
WARTAIDAMAN.com
Sofia Fahrany, S.Sos.I., MA
Lecture of As-Syafi’iyah Islamic University
JAKARTA
Kedudukan perempuan muslimah itu perlu dilakukan agar tercipta pribadi yang baik bagi setiap muslimah sesuai dengan nilai- nilai ajaran Islam. Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin, dan Allah SWT senantiasa berfirman irhamu man fil’ardh panggilan untuk laki-laki dan perempuan yang kaffah (menyeluruh) dan berlaku sepanjang masa. Islam mencakup seluruh aspek hidup manusia, dan menjawab tantangan zaman. Islam tidak membatasi aktivitas seorang perempuan di rumah selama mengantongi izin suami, dan selama tidak bersolek berlebihan dan memakai wewangian menggoda. Allah SWT memandang kedudukan yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Sebagaimana dalam setiap firman Allah SWT selalu berseru “Wahai orang-orang yang beriman” untuk mukmin dan mukminat. Hakikat filosofi shalat berdoa dan kegiatan ibadah yang diawali dengan gerakan takbir, dan diakhiri gerakan shalat meliputi perkataan dan perbuatan, memiliki nilai-nilai kebaikan untuk kita internalisasi ke dalam akal pikiran (kognitif) hati kita (income) dan memiliki misi untuk kita laksanakan di antara ritual shalat ke pendorong tingkah laku baik ke luar menjadi muttaqin (outcome) bila dikerjakan dengan khusyu.’ dan berjamaah yang mempunyai pahala 27 kali lipat dari munfarid.
Kehidupan modern telah membuka banyak pintu bagi perempuan. Perempuan boleh keluar rumah ke sekolah, kampus, pasar dan lainnya. Muslimah mampu dalam segala hal yang tidak melanggar syariat Islam. Fokus pada tujuan penelitian ini adalah: Pertama, bagaimana kedudukan perempuan muslimah dalam shalat berjamaah di Masjid, Kedua, mendeskripsikan bahwa dalam setiap firman Allah SWT, mengajak “Orang-orang yang beriman tidak memandang laki-laki atau perempuan, Ketiga, Perempuan juga bisa menjadi imamah bagi makmum perempuan. Pendekatan dan jenis penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif, subyek penelitiannya menggunakan purpose sampling, teknik pengumpulan data, observasi pengamatan, wawancara, dan dokumentasi, analisis data menggunakan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan, sedangkan keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan tekhnik hasil yang didapat dari hasi penelitian ini adalah pembentukan kepribadian muslimah pada aspek pengetahuan melalui pembelajaran kitab Fiqih Sunnah, Hathab Ar-Rua’aini, Mawahib Al-Jalil, Al-Mawardi-Al-Kabir, An-Nawari, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab.
Kata kunci: Perempuan Muslimah, Shalat Berjamaah di Masjid, Nilai Ketaqwaan.
PENDAHULUAN
Kekhusyu’an dalam setiap gerakan shalat sangatlah penting karena dapat menghadirkan Allah SWT ke dalam diri kita dan membentuk jiwa yang tenang (nafsulmuthmainnah). Pada dasarnya tentang manusia dalam Al-Qur’an menggunakan tiga nama yaitu, 1. Insan, 2. Basyar, 3. Bani Adam, Insan, artinya jinak, harmoni, nampak, Basyar berarti pengetahuannya hanya terbatas pada informasi yang Allah berikan melalui wahyu, jadi tidak mengetahui data sejarah masa lalu, tidak terlihat dan hal-hal yang ghaib. Manusia diciptakan Allah dalam keadaan sempurna, diilhami oleh kebaikan dan keburukan, supaya menjadi dorongan untuk melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim itu yang meningkatkan keimanan menggapai ketakwaan merekalah ahlu surga, yang mendirikan shalat pada kedua penghujung siang (pagi dan petang) dan sebagian malam, sesungguhnya amalan-amalan yang baik itu dapat menghapus perbuatan-perbuatan yang buruk. Shalat yang benar-benar ditegakkan secara sempurna sesuai syarat dan rukunnya, akan melahirkan sikap moral takwa yang tinggi., berikut penelitian ini akan membahas tentang Perempuan Muslimah, Shalat Berjamaah, dan Keutamaan, Menggapai Nilai Ketaqwaan.
B.1 Perempuan Muslimah
Perempuan muslimah tumbuh dalam keimanan dan menebarkan aroma kebaikan kepada orang di sekitarnya, semoga perempuan muslimah senantiasa tumbuh dan mekar dalam iman menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dan mendapatkan berkah dari Allah SWT dalam setiap langkah dalam kehdupannya. Menurut Wikipoedia, Muslimah adalah sebutan bagi perempuan beriman dalam ajaran Islam. Madzhab fiqih secara umum menetapkan batas aurat bagi muslimah yaitu, seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Muslimah diwajibkan dalam ajaran Islam untuk mengenakan busana muslim yang tidak menampakkan aurat dan lekuk tubuhnya.
B.2 Shalat Berjamaah dan Keutamaannya
Rasulullah SAW bersabda” menyempurnakan wudhu ketika dalam keadaan sulit, memperbanyak langkah menuju masjid (untuk shalat jamaah), dan menunggu shalat sesudah selesai mengerjakan shalat yang demikian itu adalah perjuangan dan perjuangan” HR. Muslim. “Barang siapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan berwudhu untuk menunaikan shalat wajib, maka pahalanya seperti pahala orang yang berihram untuk melaksanakan haji” HR Abu Daud, Dihasankan oleh Syeikh Al-Bani. Dalam menjalan shalat dibutuhkan kekhusyuan shalat dapat dapat diperoleh dengan menghayati dan memahami arti kandungan makna bacaan Shalat. Shalat merupakan kewajiban semua manusia beriman untuk menggapai ketakwaan. Manusia dilahirkan dalam keadan fitrah atau suci, dan merupakan miniatur dari desain kejiwaan yang sempurna dari keajaiban alam ciptaan Allah SWT. Manusia bisa berpikir, merasa dan berkehendak,, bisa juga merespon dan mengambil kesimpulan. Konsep takwa bagi insan muttaqin adalah bila mencintai Allah maka manusia akan menjalankan ajaran Allah, khususnya shalat perintah Allah SWT.
B.3 Menggapai Nilai Ketakwaan
Keutamaan shalat adalah akan membentuk hati yang tenang (nafsulmuthmainnah), menjadi penyelamat dan penolong, dan menjadi benteng yang mencegah diri manusia dari perbuatan keji dan munkar sebagaimana firman Allah SWT di surat Al-Ankabut ayat 45 “ Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikannlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”, mendapatkan cucuran rahmat dan rasa cinta yang dalam dari Allah SWT, shalat adalah tiang agama dan agama hanya bisa berdiri tegak dengannya. Shalat juga akan menjadikan manusia lebih taqarrub (dekat) dan cinta dalam menjalin hubungan dengan Allah SWT, sesuai firmannya “Orang-orang yang memelihara shalat mereka. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi. (Yaitu) orang-orang yang akan mewarisi (surga) Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.” Al-Mu’minun ayat 9-11. Meninggalkan shalat karena mengingkarinya adalah kekafiran dan murtad dari agama Islam menurut ijmak umat Islam. Adapun orang yang meninggalkannya karena malas atau lantaran sibuk dengan sesuatu yang tidak dianggap uzur oleh agama, tapi masih mengimani dan meyakini kewajibannya, maka akan masuk neraka seperti Allah berfirman dalam Surat Al-Ma’un ayat 4 “maka celakalah (neraka wail) bagi yang melalaikan shalatnya”.
Eksistensi manusia di alam semesta adalah hamba Allah yang berkewajiban beribadah kepada Allah selaku Tuhan Yang Maha Esa dan menjalankan semua ajaran kalamullah yang ada di Qur’anul Karim dan Hadits (perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW) salah satu perintah Allah dalam Qur’anul karim adalah menegakkan shalat. Memiliki kesadaran yang tinggi bahwa didalam akal pikiran (kognitif) menuju tazkiyatunnafs (penyucian jiwa) dan tingkah laku motorik (perbuatan) sehingga menjadi pendorong dan penggerak manusia yang bertakwa bahwa falsafah shalat dalam Islam adalah memiliki kedudukan yang tidak dapat ditandingi oleh kedudukan ibadah apa pun.
Insan muttaqin adalah manusia yang bertakwa kepada Allah SWT, takwa secara lughowi adalah” wiqoyah” yang artinya menjalankan perintah Allah SWT, dan menjauhi laranganNya. Orang dikatakan bertakwa apabila kamu merupakan orang-orang yang benar baik, dan senantiasa melakukan kebaikan di manapun berada. Selalu menjaga dirinya dari segala perbuatan dan merasa sanggup mentaati segala perintahNya. Beribadah mendirikan shalat sebagai tonggak agama adalah salah satu ciri insan muttaqin. Rasulullah SAW bersabda menegaskan shalat adalah tiang agama dalam Hadits riwayat Tirmidzi “ Inti segala perkara adalah Islam dan tiangnya adalah shalat. Lebih baik shalat lebih awal, tepat waktu sesudah adzan berkumandang. Karena tandanya shalat dimulai bila sudah mendengar azan. Bagi kita, adzan adalah seruan untuk shalat, jadi kita niatkan hati yang tulus, ikhlas agar shalat diterima Allah SWT. Sempurnakan wudhu, sebelum shalat, karena Allah menyenangi manusia yang senantiasa menyempurnakan wudhunya.diantaranya tentu harus memahami bacaan shalat agar khusyu’. Ketika sujud meletakkan kening ke atas bumi, menyatu dengan bumi sebagai hamba makhluk dan insan muttaqin Allah SWT. Menurut Prof. Achmad, Mubarok, MA dalam bukunya Pada dasarnya tentang manusia dalam Al-Qur’an menggunakan tiga nama yaitu, 1. Insan, 2. Basyar, 3. Bani Adam, Insan, artinya jinak, harmoni, nampak, Basyar berarti pengetahuannya hanya terbatas pada informasi yang Allah berikan melalui wahyu, jadi tidak mengetahui data sejarah masa lalu, tidak terlihat dan hal-hal yang ghaib. Manusia diciptakan Allah dalam keadaan sempurna, diilhami oleh kebaikan dan keburukan, supaya menjadi dorongan untuk melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim itu yang meningkatkan keimanan menggapai ketakwaan merekalah ahlu surga, yang mendirikan shalat pada kedua penghujung siang (pagi dan petang) dan sebagian malam, sesungguhnya amalan-amalan yang baik itu dapat menghapus perbuatan-perbuatan yang buruk. Insan muttaqin adalah manusia yang bertakwa, Takwa secara lughowi berasal dari kata wiqoyah, menjalankan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan Allah SWT, direalisir dengan semangat pengabdian dan penghambaan, kepatuhan, dan ketaatan, kehangatan dan cinta yang membara di dalam hati sanubari terdalam manusia (min qolbi amik). Berzikir mengingat kepada Allah dengan penuh kerinduan, menyembahnya dengan tawadhu’ (rendah hati), dan kekhusyuan memelihara diri dari segala sesuatu yang mendatangkan kemurkaan dan azab siksaan, memelihara diri agar selalu senantiasa mendapat ridha Allah SWT.
Asal makna shalat menurut Bahasa arab ialah “doa” tetapi yang dimaksud disini adalah “ibadah yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan”. Shalat yang diwajibkan bagi tiap-tiap orang dewasa dan berakal ialah lima kali sehari semalam. Mula-mula turunnya perintah wajib salat adalah pada malam Isra’ Mi’raj ke sidratul muntaha dari masjidil haram ke masjidil aqsha. Isra’Mi’raj adalah dua bagian perjalanan penting dilakukan oleh Nabi Muhammad dalam waktu satu malam saja untuk mendapatkan perintah menunaikan shalat fardhu lima waktu sehari dari Ka’bah (Makkah) Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha, melewati tujuh langit ke sidratul muntaha.
Fitrah kejiwaan manusia, sebagai makhluk psikologis, manusia memiliki sifat bawaan universal. Dalam Al-Qur’an, manusia disebut basyar dan sebagai insan. Basyar lebih menunjukkan sifat lahiriah serta persamaannya dengan manusia lain sebagai satu keseluruhan, nama insan menunjuk manusia sebagai makhluk psikologis. Qur’an Surat Asy-Syams ayat 7-10 menyimpulkan bahwa manusia memiliki desain kejiwaan yang sempurna, memiliki potensi untuk memahami kebaikan dan kejahatan, bisa ditingkatkan kualitasnya menjadi suci dan dapat tercemar sehingga menjadi kotor. Sesuai firman Allah “ dan (demi) jiwa serta penyempurnaan ciptaanNya maka Allah mengilhamkan kepada jiwa (itu) jalan kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya.
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa Tuhan menciptakan jiwa manusia sebagai sesuatu yang sempurna. Kata wa pada wa nafsin adalah bentuk qasam. Dalam Al-Qur’an kata yang dijadikan sumpah Tuhan (yang didahului wawu qasam), seperti was syamsi, waddhuha, walashri, yang mengandung arti dahsyat, hebat, atau rumit. Kalimat wa nafsin menunjuk bahwa nafs itu sesuatu yang memiliki kualitas, hebat, dahsyat, sempurna. Wujud kesempurnaan jiwa itu juga memberinya nilai potensi (ilham) untuk memahami perilaku nilai baik baik buruk dan membedakannya dengan perilaku takwa. Manusia yang bertakwa atau insan muttaqin mempunyai kewajiban menjalankan semua perintah Allah SWT, salah satunya menegakkan shalat lima waktu sesuai ajaran Allah SWT melalui perantara Nabi Muhammad SAW, adapun tata cara shalat, disampaikan melalui Malaikat Jibril.
Perintah shalat pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada tahun ke 52 sebelum hijrah pada peristiwa isra’mi’raj yaitu perjalanan dari masjidil haram di Makkah ke Masjidil Aqsha di Palestina lalu naik ke langit bertemu dengan Allah SWT. Awalnya Allah SWT memerintahkan 50 kali dalam sehari semalam, namun atas saran Nabi Musa AS, Nabi Muhammad SAW memohon kepada Allah SWT agar dikurangi. Setelah beberapa kali memohon, akhirnya Allah SWT menetapkan shalat 5 waktu sebagai kewajiban umat muslim tetapi pahalanya sama seperti 50 waktu. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 1 “ Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hambaNya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. Dalam pandangan Islam bahwa setiap bayi hadir dilahirkan dalam keadaan fitrah, suci, bersih, kullu mauludin yuladu ‘alal fitrah, yang menjadikannya yahudi, nasrani, atau muslim adalah orangtuanya. Al-Ummu Madrastul ula (Ibu adalah sekolah pertama). Dari umur 7 Tahun sudah diajarkan shalat bila tidak mau, maka boleh dipukul halus. Ketika sudah mukallaf,(seseorang yang telah memenuhi beberapa kriteria untuk menyandang kewajiban dari Allah SWT sebagai konsekuensi dari taklifNya) atau baligh maka wajib mengerjakan shalat.Shalat adalah rukun kedua yang paling ditekankan sesudah syahadat. Hukum menjalankan shalat adalah fardhu’ain bagi setiap kaum muslimin, menjadikan manusia yang senantiasa tunduk dan patuh, taat kepada Allah Yang Maha Esa, menggapai keimanan, percaya dan yakin akan sebab-akibat bila tidak melakukan shalat fardhu 5 waktu, bila tidak mengerjakan maka akibatnya masuk neraka wail,Sesuai dengan surat Al-Ma’un ayat 4 yakni ” Maka neraka waillah bagi orang yang melalaikan shalat,” sebab masuk surga adalah rajin mengerjakan shalat. Dari ‘Ubaidah bin ash-Shamit Radiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, Lima shalat yang Allah wajibkan atas hambaNya. Barang siapa mengerjakannya dan tidak menyia-nyiakannya sedikit pun karena menganggap enteng, maka ia memiliki perjanjian dengan Allah untuk meamsukkan dia ke surga. Dan barang siapa tidak mengerjaknnya, maka ia tidak memiliki perjanjian dengan Allah. Jika Allah berkehendak, mak Dia mengazabnya dan jika Dia berkehendak maka Dia mengampuninya.
C.TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Penelitian ini, Penulis menggunakan beberapa literature buku –buku dan madzhab –madzhab, e-book, e-journal dan pendapat tokoh-tokoh sebagai sumber referensi, yakni sebagai berikut:
Pandangan Empat Madzhab
Madzhab Hanafi
Salah seorang ulama Hanafiyah dalam kitabnya Badai Ash-Shanai fi Tartib Asy-Syarai menuliskan: “Shalat berjamaah diwajibkan bagi laki-laki berakal, merdeka, mampu melakukannya tanpa halangan, dan tidak diwajibkan bagi wanita”.
Imam Nawawi (w.676 H) menuliskan: “Bagi para wanita, melaksanakan shalat berjamaah di rumah-rumah mereka lebih afdhal. Sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Umar, bahwasayanya Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian larang isteri-isteri kalian ke masjid, dan rumah mereka lebih baik bagi mereka.” Dari penjelasan beliau tersebut, diketahui bahwa madzhab Hanafi mewajibkan shalat bagi laki-laki namun tidak wajib bagi wanita. Maka jika tidak diwajibkan, apakah boleh wanita shalat berjamaah di masjid. Al- Marghinani (W.593 H) dalam kitabnya Al-Hidayah menyebutkan: “Makruh bagi wanita –wanita muda menghadiri shalat berjamaah, karena dikhawatirkan menimbulkan fitnah, dan tidak mengapa bagi wanita yang sudah berusia senja untuk menghadiri shalat shubuh, maghrib dan isya di masjid. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah.
Madzhab Maliki
Al-Hathab Al-Ru’aini ( W954 H) salah seorang ulama malikiyah dalam kitabnya Mawahib Al-Jalil menuliskan: “Imam Malik memakruhkan wanita yang masih muda (hadir shalat berjamaah di masjid), karena berdasarkan perbuatan para sahabat, dimana pada waktu tu, tidaklah diketahui para wanita mereka yang masih gadis atau yang muda-muda keluar ke masjid. Kalau seandainya para wanita ini turut ke masjid, maka masjid dipenuhi mereka, dan melebihi laki-laki. Adapun hadits yang diriwayatkan Abu Daud dan Ibnu Umar “ Jangalah kalian larang wanita-wanita kalian ke masjid, dan rumah mereka lebih baik bagi mereka”, maksudnya adalah keluarya mereka menuju masjid boleh, namun meninggalkan perbuatan tersebut, lebih disukai, sebagaimana dikatakan oleh Imam Malik dalam Al-Mukhtasar.
Madzhab As-Syafi-i
Al-Mawardi (W. 450 H) salah satu ulama madzhab Syafi’iyah menuliskan di dalam kitabnya Al-Hawi Al-Kabir sebagai berikut: “Disunnahkan bagi para wanita shalat di rumah-rumah mereka bukan di masjid. Imam Nawawi menuliskan “Bagi para wanita, melaksanakan shalat berjamaah di rumah-rumah mereka lebih afdhal. Sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Umar, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,”janganlah kalian larang isteri-isteri kalian ke masjid, dan rumah mereka lebih baik bagi mereka,” Namun jika seorang wanita ingin hadir shalat berjamaah di masjid bersama kaum laki-laki, dan seorang wanita yang masih muda, atau sudah tua tapi masih menarik, maka makruh baginya hadir shalat berjamaah di masjid, maka tidak makruh baginya hadir ke masjid.
Kemudian Ar-Ramli (W.1004 H), juga menegaskan mengenai hukum wanita muda shalat berjamaah di masjid: “Dimakruhkan bagi wanita yang musytahah (menarik) ikut shalat berjamaah di masjid walaupun memakai pakai jelek, atau wanita bukan menarik yang dapat menimbulkan syahwat tapi mengenakan perhiasan ataupun wewangian.”
Madzhab Hambali
Al-Buhuti (W 1051 H) salah seorang ulama Hanabiah dalam kitabnya Kasyaf Al-Qina menjelaskan: “Disunnahkan bagi jamaah perempuan tersendiri melaksanakan shalat berjamaah selama terpisah dari kaum laki-laki. Baik yang menjadi imam dari mereka sendiri atau yang lain, sebagaimana yang pernah dilakukan Aisyah dan Ummu Salamah. Diperbolehkan pula bagi para wanita ikut shalat berjamaah bersama kaum laki-laki selama mereka tidak memakai wewangian dan seizing suami mereka.”
Pandangan tokoh agama
Menurut Syekh Yusuf Qardhawi ” Saya mengungkapkan tanpa rasa sungkan perempuan boleh bepergian ke pasar, tempat perbelanjaan, maka apalagi untuk beribadah ke masjid, berikanlah kesempatan pada perempuan agar mereka bisa mendapatkan menyaksikan kebaikan, mendengarkan nasehat dan mendalami agama Islam. Boleh memberikan kesempatan bagi mereka selama tidak dalam perbuatan maksiat dan sesuatu yang meragukan selama kaum perempuan ke luar rumah dalam keadaan menjaga kehormatan dirinya dan jauh dari fenomena tabarruj (bersolek jahiliyah) yang dimurkai Allah SWT.
Menurut Buya Yahya menuturkan “wanita boleh shalat di masjid dalam beberapa catatan, salah satunya jika di rumah wanita tersebut banyak sehingga membuat shalat tidak khusyu’, kalau rumahnya tidak sehat, masjid lebih bagus bagi wanita, jika rumahmu tidak terhormat, masjid lebih baik bagi seorang wanita. Nabi pun mengatakan jangan kau larang wanita masuk masjid, silahkan wanita masuk masjid shalat di masjid jangan sampai seperti sebagian kelompok mengatakan, perempuan jangan masuk masjid, perempuan dilarang masuk masjid tapi dpersilahkan masuk mall.
D.METODE PENELITIAN
Adapun metodelogi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan heuristik, presentasi, serta historiologi, verifikasi bukanlah suatu studi yang sederhana karena ia terfokus pada kehidupan sehari-hari dalam konteks yang spesifik. Metode ini ialah pencarian suatu pengertian suatu gejala, fakta atau realita, secara mendalam karena peneliti juga harus menelusuri dari pengumpulan data dan analisis kompleks, hal itu dilakukan mulai dari sejak awal penelitian hingga akhir penelitian, dengan tujuan agar pembaca dapat mengenal dalam menginterprestasikan suatu masalah dapat diselesaikan dengan baik. Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan metode library research yang akan diambil dari literature dari buku dan e-book dan media online, adapun metode penelitian meliputi: 1. Deskriptif Kualitatif, 2.Heuristik, 3. Presentatsi, 4. Verifikasi, 5. Historiografi
Deskriptif Kualitatif
Merupakan upaya menggambarkan dan menjelaskan pemahaman secara literatur apa yang menjadi masalah, sebab dan akibat serta bagaimana penyelesaian masalah penelitian agar dapat dipahami dengan baik dan benar secara sederhana.
Heuristik
Heuristik merupakan tahap pengumpulan data yang berhubungan dengan tema penelitian. Tahap ini dilakukan pengumpulan materi dokumen melalui pencarian buku, jurnal, makalah internet, dan lainnya. Penelusuran sumber melalui kajian kepustakaan. Selama penelitian ini berjalan, juga dicari dari sumber-sumber buku perpustakaan UIA Jatiwaringin Pondok Gede Kota Bekasi.
Presentasi
Data yang telah teruji kebenarannya, ditafsirkan dan diterangkan berdasarkan materi yang telah ditetapkan. Tahap ini merupakan upaya mengkronologiskan fokus penelitian, sehingga menghasilkan konstruksi sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan.
Historiografi
Kenyataan yang telah teruji dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan keterangannya disusun dalam bentuk kisah yang dapat dipercaya. Pemaparan dan pelaporan menggunakan deskriptif analitis dipakai untuk bentuk keutuhan tulisan.
Verifikasi
Proses menguji dan menganalisis data secara kritis untuk mendapatkan data yang autentik, selanjutnya membandingkan sumber satu dan sumber lainnya untuk memperoleh kebenaran data autentik relevan dengan penelitian.
*anwi/ wi/ nf/ 260825
Views: 14