
Berita aksi Abu Arang di rumah Herman, memang membuat orang jadi segan dengan Abu Arang. Namun, mereka banyak yang tidak percaya karena banyak juga yang membiarkan Abu Arang tidur di masjid. Mereka juga membiarkan Abu Arang membersihkan masjid. Walaupun mereka ada yang masih was-was, jangan-jangan kalau yang sering mencuri uang di kotak amal masjid itu justru Abu Arang. Tentu saja mereka akan kesulitan mencegahnya.
Mas Broto-lah yang selalu membantu Abu Arang, tanpa banyak bicara. Mas Broto juga tidak banyak bertanya tentang Abu Arang. Namun, Mas Broto selalu menawarkan makan kepada Abu Arang. Baik itu sarapan, makan siang bahkan makan malam. Mas Broto-lah yang paling perhatian kepada Abu Arang. Berbulan sejak Abu Arang sering tidur di masjid dan ikut membersihkan masjid, ternyata uang di kotak amal masjid tidak pernah hilang. Orang-orang pun mulai berpikir, bahwa bukan Abu Arang-lah yang mencuri uang kotak amal di masjid.
Suatu hari Herman mengendap-endap di masjid. Saat Herman melihat Abu Arang tidur nyenyak, maka Herman pun beraksi. Herman sudah kehabisan dana persediaan, sehingga dia nekad datang juga. Padahal Herman tahu kalau Abu Arang ada di sana. Namun, kelihatannya Herman sudah lama mengamati kegiatan Abu Arang. Herman tahu pada saat saat tertentu Abu Arang tertidur kelaparan. Herman sering melihat Abu Arang tidur sambil membolak-balikan badan, terkadang kedua tangannya ditangkupkan ke perut.
Hari itu Herman sengaja pergi ke masjid memakai sarung supaya tampak kalau memang mau pergi salat. Lagian kalau mau lari pun, Herman tinggal mengangkat sarung itu dengan kedua tangannya. Herman pun dengan cepat mengambil uang di kotak amal masjid. Gembok pengaman pun diatasinya dengan obeng. Memang agak lama, tetapi biar tidak begitu berisik. Begitu kotak amal masjid sudah terbuka, Herman pun mengambil uang itu, lalu diselipkannya di cd. Namun karena Herman takut Abu Arang bangun, uang itu tidak diselipkannya sampai ke dalam cd. Sebagian besar justru lebih banyak yang masih berada di luar cd.
Pada saat Herman sedang asyik memasukkan uang kotak amal masjid ke cd, tiba-tiba tanpa disadari oleh Herman, sarungnya melorot. Rupanya Abu Arang membalikkan badan sambil menggerakkan kedua tangan, untuk menangkupkan ke perut. Herman yang melihat hal itu terkejut. Herman pun baru sadar kalau sarungnya telah melorot. Setelah sarung itu jatuh ke lantai masjid, kontan Herman mengangkat sarung dengan kedua tangannya, lalu lari ke luar masjid. Karena uang kas masjid tadi tidak sempat dilesakkannya ke dalam cd semuanya, maka pada saat Herman lari, uang itu pun berjatuhan di jalan, bahkan ada yang sampai menuju ke arah rumah Herman.
Abu Arang tersenyum melihat ulah Herman. ‘Amar makruf, nahi munkar,’ pikir Abu Bakar.
“Namun sayangnya, terkadang saat ini justru banyak yang amar ma’ruf amien munkar,” desis Abu Arang sambil melanjutkan memejamkan matanya. Hari belum lagi masuk waktu Zuhur, dengan kondisi perut lapar Abu Arang memilih kembali tidur.
Saat waktu Zuhur sudah mau masuk, barulah orang-orang yang datang ke masjid heboh. Ada uang yang berceceran di jalan dan kotak amal masjid pun kembali ada yang membongkar. Akhirnya uang yang berceceran itu pun dipunguti oleh orang-orang. Namun orang-orang tidak ada yang berani lagi menuduh Abu Arang sebagai pelakunya. Apalagi Abu Arang saat mereka lihat masih tidur di masjid. Herman yang pernah menuduh bahkan dengan paksa akan melucuti Abu Arang pun tidak datang ke masjid. Sementara Mas Broto tidak bereaksi atas kejadian tersebut.
“Habis sholat Dhuhur, nanti langsung ke rumah, ya, Abu,” seru Mas Broto kepada Abu Arang.
Abu Arang hanya mengangguk tanda setuju. Namun tiba-tiba datang salah seorang pengurus masjid berseru, “Uang yang tercecer di jalan tadi jumlahnya, tidak sama dengan jumlah yang biasa ada di kotak amal masjid pada minggu ini. Kurang dari biasanya.”
“Jadikan itu catatan,” seru Mas Broto, tidak ingin memperpanjang masalah.
***
Suatu hari datang seorang putri cantik turun dari langit ke halaman rumah dinas Bupati Kediri. Kedatangan putri itu membuat Putri Selendang Biru, Ayu, siaga. Ayu, tidak ingin situasi rumah dinas bupati Kediri yang sedang berbahagia karena kelahiran Putri Juwita dan Putri Lousina terganggu pihak luar. Namun karena Putri cantik yang turun dari langit tersebut tidak menunjukkan wajah bermusuhan, sebagai tuan rumah, Putri Selendang Biru tentu saja menyambutnya dengan baik, walaupun tetap waspada dan bersiap dengan senjata selendang birunya.
“Assalamualaikum. Betulkah Bibi Ay Ming tinggal di sini?” tanya putri cantik itu kepada Putri Selendang Biru.
“Walaikumsalam. Betul, Bunda Ay Ming memang tinggal di sini bersama kami, Ayahanda Raja Slamet juga. Kalau boleh tahu, siapakah nama Putri dan berasal dari mana?” jawab Putri Selendang Biru, sekalian bertanya kepada tamunya.
“Ratu Ana, Ratu Madiun. Bibi Ay Ming adalah adik ayahanda saya, Raden Wongso. Sebelum almarhum meninggal, beliau sempat berpesan supaya Ratu Ana, menjenguk Bibi Ay Ming di Kediri. Rupanya putera Bibi Ay Ming sudah menjadi Bupati Kediri pula. Siapakah Putri yang di hadapan Ratu Ana ini?” tanya putri cantik yang menyebut dirinya Ratu Ana, Ratu Madiun kepada Putri Selendang Biru.
“Oh, Paduka Ratu Ana. Maaf, saya Ayu, istri Bupati Kediri,” kata Putri Selendang Biru.
“Mari, Ratu Ana, Ayu antar ke tempat Bunda Ay Ming,” tambah Putri Selendang Biru dengan sukacita, tanpa rasa was-was dan curiga lagi terhadap Ratu Ana.
“Jalanlah dulu, Ayu, Ratu Ana akan mengikutimu,” seru Ratu Ana.
“Ayu tidak berani, Paduka, nanti Bunda Ay Ming marah. Kalau Paduka tidak keberatan kita berjalan bersama,” kata Ayu.
“Tidak perlu, Ayu jalan saja. Sampai di mana, Ayu berhenti, di situ Ratu Ayu datangi,” seru Ratu Ana.
‘Waduh berabe, nih. Kalau aku nggak waspada, jika terjadi sesuatu bisa runyam, nih, rumah dinas Bupati,’ pikir Ayu.
‘Tapi jangan macam-macam ya Ratu Ana. Kalau sempat Paduka mau membuat heboh di rumah dinas Bupati, rasakan selendang biruku!’ pikir Putri Selendang Biru.
***
Pada saat Abu Arang makan siang di rumah Mas Broto, beberapa orang ada yang belakangan nimbrung.
“Abu Arang dituduh orang mengambil uang kotak amal di masjid, tetapi sengaja melemparkan uangnya di jalanan,” seru salah seorang yang baru saja ikut nimbrung.
“Dari mana berita itu muncul? Perasaan tadi di masjid tidak ada lagi pembicaraan tentang Abu Arang,” tegas Mas Broto.
“Ada yang bilang, Herman tadi dari rumah mau menuju masjid, tapi melihat orang-orang sudah bubar, lalu pulang bersama tetangganya. Kelihatannya Herman curiga dan kembali menuduh Abu Arang sebagai pelaku pencurian uang di kotak amal masjid itu,” seru orang lainnya.
Mendengar perkataan orang itu, Abu Arang pun batuk-batuk.
“Tapi saya tidak percaya,” tambah orang itu, setelah melihat Abu Arang batuk-batuk. Dia sempat mendengar cerita kehebatan Abu Arang di malam orang-orang yang jatuh terjengkang saat mau menyerang Abu Arang di luar rumah Herman. Jadi orang itu takut kalau-kalau Abu Arang marah kepadanya.
“Jangan cepat percaya dengan kata orang, apalagi dia tidak ada pada saat kejadian,” tegas Mas Broto.
Berbulan kejadian pencurian uang kotak amal di masjid itu tidak terdengar lagi.
Sehingga orang-orang pun mulai melupakan kejadian itu. Hanya saja orang merasa aneh, pencurian justru meningkat di lingkungan perumahan permukiman mereka. Ada yang kehilangan laptop, pintu pagar besi, aki mobil dan lain-lain.
Sementara Herman justru semakin sering berpesta dengan orang-orang asing yang datang ke rumahnya.
Suatu hari orang-orang yang berkunjung di rumah Mas Broto sehabis makan malam, sengaja ada yang lapor dengan kejadian itu. Mereka memilih waktu setelah makan malam, sengaja karena mereka tahu kalau Abu Arang akan ada di tempat itu. Mas Broto selalu menjamu Abu Arang setelah salat Isya di rumahnya.
“Hal ini tidak bisa kita biarkan berlangsung terus Mas Broto. Jangankan kenyamanan, keamanan warga sudah mulai terganggu dengan kejadian akhir-akhir ini,” seru salah seorang dari mereka.
“Kalau begitu kita galakkan ronda di kampung kita ini,” seru Mas Broto.
“Percuma, Mas Broto. Siapa di antara kita yang berani melawan Herman dan kawan-kawannya?” seru seseorang.
“Abu saja yang berani melawan mereka.” Tiba-tiba ada yang menimpali.
“Abu?” tanya Mas Broto, kurang yakin. Karena selama ini Mas Broto hanya mendapat info dari orang-orang, bukan melihat dengan kepala sendiri.
Abu yang mendengar kata Mas Broto, hanya batuk-batuk kecil, tetapi tidak mau bereaksi lebih.
“Abu, maukah kamu membantu ronda, untuk keamanan di kampung ini?” tanya Mas Broto mencoba ingin tahu reaksi Abu Arang.
“Tapi nanti yang menjaga masjid siapa, Mas?” tanya Abu Arang.
“Hiya juga, ya. Selama ini walau pun kamu tidur di masjid, tetapi masjid aman di malam hari, selama ada kamu di sana, tapi kalau kamu sanggup ronda, boleh dicoba. Siangnya kan kamu masih bisa istirahat lama di masjid,” jelas Mas Broto.
“Baiklah, Mas, kalau itu memang petunjuk dari Mas Broto, Insya Allah Abu akan jalankan,” tegas Abu Arang.
oleh: MJK, jurnalis PJMI.
*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 220925
Views: 7