
WARTAIDAMAN.com
Selepas musibah yang menimpa ke dua orang tuanya, Bandol seperti tidak punya gairah hidup lagi. Dalam pikirannya, ke dua orang tua Bandol, kembali ke alam baka, karena kesalahan dirinya.
Sungguh berat derita yang dipikul Bandol. Rasa bersalah begitu menghantui Bandol. Berhari-berminggu, Bandol tidak mau bicara, apalagi diajak bicara.
Ingatan Bandol hanyalah rasa menyesal yang terlalu dalam. Dosa yang tak terampunkan.
Sampai suatu hari datang Ustad Gaza ke rumah Bandol.
“Bandol, kamu tidak boleh seperti ini terus menerus. Penyesalan di belakang tiada berguna. Kamu harus bangkit. Kamu masih bisa berguna bukan hanya bagi ke dua orang tuamu di alam baka, tetapi juga bagi Nusa dan Bangsa.”
Bandol diam membisu, mendengar petuah Ustad Gaza. Pikiran dan jiwanya begitu berduka. Bandol tetap menyalahkan dirinya sendiri, atas peristiwa kebakaran rumahnya, yang bahkan sampai merenggut nyawa ke dua orang tuanya.
Kalau saja, ya, kalau saja, Bandol, mengikuti nasehat Ibu. Kalau saja Bandol, menemani Bapak yang kecapaian kerja seharian. Mendengarkan cerita dongeng jaman dahulu kala. Memijat kaki Bapak, mengurut punggung Bapak. Bandol pasti tidak nonton layar tancap itu, dan kalau ada api yang akan membakar rumah, Bandol akan siaga memadamkannya.
Bandol tidak takut api. Jangankan api, dengan maling saja, Bandol berani.
“Putus asa, sikap yang dimurkai Allah SWT. Peluang dan kesempatan selalu terbuka untuk memperbaiki diri.
Ambil hikmah yang tersembunyi dari setiap musibah yang dihadapi. Kecuali Bandol memang tidak percaya pada Illahi Robbi?” Ustaz Gaza tidak bosan-bosannya memberi gambaran kepada Bandol, tentang hidup dan kehidupan.
“Ada Gerakan Indonesia Pintar, ada pembangunan rumah layak huni, bagi yang tertimpa bencana kebakaran, ada program beasiswa bagi anak miskin dan terlontar.
Ada program Keluarga Harapan. Berikan kewenangan kepada tetangga untuk menggarap sawah dengan sistem bagi hasil.
Bandol cukup konsentrasi untuk studi.
Insya Allah itu bisa menjadi jalan menuju ke tempat yang lebih tinggi. Jalan yang mendaki lagi sulit, tapi bukan berarti tidak mungkin terjadi.
Ayo, iku saya ke DKI, saat ini saya sedang sibuk nyagub. Bandol cukup bantu-bantu di rumah. Satu hal yang penting, Bandol harus sekolah. Oh ya siapa namamu sebenarnya?” tanya Ustadz Gaza.
“Satria Pratama.” jawab Bandol.
“Wah, keren. Kalau kamu bisa ketemu Satria Piningit, aku bukan cuma nyagub bahkan mungkin bisa nyamen!” seru Ustad Gaza.
Alkisah, Bandol sekolah di Jakarta. SD, SMP, SMA lulus UN dengan nilai tinggi. Bandol sendiri tak percaya. Bandol pun masuk PTN ternama, dapat pula beasiswa.
Di tempat kuliah bertemu dengan orang orang serem eh beken. Aji’S, Difa’s, Halim’s, Jati’s, Ahmad’s, Andris’s, Effendy’s, Sonata’s, Jet’Is dan banyak lagi. Bandol pun bukan hanya berprestasi di perguruan tinggi, tetapi juga di kabupaten domisili orang tuanya. Pak Bupati sampai memberikan janji, kalau lulus nanti, akan diangkat menjadi Staf Ahli.
Satu yang tidak pernah Bandol tinggalkan, berusaha mendekatkan diri pada Illahi. Setiap ada kesempatan berdoa untuk ke dua orang tua. Berharap hidupnya dapat meringankan siksaan ke dua orang tuanya di alam baka.
Tiba suatu hari, smart phone Bandol, ada notifikasi SMS. Bandol sungguh tak percaya dengan yang dibacanya. Bandol mendapat undangan makan siang di istana, karena Bandol punya akun ternama. Bukan main bangga dan bahagianya Bandol. Sampai lupa tidak minta ijin dulu berangkat le istana dengan Ustad Gaza.
Insya Allah ke dua orang tua Bandol akan sangat bangga, di alam baka, melihat Bandol makan siang di istana.
Bandol tanpa ragu-ragu, bersiap serapi mungkin. Baju batik, sepatu klimis, hasil hadiah memenangkan lomba even sastra, dipakainya. Tentu tidak lupa, Bandol membawa tanda pengenal. Itu pesan yang sampai ke smartphonenya.
Sampai di istana, sudah banyak teman Bandol di sana. Satu-satu Bandol lihat, ada yang kenal ada yang tidak. Tapi beberapa teman kuliahnya sudah berada di sana. Begitu melihat Bandol, kontan mereka melambaikan tangannya, mengajak Bandol bergabung di sana.
Baru berkumpul sejenak, satu-satu nama peserta undangan makan siang dipanggil protokol, untuk masuk ruang makan di dalam istana. Bandol menunggu dengan sabar. Banyak peserta undangan sudah masuk, hal itu membuat Bandol grogi, karena merasa dari tadi belum dipanggil namanya.
Tidak ada panggilan nama Bandol di istana. Tetapi kenapa tadi bisa bisa lolos dari daftar sekuriti, pakai kartu identitas lagi. Bandol baru sadar, setelah beberapa kali, protokol menyebut nama Satria Pratama.
Satria Pratama.
Teman- teman Bandol yang sudah di dalam istana pun sudah mulai cemas dengan Bandol. Mengapa Bandol belum masuk masuk juga. Bisa bisa Bandol ditolak masuk Istana.
Namun ketika kemudian Bandol masuk juga, dan bercerita. Bandol ditolak masuk istana, tetapi Satria Pratama dapat bergabung dengan teman-teman masuk ke istana. Mereka semua tertawa. Insya Allah kesedihan Bandol ditimpa musibah terbayar sudah.
oleh: MJK, jurnalis PJMI.
*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 120725
Views: 41
2 thoughts on “Sensasi Satria Pratama: Bandol Ditolak Masuk Istana”