
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pernah menghimbau agar tidak ada pengiriman TKI melalui jalur informal, menurut pascasarjana.umy.ac.id. Kantor Imigrasi Yogyakarta juga telah melakukan penundaan keberangkatan bagi calon pekerja migran (PMI) yang terindikasi non prosedural.
Penjelasan
Penundaan keberangkatan dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Petugas berhak menunda keberangkatan apabila calon PMI tidak dapat menjelaskan tujuan ke luar negeri dengan meyakinkan, atau tidak dapat menunjukkan tiket kepulangan.
Apabila terbukti bahwa calon PMI diduga bekerja secara non prosedural, Kantor Imigrasi Yogyakarta akan berkoordinasi dengan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Imigrasi akan menelusuri siapa pihak di belakang pengiriman TKI non prosedural, karena biasanya TPPO sudah terorganisir.
Ketua Paguyuban PJTKI DIY Gimmy Rusdin Sinaga menjelaskan sampai sekarang jauh ini di Jogjakarta belum terindikasi adanya PJMI yang melakukan penempatan TKI asal Jogjakarta non formal (pembantu rumah tangga) terlebih lagi dengan negara tujuan Kambajo, Vietnam dan Thailand.
“Semua anggota PJTKI yang melakukan rekrutmen untuk semua TKI bekerja disektor formal.Itu sudah merupakan komitmen dengan Pemda DIY mengacu pada imbauan Gubernur DIY,” ujar Gimmy Rusdin Sinaga yang dihubungi hari ini.
Pemberitaan tentang kekerasan terhadap TKI yang bekerja sebagai PRT di luar negeri turut mempengaruhi minat warga DIY untuk bekerja di luar negeri,” jelas Gimmy.
Menurut dia, kekerasan tersebut sebenarnya bersifat kasuistis dan tidak berhubungan dengan warga DIY yang bekerja di luar negeri. Pasalnya, warga DIY umumnya hanya mengirim TKI di sektor formal, untuk bekerja di pabrik, bukan menjadi PRT.
Gimmy mengatakan, pengurangan jumlah warga DIY yang bekerja di luar negeri ini berbanding terbalik dengan jumlah kemiskinan di DIY. Dikatakannya, jumlah kemiskinan di DIY diperkirakan mencapai 180 ribu orang dan baru 20 persennya siap berangkat ke luar negeri. (Ridar/*)
Views: 14