
Dr.H.M.Suaidi,M.Ag.
Hadist taqririyah adalah bentuk pengakuan Nabi Muhammad SAW terhadap perkataan, perbuatan, atau situasi yang dilakukan oleh sahabat, baik secara langsung maupun tidak langsung, tanpa memberikan sanggahan atau koreksi.
Taqrir (persetujuan) ini menjadi bukti kebolehan atau legitimasi suatu tindakan dalam syariat. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Ushul al-Fiqh, taqririyah termasuk sumber hukum yang sahih karena mencerminkan sunnah tasyri’iyah (sunnah yang bernilai legislatif).
Misal
Rasulullah saw meminta sahabat Bilal bin Abi Rabbah ra, untuk menceritakan perihal amal yang rutin dilakukannya, sampai-sampai membuatnya tenar di kalangan makhluk langit. Nabi saw bersabda:
حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمَلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ، إِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ فِي الْجَنَّةِ
Tolong ceritakan kepadaku amal yang menjadi harapan terbesarmu yang telah kamu lakukan setelah masuk Islam, karena aku sempat mendengar suara keuda sandalmu di surga.
Sahabat Bilal menjawab:
مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي مِنْ أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ
Aku tidak melakukan suatu amal yang lebih aku harapkan pahalanya di sisiku daripada amalku di mana aku tidak bersuci di waktu malam atau siang kecuali aku shalat dengan kesucian tersebut dengn shalat yang telah aku sanggupi untuk melakukannya.” (HR al-Bukhari dan Muslim). (Alawi bin Abbas al-Maliki, Fathul Qarîbil Mujîb ‘alâ Tahdzîbit Targhîb wat Tarhîb, halaman 67).
Dari keterangan ini, Sayyid Muhammad bin Alawi bin Abbas al-Maliki, putra dari penulis kitab Fathul Qarîbil Mujîb, memberi catatan atau ta’lîq atas karya ayahnya. Ia menulis, “Fafîhi hattsun ‘alath thaharah wal ityân bish shalâti itsrahâ”, atau di balik hadits itu terkandung motivasi agar kita senantiasa bersuci (selalu dalam keadaan suci) dan melakukan sholat sunah wudhu.
*aw/ pjmi/ wi/ nf/ 060425
Views: 10