
WARTAIDAMAN.com
Dr.H.M.Suaidi,M.Ag
Nikmat menunjuk pada kepuasan atau sesuatu yang menyenangkan hati. Harta benda, kekayaan yang melimpah, kesehatan, pangkat, dan kedudukan yang tinggi adalah nikmat. Begitu pula iman, petunjuk Tuhan, dan kesanggupan melakukan kepatuhan kepada Allah SWT merupakan nikmat.
وَاٰتٰىكُمْ مِّنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُۗ وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ.
Dia telah menganugerahkan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar sangat zalim lagi sangat kufur.
Sedangkan Niqmat merupakan lawan (antonim) dari nikmat. Kata niqmat berarti ‘ancaman’ atau ‘sikap menentang disertai kemarahan.’
Bila dikaitkan dengan Tuhan, maka kata itu bermakna, Allah SWT menentang perbuatan dosa dan maksiat. Lalu, memberi hukuman dan siksa kepada pelakunya. Jadi, berlainan dengan nikmat, niqmat justru merupakan siksa dan azab Allah SWT.
Dalam dunia modern yang penuh dengan dorongan untuk mengejar kesenangan tanpa batas, kita harus bersikap lebih bijak dalam menentukan prioritas hidup. Tidak semua kenikmatan patut dikejar, tidak semua penderitaan harus dihindari,” menjadi refleksi mendalam bagi siapa saja yang tengah mencari makna sejati di tengah arus kehidupan yang serba cepat.
mengejar kenikmatan secara membabi buta justru bisa menjadi sumber penderitaan. Kenikmatan yang tidak bijaksana—seperti kerakusan, kecanduan, atau ambisi tanpa batas—pada akhirnya membawa ketidakpuasan, rasa bersalah, bahkan kehancuran diri. Oleh karena itu, ia menganjurkan untuk memilih kenikmatan yang sederhana, alami, dan sehat, yang benar-benar berkontribusi pada ketenangan pikiran.
*anwi/ pjmi/ wi/ nf/ 270425
Views: 16