau saja tubuh mereka bertiga berada dalam hutan yang kalian rusak dan hanyutkan tadi, bagaimana?” sergah Panembahan Jati.

“Astagfirullah. Ampuni kami, ya. Allah.” Ustaz Bondan Kaja langsung menyadari kesalahannya.

“Astagfirullah,” seru Bupati Bejo Cinekel.

“Astagfirullah,” Seru Raja Slamet, sambil menggerak-gerakkan kedua tangannnya ke depan. Terkejut mendengar peringatan Panembahan Jati.
***

Di tempat lain Danang —Sayidin Panotogomo Raja Kerajaan Matraman Raya— saat jatuh di hutan Mantingan merasa ada tangan yang mengangkat dirinya, lalu dia didudukkan di sebuah komplek bangunan candi. Hari mulai malam, tetapi di kegelapan malam itu, Danang melihat ada sebuah wajah yang cantik jelita berada di dalam sebuah candi. Tentu saja Danang terpesona dengan wajah cantik itu.

Pandangannya bagai tak bisa lepas dari wajah cantik yang berada di dalam candi meskipun untuk mendekatinya harus menaiki tangga.

“Danang, Rajaku, kemarilah, Ganteng,” seru makhluk yang berwajah cantik tersebut.

Tentu saja Danang terkejut, saat makhluk berwajah cantik itu menyebut namanya.

“Kau–kau … siapa?” tanya Danang.

“Aku akan menjadi permaisurimu, jika kau mau mengikuti perintahku, Danang,” kata makhluk berwajah cantik di dalam candi, di atas sana.

Danang dibuat terpukau oleh makhluk itu. Danang tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Pemuda itu hanya dapat memandang makhluk berwajah cantik di bawah sinar rembulan itu.
“Apa … yang harus … kulakukan?” tanya Danang tergagap-gagap.

“Danang ….” Tiba-tiba terdengar suara Putri Raisa memanggil. Namun, wajah Putri Raisa tertutup kabut karena ternyata Danang tidak lagi menginjak tanah begitu mendengar suara panggilan ibundanya.

Saat itu di Tanah Perdikan Malembang, Putri Raisa memang sedang bermimpi melihat Danang terbang di udara dan jauh dari jangkauan Putri Raisa. Putri Raisa pun kaget melihat situasi dan kondisi Danang yang aneh, sehingga Putri Raisa berteriak.
***

Sementara begitu mendengar kata-kata Panembahan Jati bahwa anaknya bisa jadi masuk ke gelontoran banjir bandang pepohonan yang turun ke lembah, Raja Slamet langsung terbang mengikuti arah gelontoran banjir bandang dengan mengerahkan ilmu ginkangnya untuk mencari tubuh Abu Arang.

Bupati Bejo Cinekel dan Ustaz Bondan Kaja juga dengan segera mengikuti langkah Raja Slamet. Namun apa daya, mereka bertiga tidak juga dapat menemukan tubuh anak mereka masing-masing.

Begitu sampai lembah di antara tumpukan banjir bandang kayu pepohonan, mereka berteriak-teriak memanggil nama anak mereka masing-masing. Namun tetap tidak ada jawaban. Akhirnya mereka bertiga menuju ke tempat Panembahan jati dan Mbah Kikuk.

“Para pemuda itu tidak di sana!” seru Panembahan Jati.

“Jadi di mana mereka Panembahan?” tanya Mbah Kikuk.

“Sulit untuk menemukan mereka kembali. Orang-orang ini tidak sabar menunggu usaha saya, Mbah. Mereka bahkan sudah melakukan kerusakan di muka bumi!” seru Panembahan Jati.

 

 

oleh: MJK, jurnalis PJMI.

 

 

 

 

 

*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 200925

 

Views: 11

RELATED POSTS
FOLLOW US

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *