
“Betul, namaku Puja … apakah kamu adik Raja Danang?” tanya Puja kepada Wahyudi.
“Bukan, ibunya Danang, mantan menantu ibundaku, tapi Danang bukan cucu ibundaku. Bagaimana, hayo, Puja?” balas Wahyudi.
“Kok susah sekali ceritamu, Wahyudi. Tadi Danang bilangnya semua mudah saja, bagi kalian. Jangan-jangan kalian berdua ini pembohong,” seru Puja.
“Bukan begitu, Puja. Sebetulnya ayah tiri Danang itu putra ibundaku, tapi bukan dengan bapakku,” tambah Wahyudi.
“Hihi. Lucu hubungan kalian ini. Kalau ditulis bisa dibikin novel itu,” kata Puja.
“Memang Puja suka menulis?” tanya Wahyudi.
“Puja suka belajar menulis. Kalau Nabilla penginnya ke Surabaya?” kata Puja keceplosan.
“Nabilla mau ke Surabaya?” tanya Danang ke Nabilla.
“Idih, Kak Puja ini buka rahasia. Tadi katanya Nabilla nggak boleh cerita,” protes Nabilla.
“Jadi betul, Nabilla mau ke Surabaya?” tegas Danang.
“Maksud Nabilla, Nabilla ingin kuliah di Surabaya sekalian mencari Ayahanda. Katanya Ayahanda pergi ke Surabaya,” kata Nabilla.
“Kapan Nabilla akan pergi ke Surabaya? Nanti Danang antar!” tegas Danang.
“Bagus sekarang berangkat ke Surabaya. Apalagi mencari ayahanda Nabilla, kan juga tidak mudah,” seru Wahyudi.
“Betul itu Nabilla. Bagus kita berangkat ke Surabaya sekarang. Biar ada banyak waktu mencari ayahandamu,” tegas Danang.
“Ke Surabaya sekarang? Mimpi apa aku semalam, Kak Puja?” tanya Nabilla.
Namun sebelum Puja menjawab, Nabilla segera bertanya kepada Danang.
“Naik apa kita pergi ke Surabaya?”
“Naik badanku,” jelas Danang.
“Danang, kau bergurau?” seru Nabilla menahan tawa.
“Danang bisa terbang, Nabilla,” jelas Wahyudi.
“Wahyudi juga bisa terbang. Puja sekalian saja ikut pergi ke Surabaya, biar dapat bertemu Ayahanda kalian, bagaimana?” seru Danang.
“Betul Kak Puja, mari kita terbang ke Surabaya,” seru Nabilla, dengan suka cita.
Mendengar pembicaraan antara Danang dan Nabilla yang seolah tidak menghiraukan kehadiran dirinya, Abu Arang pun keluar dari ‘Dapur Tapan’. Sampai di luar baru dilampiaskanlah kemarahan Abu Arang dengan memukul pohon besar di tepi jalan sampai tumbang. Tentu saja tumbangnya pohon besar itu menimbulkan suara ribut di luar ‘Dapur Tapan’.
Nabilla dan Puja diam saja melihat aksi Abu Arang. Pikiran mereka sudah melambung karena akan diajak terbang bersama Danang dan Wahyudi ke Surabaya.
“Ayo kita berangkat!” seru Danang membawa Nabilla keluar ‘Dapur Tapan’, lalu mengajak Nabilla terbang. Wahyudi mengikuti langkah Danang sambil mengajak Puja. Wahyudi akan mampu mengerahkan ajian ‘Bandung Bondowoso’, jika dan hanya jika, Danang sudah mengerahkan ajian itu.
Orang-orang dari rombongan Abu Arang yang melihat kedua pasang merpati itu terbang dan melihat kemarahan Abu Arang, berteriak memberi semangat kepada Abu Arang.
“Pendekar Langit Abu Arang! Kejar mereka!” mereka saling bersahutan meneriaki Abu Arang.
Abu Arang yang hatinya sedang terbakar karena Danang tiba-tiba datang mengganggu usahanya, dalam mendekati Nabilla, pun panas. Tanpa pikir panjang, Abu Arang pun mengerahkan ilmu meringankan tubuh dan ajian Seribu Bulan untuk mengejar Danang dan Wahyudi yang masing-masing membawa Nabilla dan Puja.
Saat Abu Arang terbang ke langit, mengejar Danang dan Wahyudi, Abu Arang bukannya dapat menemukan mereka, tetapi justru menabrak awan begunung-gunung dan berpetir. Tentu saja Abu Arang lalu mengurangi tenaga ajian Seribu Bulan, karena harus konsentrasi dalam menembus awan ‘cumulus nimbus’ itu. Hal itu membuat Abu Arang semakin merasa jengkel terhadap nasib yang menimpa dirinya.
‘Sungguh tidak adil. Aku yang bersusah payah berkenalan dengan Nabilla, mengapa justru Danang, yang menang. Apalagi Danang main serobot, gitu,’ pikir Abu Arang.
‘Itu tidak akan kubiarkan begitu saja. Aku harus mengejar Danang sampai dapat.’ kata Abu Arang dalam hati.
“Aku Abu Arang, Pendekar Langit!” teriak Abu Arang di angkasa.
Lama di udara, baru tampak oleh Abu Arang, ada dua titik kecil yang terbang jauh di depannya. Abu Arang pun memperkuat ajian Seribu Bulan untuk mengejar sekaligus memukul Danang dari jauh.
Danang yang terbang menggendong Nabilla, merasa ada angin kuat yang seperti mendorong tubuhnya saat terbang. Namun, angin kuat itu semakin lama semakin keras, bagaikan memukul tubuhnya. Danang pun lalu terbang sambil salto untuk menghindari angin kuat yang mendorong tubuhnya. Wahyudi di sebelah Danang pun melakukan gerakan yang sama. ajian ‘Bandung Bondowoso’ yang dikerahkan Danang, membuat Wahyudi pun melakukan gerakan yang sama.
Lama-lama Danang berpikir, bahwa itu bukan angin biasa. Karena setiap Danang sudah melakukan salto, setelah itu angin kuat itu pun datang lagi, bahkan terasa semakin kuat. Danang pun menengok ke belakang dengan rasa curiga. ‘Ada apa ini?’ pikir Danang.
Tanpa disadari Wahyudi juga melakukan hal yang sama dengan Danang, menengok ke belakang. Saat Danang dan Wahyudi menengok ke belakang itulah, datang serangan yang sangat kuat dari ajian Seribu Bulan, Abu Arang. Namun, Danang dan Wahyudi sempat melakukan salto, sehingga Nabilla dan Puja hanya merasakan jantung semakin cepat berdetak.
“Abu Arang ada apa denganmu?” teriak Danang, setelah menyadari bahwa yang menyerang dirinya adalah Abu Arang.
“Tak `kan kubiarkan kalian mengganggu Nabilla, gadisku. Terimalah pukulan Pendekar Langit Abu Arang!” teriak Abu Arang.
Melihat Abu Arang kembali menyerang, Danang pun segera menyerang Abu Arang dengan tangan kirinya, karena tangan kanannya masih memegangi Nabilla. Pada saat yang sama Wahyudi juga melakukan serangan yang sama. Akibatnya tubuh Abu Arang yang sedang terbang sambil memukul Danang dengan ajian Seribu Bulan, terkena pukulan ajian ‘Bandung Bondowoso’ dari Danang maupun Wahyudi. Tubuh Abu Arang pun terpental ke langit yang lebih tinggi lagi.
Melihat hal itu, Danang kemudian melanjutkan perjalanan dan Wahyudi pun mengikuti Danang. Mereka berdua membawa Nabilla dan Puja ke Surabaya.
***
“Qadarullah, kita bersama dalam waktu lama di sini,” kata Baginda Raja Armanda, dengan Ustaz Bondan Kaja dan Bupati Kediri Bejo Cinekel.
“Bagaimanapun kalian telah berusaha untuk menemukan Abu Arang, Danang dan Bagus Tinukur yang masih hilang. Namun, dalam perjalanan yang kalian lalui, kalian ternyata justru berkumpul bersama di sini. Sungguh rahmat Allah sangat besar kepada kita semua. Alhamdulillah. Mudah-mudahan dengan usaha kalian berdua yang sungguh-sungguh, Insya Allah ada jalan,” tambah Baginda Raja Armanda.
Belum lagi Ustaz Bondan Kaja dan Bupati Kediri Bejo Cinekel mengaminkan doa Baginda Raja Armanda, Putri Pambayun sudah nimbrung duluan.
“Tidak ada gunanya mencari orang hilang kalau hanya berdoa, tanpa ada usaha. Usaha, usaha dan usaha, itu gunanya manusia hidup!” cerocos Putri Pambayun.
“Astagfirullah, sudah ada sayur yang dipetik dari kebun belum, Pambayun?’ seru Baginda Raja Armanda.
“Belum, Paman,” jawab Putri Pambayun.
“Pergi sana petik sayur dulu!” seru Baginda Raja Armanda.
Putri Pambayun pun pergi ke kebun di bagian belakang rumah Baginda Raja Armanda. Sampai di kebun Putri Pambayun langsung memetik sayur-sayuran. Namun tanpa Putri Pambayun sadari, tubuh Abu Arang jatuh dari langit tepat di belakang Putri Pembayun.
“Astagfirullah.” teriak Abu Arang, saat badannya jatuh terpeleset di belakang Putri Pembayun.
Tentu saja Putri Pambayun kaget melihat ada seorang pria tampan jatuh terpeleset di belakangnya.
“Siapa kamu?” sergah Putri Pambayun. Sebagai keponakan Baginda Raja Aramanda, Putri Pambayun pede habis, tidak ada yang ditakuti.
“Aku … lapar,” teriak Abu Arang.
“Lapar! Enak saja kamu. Sudah berani menerobos masuk ke kawasan Baginda Raja Armanda, masih berani pula bilang lapar. Siapa namamu!” sergah Putri Pambayun.
Abu Arang begitu mendengar gadis didekatnya itu menyebut nama Eyang Baginda Raja Armanda, maka Abu Arang pun bersyukur.
“Alhamdulillah,” desis Abu Arang.
“He, bodoh! Namamu siapa?” jengkel Putri Pambayun. Sudah disebut nama Baginda Raja Armanda, biar pemuda asing itu takut, malah justru bilang Alhamdulillah.
“Aku Abu Arang,” jawab Abu Arang.
“What’s?” seru Putri
Pambayun kaget. Mendengar pemuda asing itu menyebut nama Abu Arang, Putri Pambayun langsung ingat cerita Baginda Raja Armanda tentang ketiga anak muda yang hilang terlempar ke langit. Putri Pambayun pun langsung lari terbirit-birit menuju ruang tamu tempat Baginda Raja Armanda sedang ngobrol dengan Ustaz Bondan Kaja dan Bupati Kediri Bejo Cinekel.
“Paman, ada hantu!” teriak Putri Pambayun yang lari masuk ke ruang tamu, dengan wajah pucat, karena ketakutan.
oleh: MJK, jurnalis PJMI.
*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 270925
Views: 5