
WARTAIDAMAN.com
“Bandol, di mana kamu?
Bandol, aku Dosi. Tak perlu kau sembunyi. Dosi tak pernah mengkhianati teman sejati. Walau tak begitu dengan musuh. Tak ada ampun bagi yang tak hormat sama Dosi.
Bandol, Dosi di sini. Kemarilah, Dosi kagum padamu. Karya-karyamu selalu bikin sensasi. Dosi pengin bicara dari hati ke hati. Jangan pedulikan masalah cyber army.
Dosi tahu Bandol ada di sini.
Ayo, kemarilah, Dosi menunggumu. Nanti keburu pagi!” seru Dosi di kebun belimbing UD.
‘Dosi, mengapa pula Dosi ke sini. Mau bicara dari hati ke hati. Jebakan apa lagi ini.
Cukup sudah, menjalin hubungan dengan kalangan beken. Begitu muncul problem besar, semuanya menghilang.
Biasanya sudah seperti keluarga dekatnya, tetapi jadi seperti orang asing setelahnya.’ Pikir Bandol saat di dalam kebun Belimbing UD.
‘Bandol tidak ingin lagi kontak dengan orang terkenal.’ pikir Bandol lagi.
‘Tapi Dosi? Dosi memang orang terkenal. Siapa yang tak kenal. Dosi pun sering bikin sensasi. Bahkan dulu muncul sensasi sampai lebih dari berhari-hari. Ya. Sensasi Tusuk Belati. Sensasi Dosi,’ lamun Bandol.
“Ayo Bandol. Kemari. Dosi di sini. Jangan sakiti hati Dosi. Banyak sudah hati yang luka. Haruskah kukirim ke dua bola mata untuk memandangimu. Agar kau percaya. Aku di sini. Dosi menunggumu!” seru Dosi.
“Dosi, mengapa engkau mau bersusah payah mencariku?” akhirnya Bandol ke luar dari persembunyiannya sambil memegang sebuah belimbing, yang dilemparkan UG saat mencari Bandol.
Bandol sengaja tidak mau ke luar menemui UG. Di samping Bandol segan, karena sudah ditolong UG sejak muda, sekarang saat sudah dewasa dapat masalah pun, UG yang berusaha keras menemukan dan mengetahui kesukaan Bandol. Makan buah belimbing. Ya. Strategi UG hampir saja berhasil menemukan Bandol, kalau saja Dosi tidak datang mengganggu.
Dosi bukan hanya tahu isi hati Bandol. Tetapi Dosi mencari Bandol dengan hati. Tentu saja Bandol memilih Dosi.
Begitu bertemu mereka berdua seperti sudah saling rindu, padahal belum pernah sekalipun sebelum ini, mereka mengadakan kopi darat.
Pandangan mata Dosi meluluhkan Bandol. Bahwa situasi kebatinan Bandol yang sedang rapuh saat ini, sungguh sangat membutuhkan teman untuk sharing dan connecting.
Dosi berhasil membuat Bandol terkapar dan luka, sehingga cukup alasan untuk segera masuk ke dalam lingkaran sensasi Dosi.
Dosi sadar akan kemampuannya. Dosi tahu betul apa yang dibutuhkan Bandol saat ini. Dosi ingin tahu sampai sejauh mana Bandol bisa terbang menembus langit.
Dosi ingin Bandol mencuat kembali.
Dengan kemampuan Bandol mengolah diksi, Dosi yakin Bandol masih dapat menjadi manusia berarti.
++
Setelah memandangi sejenak ke sekeliling kali Bandol kemudian bergerak menuju TIM di Cikini. Bandol tidak ingin dekat-dekat lagi dengan kawasan reklamasi.
Cukup sudah merasa dkhianati. Duh duh. Sungguh sakitnya tuh di sini.
Di TIM Bandol merasa mendapat kenyamanan abadi. Orang lalu lalang, tak begitu peduli, walau juga tak saling memuji. Basa basi yang terkadang sulit dipahami, tapi harus dilalui, supaya dapat dianggap orang yang sudah teruji.
Yah. Bandol ingin dianggap sudah teruji. Minimal duka lara, bahagia, nestapa yang silih berganti, dari muda hingga dewasa, dapat membuat Bandol lebih teruji. Bukan hanya dipuji.
Cling! Tiba tiba lamunan Bandol terhenti. Ada saja yang ingin koneksi. Di TIM inilah Bandol suka menyendiri. Banyak cafe yang dapat membuat suasana kondusif untuk mengolah diksi. Bermula dari halusinasi, secara perlahan dikembangkan menjadi imajinasi, lalu berusaha kuat untuk mentranformasikan menjadi diksi. Tapi kok ada saja yang tahu Bandol ada di sini.
“Satria. Sudah lama kau di TIM?”
‘Dosi!’ Pikir Bandol.
‘Dosi tahu aku di sini. Bagaimana Dosi tahu aku di sini? Satria. Tiba-tiba Bandol ingat nama itu. Satria Pratama. Itu nama asli Bandol.’ Lamun Bandol.
‘Dosi mengingatkan Bandol akan hal itu. Satria Pratama. ‘Ya. Mulai saat ini, akan kugunakan nama itu. Satria Pratama, nama gagah pemberian ke dua orang tuaku. Satria Pratama akan membuat Bandol lebih ternama. Tapi bagaimana Dosi tahu aku sedang berada di TIM.’ Lamun Satria makin melayang.
“Dos.”
“Sat.”
“Dari mana kamu tahu, Satria ada di TIM, Dos?”
“Teleponmu kusadap Satria!”
“Hah. Apa pula itu. Jangan main main Dos.
Jangan bikin Satria tambah bingung. Kalau nanti Satria depresi lagi, Dosi bagaimana?
Mau susah susah cari Satria lagi. Disadap itu untuk orang orang yang sudah luar biasa!” seru Staria.
“HP mu kan sering kubuka. Jadi aku tahu kebiasaanmu. Begitu. Jangan bikin sensasi ah. Tunggu Dosi di situ!” seru Dosi.
oleh: MJK, jurnalis PJMI.
*mjkr/ pjmi/ wi/ nf/ 150725
Views: 46
One thought on “Sensasi Satria Pratama: Telepon Bandol Disadap”