
Ayu, Putri Selendang Biru kembali merasa was-was dengan kedatangan Ratu Ana di rumah dinas Bupati Kediri, karena Ratu Ana tidak mau diajak berjalan bersama, lalu mengerahkan senjata selendang birunya untuk dilemparkan supaya mengait pohon mangga di dekat rumah kecil di bagian belakang rumah dinas Bupati Kediri. Setelah itu Putri Selendang Biru pun bagai terbang menuju rumah kecil tempat Raja Slamet bersama kedua istrinya Mbak Ay Ming dan Miss Tami Zen beserta kedua putrinya Putri Juwita dan Putri Lousina. Putri Selendang Biru sekalian unjuk gigi di depan Ratu Ana, supaya Ratu Ana berpikir ulang jika ingin berbuat aneh-aneh di rumah dinas Bupati Kediri.
“Masya Allah, ternyata kamu seorang Pendekar, ya, Ayu!” seru Ratu Ana, terbang melesat mendahului Putri Selendang Biru, setelah tahu kalau ada bangunan rumah yang dituju Ayu.
Begitu Ratu Ana mendarat di dekat rumah tempat Raja Slamet sekeluarga tinggal, Ratu Ana langsung bersiap.
“Siapa itu?” tanya Ratu Ana.
Ayu yang datang belakangan, terkejut dengan pertanyaan Ratu Ana.
“Ada apa Paduka Ratu?” tanya Ayu.
“Kok ada dua perempuan yang berada di dalam rumah ini?” tanya Ratu Ana.
“Oh, itu Bunda Ay Ming dan Miss Tami Zen, keduanya adalah istri Raja Slamet. Mereka sedang menggendong putri masing-masing,” jawab Ayu.
“Jangan main-main, keselematan Bibi Ay Ming sudah menjadi kewajiban Ratu Ana. Sepertinya ada yang terluka di dalam rumah itu!” seru Ratu Ana.
“Betul Paduka, Raja Slamet sedang terluka dan kelihatannya belum ingin menerima tamu,” jawab Ayu.
“Sebentar, biar Ayu, yang menyampaikan kalau Ratu Ana datang berkunjung,” seru Ayu.
“Baik. Segera sampaikan kepada Bibi Ay Ming!” seru Ratu Ana.
“Dinda Ay, tampaknya ada seorang Pendekar Putri yang mencarimu. Bawa ke sini Putri Juwita. Keluarlah temui dia sebentar, jangan takut. Ada Ayu, Putri Selendang Biru yang akan melindungimu,” seru Raja Slamet, walaupun luka dalamnya belum sembuh benar, akibat serangan ajian ‘Bandung Bondowoso’ Danang dan Wahyudi, tetapi kesaktiannya masih dapat mendengar percakapan orang di luar rumahnya.
“Baik, Kanda. Ay Ming akan ke luar sebentar,” jawab Mbak Ay Ming, mematuhi perintah Raja Slamet.
“Ada tamu rupanya. Ayu tamu ini ingin bertemu siapa?” tanya Mbak Ay Ming.
“Bunda, beliau adalah Ratu Ana, Ratu Madiun. Paduka, ini adalah Bunda Ay Ming,” kata Ayu.
Sementara itu, begitu Ratu Ana mendengar wanita yang ke luar disebut oleh Ayu, sebagai Bunda Ay Ming yang berarti Bibinya, lalu dengan kecepatan tinggi, langsung menggendong Mbak Ay Ming ke angkasa.
“Ayu, Bibi Ay Ming, akan kubawa ke Madiun!” seru Ratu Ana.
Putri Selendang Biru terkejut melihat gerakan Ratu Ana yang begitu cepat, tetapi tanpa pikir panjang, dia lalu mengerahkan selendang birunya untuk menyerang Ratu Ana sehingga selendang birunya melilit Ratu Ana dan Mbak Ay Ming secara bersamaan.
“Kau pikir dengan begini, kau bisa menghalangi Ratu Ana untuk membawa Bibi Ay Ming ke Madiun, Ayu!” seru Ratu Ana.
“Paduka pikir, dengan enak saja Paduka akan dapat membawa Bunda Ay Ming!” jawab Putri Selendang Biru.
“Madiun! Kamu ini siapa?” tanya Mbak Ay Ming kepada Ratu Ana.
“Bibi Ay Ming, Ratu Ana adalah putri dari Raden Wongso, Kakanda Bibi,” seru Ratu Ana.
Mbak Ay Ming pun lega setelah tamu yang menyebut dirinya Ratu Ana itu adalah putri dari Raden Wongso, kakandanya.
“Oh, begitu. Ya, sudah, kalau begitu turunkan dulu bibimu ini, Ratu Ana,” pinta Mbak Ay Ming.
“Baiklah Bibi,” kata Ratu Ana.
“Begini, Bibi, Ayahanda berpesan kepada Ratu Ana, supaya menjenguk Bibi Ay Ming di Kediri,” seru Ratu Ana.
“Terima kasih atas perhatiannya, Ratu Ana. Tapi menjenguk itu tidak sama dengan menculik. Ratu Ana belum memperkenalkan diri sudah akan membawa secara paksa bibimu ke Madiun itu namanya menculik. Bibi amat senang, Ratu Ana perhatian kepada Bibi, tetapi Bibi baru mempunyai bayi perempuan, sedang anak laki-laki Bibi, Bejo Cinekel, Bupati Kediri belum pulang. Pasti akan menjadi bingung saat dia pulang, kalau melihat ibunya tidak di Kediri,” jelas Mbak Ay Ming.
“Baiklah, Bibi Ay. Karena Bibi keberatan diajak hidup senang ke Madiun. Ratu Ana pamit!” seru Ratu Ana langsung terbang kembali ke Madiun karena malu hati tidak dapat membawa Mbak Ay Ming ke Madiun.
“Alhamdulillah, Abu Arang mempunyai keluarga perempuan yang sakti, Ratu Ana di Madiun,” desis Raja Slamet.
***
“Adi! Keluar kau dari kamar itu!” teriak Putri Ming Nyamat.
Putri Ming Nyamat merasa penasaran, karena Adi yang menurut Niki adalah anak kandung Niki dari Raja Adi, tetapi hanya wajahnya saja yang mirip. Tiap hari mereka berdua hanya berdua saja di dalam kamar, bagai tidak mengenal orang lain.
‘Masak, walaupun anak biologis Raja Adi, tingkahnya seperti itu. Tidak mempunyai kelebihan sama sekali,’ pikir Putri Ming Nyamat.
“Akan kulihat nyali anak muda ini? Apakah seperti ayahnya Raja Adi atau hanya anak muda bagai pepesan kosong?” desis Putri Ming Nyamat.
Adi yang merasa dipanggil Putri Ming Nyamat, diam saja di dalam kamar. Dia hanya memandang ke wajah ibunya, Niki. Niki yang takut kepada Putri Ming Nyamat, kemudian menggerakkan kepalanya, seolah menyuruh Adi segera keluar untuk memenuhi panggilan Putri Ming Nyamat. Melihat kode ibunya, Adi memberanikan diri keluar dari kamar.
Sampai di luar kamar Adi kembali terkejut melihat kilau pualam bagian depan tubuh Putri Ming Nyamat yang hanya tertutup oleh rambutnya yang panjang. Namun belum sempat Adi tergoda untuk mencoba memandang tubuh Putri Ming Nyamat lebih lama, tiba-tiba Putri Ming Nyamat kembali menyerang bagian bawah perut Adi dengan jarum yang diluncurkan dari bagian tubuh Putri Ming Nyamat yang sangat rahasia. Walaupun begitu tanpa Adi ketahui jarum-jarum yang menyerang bagian bawah perut Adi tiba-tiba berjatuhan.
Bukan itu saja, secara bersamaan juga terdengar kembali bunyi gesekan yang keras, sehingga bagian atap di atas tempat Putri Ming Nyamat bertapa tanpa sehelai benang pun itu terbuka agak lebar.
Sementara Adi yang merasa sangat kesakitan di bagian bawah perutnya, berteriak, “Ibu, aku haus!” sambil menangkupkan kedua tangannya di bagian bawah perutnya.
Mendengar teriakan Adi, Niki pun cepat keluar dari kamar dan segera memeluk Adi, lalu dibawa ke dalam kamar untuk disusui. Melihat tingkah laku Niki itu, Putri Ming Nyamat jengkel.
“Dasar perempuan sundal!” seru Putri Ming Nyamat.
Akan tetapi sesaat kemudian Putri Ming Nyamat terkejut karena ada embusan angin yang lebih kuat dari arah atapnya yang memang dapat digerakkan dengan tenaga listrik melalui saklar. Putri Ming lalu berteriak memanggil GaZa.
“GaZa, bukankah bulan Purnama masih lama?” tanya Putri Ming.
“Masih satu minggu lagi,” jawab GaZa.
“Lalu kenapa, kaubuka atap pertapaan bundamu!” sergah Putri Ming.
“Ini … GaZa tidak tahu,” jawab GaZa grogi.
“Lalu siapa yang bisa menggerakkan tenaga listrik di saklar untuk membuka atap?” bingung Putri Ming. ‘Apakah Adi, anak muda itu mewarisi ilmu ayahnya?’ pikir Putri Ming.
‘Raja Adi merupakan orang sakti karena mempunyai kekuatan listrik 35000 megawatt. Namun, bagaimana mungkin Adi anak haram itu dapat memiliki kekuatan listrik seperti ayah biologisnya?’ kata Putri Ming dalam hati.
“Kalau betul begitu, berarti kau sudah tertangkap basah Adi,” desis Putri Ming Nyamat.
***
Herman mendapat berita bahwa Abu akan menjadi petugas ronda. Hal itu membuat aktivitas Herman dan kawan-kawannya menjadi terhenti. Namun, karena dana persediaan semakin lama semakin menipis, Herman mencoba mengatur siasat dengan kawan-kawannya. Kawan-kawannya akan beraksi untuk mengecoh Abu di rumah yang dekat dengan jalan aspal, sedang Herman sendiri akan memakai sarung untuk pergi ke masjid. Dalam perhitungan Herman, jika Abu disibukkan oleh aksi kawan-kawannya, Herman akan sibuk juga untuk mengambil uang di kotak amal masjid.
Malam itu Herman —dengan penuh keyakinan akan berhasil— pergi ke masjid memakai sarung. Sementara Abu yang sedang menjalankan tugas ronda melihat bayangan-bayangan yang bergerak dengan arah berlawanan. Ada yang menuju rumah di tepi jalan aspal ada yang menuju masjid. Abu memilih untuk menyelesaikan bayangan yang bergerak di tepi jalan aspal, supaya tidak mudah melarikan diri.
Begitu melihat orang itu mengambil sepeda yang terletak di dalam pagar karena lupa tidak dimasukkan ke rumah, maka Abu pun mendorong orang yang mengambil sepeda itu ke atas, lalu disangkutkan ke pohon yang agak tinggi di tepi jalan yang ada di situ. Setelah itu Abu bergerak cepat dengan mengerahkan ilmu gingkangnya untuk menuju masjid.
Abu masih sempat melihat Herman yang mengambil uang di kotak amal masjid itu. Abu menggerakkan tangannya sehingga, gembok yang sudah terbuka pada kotak amal masjid itu terjatuh, sehingga mengenai jempol kaki Herman.
Kontan saja Herman lalu mengaduh kesakitan. Namun, belum sempat Herman menyadari sesuatu yang lebih buruk akan terjadi pada dirinya, tahu-tahu gembok yang jatuh mengenai jempolnya itu, naik dan masuk ke dalam saku bajunya.
Tentu saja Herman semakin kaget.
Walaupun begitu, ternyata derita itu belum cukup bagi Herman karena tiba-tiba tubuhnya berasa melayang dan tahu-tahu sudah disangkutkan di pohon di tepi jalan aspal. Herman sempat melirik ke sebelahnya. Ternyata di situ, sudah ada kawannya yang tersangkut dengan sepeda curiannya. Herman pun berteriak-teriak minta tolong.
Mendengar teriakan Herman, orang-orang di kampung banyak yang keluar rumah. Mereka heran, Herman dan orang asing yang sering datang ke rumah Herman tersangkut di pohon. Namun, mereka juga tidak berani berbuat sesuatu sampai datang Mas Broto ke tempat itu.
“Turunkan mereka!” seru Mas Broto.
Mendengar perintah Mas Broto, Herman dan orang luar kampung yang tersangkut di pohon itu, diturunkan ramai-ramai. Sampai di bawah, orang pun ribut. Ada yang berteriak, “Itu sepeda anakku!”
“Ini gembok kotak amal masjid!” Tiba-tiba ada orang yang memegang gembok yang ada di saku baju Herman.
“Geledah badan Herman!” teriak yang lain.
“Lucuti sampai ke cdnya!” teriak pula yang lain.
Tampaklah oleh orang-orang kampung Herman menyembunyikan uang di cdnya.
Melihat hal itu, Mas Broto berteriak, “Cari Abu!”
“Abu tidur di masjid!” Tiba-tiba ada orang yang menjawab.
“Bagaimana Abu ini, ditugaskan Mas Broto untuk ronda kok malah tidur di masjid!” seru orang lain lagi.
“Usir Abu dari kampung!” teriak yang lain.
Melihat gelagat yang tidak menguntungkan itu, Mas Broto langsung berteriak, “Abu dalam perlindunganku! Siapa pun yang berani mengganggu Abu. Akan berhadapan denganku!”
***
“Ki Ageng, apakah aku masih orang yang terpilih?” ucap Mbak 00 WeIBe saat baru saja menyusui Jalal, bayi Miss Kiara.
Miss Kiara sebetulnya ingin meninggalkan Mbak 00 WeIBe dengan Ki Ageng Batman, tetapi tidak sengaja mendengar bisikan Mbak 00 WeIBe itu. Lalu Miss Kiara kembali mendekati mereka berdua untuk mencoba mencuri dengar pembicaraan Ki Ageng Batman dengan Mbak 00 WeIBe.
“Ini … Ki Ageng … tidak mengetahui,” jawab Ki Ageng Batman ragu-ragu.
“Apakah tidak ada berita kalau akan ada Blue Moon lagi, Ki Ageng?” tanya Mbak 00 WeIBe.
‘Blue Moon. Kalau tidak salah sebentar lagi akan ada Blue Moon, tapi mengapa Mbak 00 WeIBe menanyakannya kepada Ki Ageng,’ pikir Miss Kiara.
“Namun apa pun itu, berarti keinginanmu, sudah tertangkap basah, Mbak 00 WeIBe,” desis Miss Kiara.
oleh: MJK, jurnalis PJMI.
*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 220925
Views: 7