
“Met, apa yang kau lakukan di sini! Ke mana Wahyudi pergi!” sergah Ki Ageng Batman yang tiba-tiba masuk ke pendopo.
Raja Slamet, Miss Tami Zen, Bupati Bejo Cinekel, Putri Selendang Biru dan Ustaz Bondan Kaja terdiam mendengar kata-kata Ki Ageng Batman yang bernada keras.
Raja Slamet, walau pun pernah menjadi raja di Kerajaan Matraman Raya, setelah raja Difangir melarikan diri dari istana Kerajaan Matraman Raya, bersama Putri Ming yang sedang hamil, sewaktu kecil dan sampai dewasa pernah menjadi binaan Ki Ageng Batman. Tentu saja melihat kemarahan Ki Ageng Batman yang tidak melihat anaknya berada di pendopo, tidak berani menjawab.
Suasana di pendopo pun menjadi hening. Akan tetapi suasana hening dan tenang itu tidak menjadikan hati orang-orang yang berada di pendopo menjadi tenang, justru membuat mereka gelisah. Tidak tahu harus berbuat apa untuk menghadapi kemarahan Ki Ageng Batman, yang dapat mereka lihat dari nada suara pertanyaan Ki Ageng Batman yang meninggi.
“Maaf, Ki Ageng, kayaknya Wahyudi tadi ke luar dari pendopo bersama Danang, Abu Arang dan Bagus Tinukur,” jawab Ustaz Bondan Kaja, memecah keheningan.
“Keluar dari pendopo bagaimana? Bukankah tadi Wahyudi bersama Danang sedang belajar mengaji dengan Ustaz Bondan Kaja? Apa yang kau lakukan di sini, Met!” Kembali Ki Ageng Batman mengeraskan suaranya.
“Bapak … tadi Abu Arang masuk … kami tidak tahu kalau di dalam ada Wahyudi dan Danang sedang belajar mengaji dengan Bondan Kaja. Saya pikir … Abu Arang mengganggu … karena berteriak-teriak mau menjadi Pendekar Langit, lalu saya suruh mereka keluar dari pendopo.” Raja Slamet membela diri.
“Apa katamu?! Kau suruh mereka keluar dari pendopo. Tidak tahukah kau, kalau Wahyudi dan Danang sedang belajar mengaji dengan Ustaz Bonda Kaja. Apakah kau masih merasa menjadi raja! Lalu kau bisa seenaknya saja mengusir orang yang sedang belajar mengaji dengan Ustaz Bondan Kaja, yang dulu adalah binaanmu. Betul begitu Met!” seru Ki Ageng Batman.
“Bapak, maaf. Slamet tidak bermaksud begitu,” jawab Raja Slamet.
“Tidak bermaksud begitu, bagaimana? Kau sendiri yang bilang, kalau kausuruh mereka ke luar dari pendopo. Kau ini memang parah, Met! Asal kau sudah dekat dengan Miss Tami Zen, kau pasti berubah! Sampai kau berani pula mengusir anakku Wahyudi, di rumahku sendiri. Kau berani pula membubarkan pengajian yang sedang dilakukan Ustaz Bondan Kaja. Dosa apa yang telah kulakukan, sampai kau begitu bejat, Met!” seru Ki Ageng Batman.
Mendengar muntahan kata-kata yang keluar dari mulut Ki Ageng Batman, Raja Slamet terduduk. Tak kuasa lagi ia berdiri menghadapi kemarahan Ki Ageng Batman. Miss Tami Zen menggigil ketakutan melihat Ki Ageng Batman, menyebut namanya dalam kemarahan kepada suaminya. Miss Tami Zen pun ikut duduk sambil memegangi kain Raja Slamet seolah ingin berlindung.
Ada pun Bupati Bejo Cinekel, spontan melihat ayahnya terduduk, lalu ikut duduk, sambil mengamit Putri Selendang Biru. Ustaz Bondan Kaja yang dari tadi masih duduk di tempatnya, hanya mengucap istigfar berkali-kali.
“Percuma kaududuk bersimpuh di hadapanku, kalau kau tidak pernah bisa berubah, Met! Dulu Dusmin dan Ijah yang mengasuhmu sejak kecil, juga mengingatkanmu, tapi tidak juga kaugubris! Kau berpikir, setelah kau menjadi raja di Kerajaan Matraman Raya, kaulah yang paling benar!” seru Ki Ageng Batman lagi.
“Kau tidak pernah mau mendengar lagi perkataan orang lain, bahkan perkataan Ijah, ibu yang tidak pernah tahu dari mana kau berasal, tapi begitu sayang merawatmu. Sungguh kau anak durhaka!” lanjut Ki Ageng Batman.
“Sampai saat ini, Dusmin dan Ijah tidak pernah mau ikut denganmu ke Kediri. Tahukah, kau apa sebabnya, Met?!” sergah Ki Ageng Batman semakin menjadi.
“Tapi Ki Ageng, bukankah Slamet kecil yang membuat Ki Ageng dapat dekat dengan Mbak 00 WeIBe, istri Ki Ageng sekarang.” Tiba-tiba Dusmin —orang tua angkat Slamet— menyela.
Dusmin tadinya hanya mendengar ribut-ribut di pendopo, tetapi begitu mendengar Raja Slamet anak angkatnya, dimarah-marahi Ki Ageng Batman —tuannya di Tanah Perdikan Malembang, di tepian Kali Gajah Wong— di dalam pendopo, akhirnya Dusmin memberanikan diri, ikut dalam pembicaraan. Dusmin yakin kalau Ki Ageng Batman tidak akan marah kepadanya. Dusmin dan Ijah adalah pelayan setia Ki Ageng Batman.
“Min, jangan kau bawa-bawa Mbak 00 WeIBe. Bikin tuanmu nggak pede!” seru Ki Ageng Batman.
Pada saat suasana di pendopo masih panas, karena kemarahan Ki Ageng Batman kepada Raja Slamet, tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan yang tidak kalah kerasnya dari halaman rumah Ki Ageng Batman di luar pendopo.
Abu Arang, Bagus Tinukur dan Danang, saling serang sambil berteriak.
“Aku Danang, Sayidin Panotogomo, Raja Kerajaan Matraman Raya, aku Pendekar Langit. Tidak ada yang boleh melawan titahku!” seru Danang, sambil melompat ke udara. Udara pun bagai bergetar karena ulah Danang, dari jauh terdengar kilatan cahaya seperti petir.
“Aku Abu Arang, pembela kebenaran, Pendekar Langit. Aku akan melawan kezaliman di muka bumi. Tidak peduli siapa pun dia, akan kumusnahkan!” teriak Abu Arang, sambil melompat ke udara menyerang Danang.
Bersamaan dengan lompatan Abu Arang, tenaga yang sangat kuat bagai Seribu Bulan mendorong tubuh Danang.
“Aku penghafal Al-Qur’an, Pendekar Langit. Kalian harus mengikuti kata-kataku!” seru Bagus Tinukur juga sambil melompat ke arah Danang dan Abu Arang. Bersamaan dengan lompatan Bagus Tinukur, tiba-tiba udara di langit Tanah Perdikan Malembang di tepian Kali Gajah Wong, dipenuhi mendung yang bergumpal-gumpal.
Kontan petir pun menyambar-nyambar di antara gumpalan mendung yang berubah menjadi hujan.
Namun saat pertemuan ketiga anak muda itu berlangsung, tiba-tiba terdengar suara menggelegar. Setelah itu tubuh ketiga pemuda itu terlempar jauh ke langit.
Wahyudi yang masih dalam dekapan ibundanya, Putri Biyan, begitu melihat ketiga pemuda itu meluncur ke langit, langsung berteriak,
“Bunda, itu Tiga Pendekar Langit. Itu Tiga Orang Pertama!”
Putri Biyan hanya tertegun melihat kejadian itu. Lalu diajaknya Wahyudi berlari ke arah pendopo, ingin minta penjelasan Ustaz Bondan Kaja atas yang terjadi di langit Tanah Perdikan Malembang di tepian Kali Gajah Wong itu.
Putri Biyan tidak tahu, kalau Ki Ageng Batman sedang berada di pendopo, marah-marah dengan Raja Slamet karena tidak melihat Wahyudi berada di dalam pendopo.
Bukan itu saja, peristiwa yang menghebohkan itu pun membuat Miss Kiara dan Mbak 00 WeIBe —istri-istri Ki Ageng Batman lainnya— menuju pendopo diikuti Putri Raisa —istri Ustaz Bondan Kaja— yang sedang berkunjung ke rumah Ki Ageng Batman.
Hanya Ijah istri Dusmin, yang sembunyi di kamarnya. Ijah takut mendengar suara menggelagar yang terjadi di udara.
oleh: MJK, jurnalis PJMI.
*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 170925
Views: 32