
WARTAIDAMAN.com
Dr.H.M.Suaidi,M.Ag.
Para sufi (tasawuf) dalam mensikapi Idul fitrinjauh dari kesan duniawi dan kenikmatan materi yang disyiarkan kalangan awam pada hari raya Idul Fitri. Hari raya Id bagi para sufi adalah situasi sulit atau pengalaman spiritual di mana mereka merasa butuh kepada Allah sebagaimana keterangan Ibnu Athaillah pada butir hikmah berikut ini:
ورود الفاقات أعياد المريدين
Kedatangan saat-saat ‘terjepit’ adalah hari raya Id bagi kalangan murid, (Ibnu Athaillah, Al-Hikam).
Bagi para sufi, hari raya Id merupakan saat-saat atau pengalaman spiritual di mana seseorang merasa rendah, hina, dan tidak berdaya di hadapan kekuatan maha besar Allah. Bagi para sufi, hari raya Id merupakan saat di mana mereka tidak lagi mengingat nafsu dan ketinggian diri mereka.
Yang mereka ingat hanya kerendahan, kedaifan, kefakiran, kelemahan diri, dan segala atribut kehambaan mereka di hadapan Allah. Pengalaman spiritual atau momentum kefakiran seperti ini yang membuat bahagia. Jadi itulah hari raya Id bagi mereka.
أي الأعياد جمع عيد وهي الأوقات العائدة على الناس بالمسرات والأفراح فالمريدون يسرون بالفاقات لأنها تسرع بوصولهم لمقصودهم لما فيها من الذل وقصر النفس
A‘yad’( اعياد )bentuk jamak dari ‘Id’ (عيد) merupakan saat-saat kegembiraan dan kebahagiaan yang kerap dialami manusia. Kalangan murid merasa bahagia atas saat-saat terjepit karena saat-saat terjepit itu diyakini dapat mengantarkan mereka dengan cepat ke tujuan di mana saat-saat itu mengandung kerendahan (mereka sebagai hamba) dan pembatasan nafsu.
Syekh Ibnu Ajibah mengatakan, bagi para sufi, kebahagiaan itu terletak pada keesaan pandangan terhadap Allah, bukan yang lain. Untuk sampai ke sini–masih menurut mereka–, lazimnya orang mesti “terjebak” dalam kondisi terjepit atau situasi kefakiran kepada Allah karena dalam kondisi demikian orang tidak lagi menghiraukan nafsunya.
Syekh Ali Baras dalam Syarah Al-Hikam-nya mengatakan, “Kata ‘faqir ilallah’ menjadi kata kunci hari raya عيد الفطر bagi para sufi. Kefakiran kepada Allah sebagai pengalaman spiritual ditunggu para sufi karena itu yang menghadirkan diri mereka yang penuh kedaifan, kerendahan, dan ketidakberdayaan di hadapan Allah. Kefakiran ini mendekatkan mereka kepada Allah, melenyapkan kelalaian dari hati untuk kemudian mengingat Allah, melapangkan hati, dan menambah kuat mata batin mereka.
Kefakiran kepada Allah sebagai pengalaman spiritual bagi para sufi merupakan syiar orang-orang saleh. Mereka menyambut gembira kefakiran tersebut. Inilah makna kebahagiaan hari raya Id bagi para sufi.
Hari raya عيد الفطر bagi para sufi bukanlah berisi kenikmatan duniawi, kelezatan makanan dan minuman, kemewahan pakaian, kemegahan rumah, kesenangan jasmani, ketinggian pangkat dan atribut duniawi lainnya. Hari raya Id bagi para sufi bukan tanggal 1 Syawal yang penuh beraneka penganan di atas meja dan pakaian mentereng yang melekat di tubuh sebagaimana umumnya syiar عيد الفطر di kalangan umum.
والله اعلم
*aw/ pjmi/ wi/ nf/ 010425
Views: 11