
Jakarta – Sebuah laporan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (HGB) di kawasan pesisir, yang mencakup wilayah Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Sidoarjo, dan Laut Timur Surabaya, telah dilayangkan oleh para pegiat anti korupsi. Laporan tersebut diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kortas Tipidkor Polri pada Senin, 11 Februari 2025.
Rizki Wahid, salah satu pegiat yang ikut serta dalam pelaporan ini, mengungkapkan bahwa laporan tersebut berfokus pada dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh oknum pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menerbitkan SHM dan SHGB di kawasan pesisir yang seharusnya dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
Pelanggaran Peraturan yang Berlaku
Rizki menambahkan bahwa menurut peraturan yang ada, kawasan pesisir dan kawasan lindung tidak boleh diberikan status SHGB atau SHM, karena kawasan tersebut memiliki fungsi ekologis yang sangat penting. Namun, kenyataannya BPN tetap mengeluarkan sertifikat tersebut di beberapa wilayah pesisir seperti Banten, Bekasi, dan Jawa Timur.
“Kami telah menyerahkan bukti-bukti dan hasil investigasi terkait penerbitan sertifikat SHM dan SHGB ke KPK dan Kortas Tipidkor Polri,” ujar Rizki.
Penyimpangan Proses PTSL
Dalam laporan yang sama, Abraham, pegiat anti korupsi lainnya, menambahkan bahwa proses PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) menjadi salah satu akar permasalahan terkait penerbitan SHM dan SHGB di kawasan laut. Abraham menyebutkan bahwa penerbitan sertifikat di wilayah tersebut telah melanggar berbagai aturan hukum, termasuk Undang-Undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perlindungan Lingkungan Hidup.
Abraham juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap pelanggaran yang terjadi dalam proses PTSL yang dianggap sebagai titik awal kekacauan administrasi tanah di kawasan pesisir.
Desakan Agar Penegakan Hukum Tegas
Abraham mendesak aparat penegak hukum agar serius mengungkap dan menuntaskan kasus ini. Menurutnya, Penyelewengan kebijakan dalam penerbitan sertifikat harus diselesaikan secara menyeluruh agar tidak menimbulkan masalah lebih besar di masa depan.
“Kami mendesak aparat penegak hukum agar serius dalam memberantas mafia tanah, baik dari kalangan swasta maupun pihak kantor pertanahan yang terlibat dalam proses PTSL, penerbitan SHGB, dan SHM yang menjadi sumber kekacauan terkait alih fungsi lahan,” tegas Abraham.
Ia pun menambahkan, “Laporan dan bukti-bukti sudah kami serahkan ke KPK dan Kortas Tipidkor, sekarang kita tunggu tindak lanjutnya.”
Para pegiat berharap bahwa laporan ini bisa membuka jalan bagi penyelidikan yang lebih mendalam, sehingga kasus serupa tidak terulang lagi di masa depan.
*3913/ pjmi/ wi/ nf/ 150225