WARTAIDAMAN.com
“Bagaimana, Abu Arang?” tanya Danang, Sayidin Panotogomo.
Tidak ada jawaban dari Pendekar Langit Abu Arang.
“Abu Arang, kau setuju tidak dengan usul Paduka? Mau pilih siapa?” tanya Pangeran hafiz Bagus Tinukur menegaskan.
Karena tidak ada jawaban juga dari Pendekar Langit Abu Arang, maka Salahuddin pun mencoba mendekati tubuh pendekar yang telah memberikan ilmu kesaktian kepadanya itu.
“Pendekar …,” sapa Salahuddin dengan perlahan untuk menghormati Pendekar Langit Abu Arang. Namun, ternyata Pendekar Langit Abu Arang kembali pingsan.
“Paduka, Pendekar Abu Arang pingsan lagi,” lapor Salahuddin.
“Astagfirullah.” Danang, Sayidin Panotogomo pun istigfar.
“Apa, Pendekar Langit Abu Arang pingsan lagi?” tanya Pangeran Hafiz, Bagus Tinukur.
“Oh, ya, dari tadi, Jalal dan Tanjung kok tidak ikut bicara. Ke mana mereka berdua Salahuddin?” tanya Danang, Sayidin Panotogomo.
“Tadi, mereka berdua ada di dekat saya, Paduka. Tapi sekarang saya juga tidak tahu, ke mana mereka pergi,” jawab Salahuddin, “jangan-jangan …,”
“Apa yang kau pikirkan, Salahuddin!” seru Danang, Sayidin Panotogomo.
“Tidak ada, Paduka,” jawab Salahuddin.
“Bohong! Kau berpikir, jangan-jangan Jalal dan Tanjung menyusul Eyang Ki Ageng Batman pergi ke istana Matraman Raya, bukan?” tanya Danang, Sayidin Panotogomo.
Namun, setelah itu dia juga pingsan.
Danang terkejut, jika Jalal dan Tanjung memang pergi menyusul Ki Ageng Batman, karena beliau adalah ayah kandung Jalal dan Tanjung. Bisa jadi pembicaraannya tentang kekhawatiran atas keselamatan Ki Ageng Batman, membuat dua pendekar yang telah diberinya ajian Bandung Bondowoso itu ingin menyelamatkan ayah mereka. Danang, Sayidin Panotogomo merasa bersalah telah membuat Jalal dan Tanjung pergi ke istana Matraman Raya karena mendengar kata-katanya yang ditujukan kepada Salahuddin. Berbagai macam perasaan berkecamuk dalam hati Danang, Sayidin Panotogomo, dari terkejut, merasa bersalah, risau bercampur menjadi satu, sehingga membuat Danang, Sayidin Panotogomo justru pingsan.
“Paduka … hamba tidak berani …,” kata Salahuddin merasa ikut bersalah karena perkataannya membuat Raja Danang kaget, bahkan kemudian pingsan.
“Salahuddin … jaga kami … baik-baik …,” kata Pangeran Hafiz yang kemudian juga ikut pingsan.
Ketiga Pendekar Langit itu memang masih terluka parah, akibat mereka bertempur bertiga saling mengunci.
Apalagi sisa-sisa tenaga mereka saat mereka sadar, mereka pergunakan untuk membagi ilmu mereka masing-masing kepada Salahuddin, Jalal dan Tanjung. Mereka takut kalau tidak ada waktu lagi, bagi mereka bertiga untuk dapat hidup lebih lama, sehingga mereka ingin membagi ilmu kesaktian mereka kepada orang lain.
Salahuddin, Jalal, dan Tanjung beruntung dapat menerima ilmu sakti dari Tiga Pendekar Langit itu. Saat ini mereka bertigalah yang justru menjadi Tiga Pendekar Langit. Namun, Jalal dan Tanjung saat ini pergi meninggalkan Salahuddin. Sementara Salahuddin harus menjaga ketiga tokoh sakti Danang, Sayidin Panotogomo, Raja Matraman Raya, Pangeran Hafiz Bagus Tinukur dan Pendekar Abu Arang.
***
Saat Ki Ageng Batman diajak Miss Kiara untuk segera kembali melapor kepada Danang, Sayidin Panotogomo, terbang dengan Perahu Surya bersama Mbak 00 WeIBe dan Wahyudi, mereka tidak menyadari kalau melewati kebung singkong, yang dulu merupakan tempat Adi dihukum Danang, Sayidin Panotogomo atas usul Pangeran Hafiz, Bagus Tinukur. Adi dihukum untuk menanam singkong dan harus belajar menghafal Al-Qur’an.
Adi juga harus setor hafalan surat Al-Qur’an kepada Pangeran Hafiz, Bagus Tinukur, untuk mengetahui perkembangannya. Menurut Pangeran Hafiz, Bagus Tinukur, orang yang taubat seperti Adi, yang ingin mengambil takhta Kerajaan Matraman Raya, tetapi gagal karena dikalahkan oleh Danang, Sayidin Panotogomo, harus terus diwaspadai, bahkan dimonitor kegiatannya. Setor hafalan surat Al-Qur’an dapat menjadi salah satu alternatif untuk memonitor kegiatan Adi. Di samping dia harus menunjukkan kesetiaannya dengan menanam pohon jagung di lahan yang luas.
Sesaat Wahyudi merasa, kalau telinganya mendengar suara orang yang membaca Al-Qur’an. Namun, karena mereka terbang agak tinggi di atas ladang jagung itu, maka Wahyudi tidak memperhatikan secara seksama, sehingga tidak tahu kalau yang membaca Al-Qur’an itu Ustaz Bondan Kaja. Putri Raisa bersama rombongan keluarga istana berada di rumah tempat dulu Adi dihukum. Namun, belum sempat Wahyudi berpikir panjang tentang suara orang yang membaca Al-Qur’an itu, tiba-tiba terdengar suara seruling dari arah depan.
“Ayah, suara seruling ini seperti suara seruling Adi. Harap Ayah dan para ibu hati-hati dan bersiap menghadapi sesuatu. Adi adalah lawan tangguh bagi kita!” seru Wahyudi.
“Miss Kiara tolong kendalikan arah Perahu Surya. Mbak 00 WeIBe, mendekat ke sini,” kata Ki Ageng Batman, sambil menarik tangan Mbak 00 WeIbe, supaya bisa lebih dekat dengan dirinya, ada bahaya besar menghadang di depan.”
“Wahyudi. Rupanya kamu yang sedang terbang.” Tiba-tiba Adi sudah berada di dekat Perahu Surya, sambil mengendong Niki, ibunya.
Di belakang Adi, tampak Panglima GaZa, yang kebetulan sudah kehilangan ajian Tameng Waja yang luar biasa dahsyat, kalau masih dimiliki. Panglima GaZa hanya diam menemani Adi, yang menggendong Niki, ibunya.
Dari destinasi wisata Baturaden, Adi diminta Niki untuk segera pergi ke istana Matraman Raya. Adi tidak menyangka kalau di tengah jalan mereka akan bertemu dengan Wahyudi. Adi mengenal Wahyudi karena dulu saat akan merebut takhta Matraman Raya, Adi dikalahkan oleh Danang, Sayidin Panotogomo yang dibantu Wahyudi dan Pangeran Hafiz, Bagus Tinukur.
“Wahyudi, mengapa nasibmu begitu buruk. Harus bertemu dengan Raja Adi, di sini!” seru Adi yang langsung menyebut dirinya sebagai raja, supaya Wahyudi tambah kecut hatinya kalau mengetahui Adi sudah menjadi raja. Adi juga tidak lagi takut kepada Wahyudi, yang dia tahu mempunyai kesaktian tinggi, saat bersama Danang, Sayidin Panotogomo. Apalagi saat ini, Adi juga mampu mengerahkan ajian BuJin kepada lawannya. Adi bahkan tidak tahu kalau, Wahyudi sudah tidak dapat mengerahkan ajian Bandung Bondowoso yang begitu hebat, yang dulu membuat Adi dikalahkan Danang, Sayidin Panotogomo, karena ajian Bandung Bondowoso baru dapat menjadi sangat hebat kalau dilakukan oleh dua orang hebat sekaligus dalam jarak dekat.
Wahyudi tidak mau meladeni perkataan Adi, karena merasa bahaya besar akan menimpa rombongan mereka. Ki Ageng Batman, Miss Kiara, Mbak 00 WeIBe, dan dia sendiri, akan menjadi lawan empuk, bagi Adi yang mempunyai kehebatan dengan Seruling Sakti. Jangankan layar Perahu Surya yang membantu mereka terbang, sedang keselamatan jiwa mereka berempat saja, belum tentu dapat terjamin, kalau terkena serangan Seruling Sakti Adi. Apalagi Wahyudi sudah pernah berjanji, tidak ingin menggunakan ajian Mendung Penangkap Hujan untuk berperang. Namun, situasi dan kondisi, tidak memungkin Wahyudi untuk berpegang pada janji itu.
Kesaktian ajian Mendung Penangkap Hujan dari Pangeran Hafiz, Bagus Tinukur bisa jadi hanya akan mampu menghalangi kekuatan tenaga Seruling Sakti Adi, tetapi tidak dapat secara efekti menyerang Adi.
Situasi berbahaya akan dihadapi Wahyudi, Ki Ageng Batman, Miss Kiara, dan Mbak 00 WeIBe, bahkan juga Perahu Surya dapat terancam rusak karena kesaktian Serulung Sakti Adi. Wahyudi belum tahu bahwa Adi saat ini bukan hanya mempunyai kesaktian dari Seruling sakti, tetapi juga mempunyai ajian BuJin yang dapat menyiksa bahkan membunuh orang, karena BuJin yang ikut Adi adalah golongan BuJin yang cenderung jahat.
Krak!
Tiba-tiba terdengar suara keras pada Perahu Surya.
“Ki Ageng, lambung perahu retak!” seru Miss Kiara.
“Ki Ageng, layar perahu robek.” Teriak Mbak 00 WeIBe.
oleh: MJK, jurnalis PJMI.
*mjkr/ wi/ nf/ 281025
Views: 25












