
WARTAIDAMAN.com
Dr.H.M.Suaidi,M.Ag.
Ulul Azmi adalah gelar yang diberikan kepada lima rasul pilihan Allah (Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad) karena ketabahan dan kesabaran mereka yang luar biasa dalam menyebarkan risalah Islam, meskipun menghadapi banyak cobaan dan penolakan dari kaumnya. Gelar ini berasal dari bahasa Arab, yang berarti “orang-orang yang memiliki keteguhan hati atau tekad yang kuat.
Qs sl ahzab ayat 7
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۖ وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-n abi dan dari kamu (sendiri) dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh.
Dan Surat Al-Ahqaf Ayat 35.
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ ۚ كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ ۚ بَلَاغٌ ۚ فَهَلْ يُهْلَكُ إِلَّا الْقَوْمُ الْفَاسِقُونَ
Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.
Ibrah yang dapat diambil dari kisah Nabi Nuh a.s adalah tentang kesabaran berdakwah selama 950 Tahun. Bersabar dalam berjuang. Menempuh seluruh daya dan upaya demi tegaknya kalimatullah di atas muka bumi. Tidak pernah berputus asa walau sekejap, karena Allah selalu bersama hamba yang bersabar.
Kisah Nabi Ibrahim menunjukkan penyerahan dirinya kepada Allah melalui berbagai ujian berat, termasuk saat diperintahkan mengorbankan putranya, Ismail, dan saat akan dibakar hidup-hidup oleh Raja Namrud. Dalam kedua situasi tersebut, Ibrahim menolak bantuan dari malaikat dan menyatakan bahwa cukuplah Allah bagiku (hasbiallah), menunjukkan keyakinan mutlak bahwa Allah adalah penolong terbaik. Penolakan bantuan malaikat ini menjadi simbol kesempurnaan kepasrahan total kepada kehendak-Nya, bahkan ketika bertentangan dengan logika manusi
Kisah Nabi Musa tentang ma’rifatullah atau mengenal Allah terwujud dalam pengalaman langsungnya berbicara dengan Allah di Lembah Thuwa (Lembah Suci), ketika Ia menerima wahyu. Peristiwa ini menunjukkan bahwa ma’rifatullah adalah hasil dari keimanan, ketakutan akan kebesaran Allah, dan kepatuhan yang total kepada perintah-Nya, seperti yang tergambar dalam keberanian Musa melempar tongkatnya yang berubah menjadi ular, dan pengalaman perjalanan spiritualnya bersama Nabi Khidir untuk mempelajari ilmu hakikat yang lebih dalam, yang mengajarkannya bahwa keilmuan yang dimiliki bukanlah segalanya dan ada pengetahuan yang lebih tinggi darinya.
Nabi Isa alaihissalam adalah sosok nabi yang sangat zuhud, yang berarti hidupnya sangat anti dunia dan fokus pada kehidupan akhirat. Kisahnya yang menunjukkan sifat zuhud antara lain ketika beliau hidup sederhana tanpa harta, sering tidak memiliki tempat tinggal, serta berpuasa dan mengasingkan diri. Beliau dan Nabi Yahya alaihissalam dikenal sebagai dua nabi yang zuhud dan sering menjadi contoh dalam kitab-kitab tasawuf.
Ketauladan Nabi Muhammad,juga melakukan apa yang disakan Nabi Isa,AS tentang zuhud dan rela berkurban dan pernah merasakan perihnya tiga hari tidak makan
Terdapat kisah menarik yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabarani dalam kitabnya al-Ausath.
Suatu hari Ka’ab bin ‘Ujrah bertemu Rasulullah S.A.W. Beliau menceritakan kisahnya seperti berikut:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى الله عليه وسلم يَوْماً، فَرَأَيْتُهُ مُتَغَيِّراً. قَالَ: قُلْتُ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّيْ، مَا لِي أَرَاكَ مُتَغَيِّراً؟ قَالَ: مَا دَخَلَ جَوْفِي مَا يَدْخُلُ جَوْفَ ذَاتِ كَبِدٍ مُنْذُ ثَلاَثٍ. قَالَ: فَذَهَبْتُ، فَإِذَا يَهُوْدِيٌّ يَسْقِي إِبِلاً لَهُ، فَسَقَيْتُ لَهُ عَلَى كُلِّ دَلْوٍ تَمْرَةٌ، فَجَمَعْتُ تَمْراً فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم. فَقَالَ: مِنْ أَيْنَ لَكَ يَا كَعْبُ؟ فَأَخْبَرْتُهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: أَتُحِبُّنِي ياَ كَعْبُ؟ قُلْتُ: بِأَبِي أَنْتَ نَعَمْ.
Shahabat Ka’ab,bercerita
Aku mendatangi Nabi S.A.W pada suatu hari, dan aku perasan wajah Baginda kelihatan pucat.
Maka aku berkata,
Ayah dan ibuku adalah tebusanmu. Kenapa wajah engkau nampak pucat.
Nabi menjawab,
Tidak ada makanan yang masuk ke perutku sejak tiga hari yang lalu.
Maka aku pun pergi dan mendapati seorang Yahudi sedang memberi minum untanya. Lalu aku bekerja untuknya. Aku memberi minum unta si Yahudi dengan upah sebiji kurma untuk setiap timba air. Aku pun berhasil mendapatkan beberapa biji kurma untuk dibawa kepada Nabi S.A.W.
Baginda bertanya,
Dari mana kau dapatkan kurma ini wahai Ka’ab?
Lalu aku pun menceritakan kisahnya.
Nabi bertanya,
Apakah engkau mencintaiku wahai Ka’ab?
Aku menjawab,
Ya, dan ayahku adalah tebusanmu.
(Hadis Riwayat ath-Thabarani. Dinilai al-Haytsami dan al-Albani sebagai hasan.)
bahwa Rasulullah SAW wafat dalam keadaan baju besinya masih tergadaikan pada seorang Yahudi. Hal ini menunjukkan bahwa sampai akhir hayat pun Rasulullah masih bermuamalat dengan Yahudi.
Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi tersebut karena ingin membeli gandum untuk dimakan bersama keluarganya. Kisah tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya sebagai berikut
*anwi/ wi/ 050925
Views: 23