WARTAIDAMAN.com
Ditulis Dalam Rangka Memperingati Ulang Tahun Perak/Ke-25 INDEMO
Oleh : Indra Adil
Eksponen PKM IPB 77/78
PROLOG
Aktivis Kemasyarakatan adalah label yang kini menjadi Kebanggaan bagi sebagian besar Aktivis di Era Milenial ini.
Di era Orde Baru, label Aktivis lebih dikonotasikan sebagai Aktivis Mahasiswa, dan ini tentu saja karena kata Aktivis Mahasiswa lebih mengacu kepada Aktivis Kemahasiswaan yang dipelopori oleh Angkatan ’66.
Saat itu kata Aktivis cenderung diberikan kepada Mahasiswa, baik kepada Angkatan 66, Angkatan Malari, Angkatan 77/78, Angkatan 80 maupun Angkatan 98 atau Angkatan Reformasi.
Sejak era Milenial belum ada lagi label Aktivis Mahasiswa diberikan kepada Mahasiswa setelahnya.
Kini hampir bisa dikatakan bahwa Aktivis Mahasiswa sudah Kehilangan Momentum, artinya tidak akan ada lagi Mahasiswa yang menjadi Aktivis.
Label Aktivis kini diterakan kepada Masyarakat, dengan nama Aktivis Kemasyarakatan.
Tampaknya hal ini diakibatkan oleh tidak munculnya Aktivis Mahasiswa, sementara mantan mahasiswa yang dulu menjadi Aktivis belum rela untuk meninggalkan label Aktivisnya diakibatkan belum merasa sampai pada Tujuan Ideal Aktivitasnya dulu.
Artinya kekosongan dunia Aktivis Mahasiswa saat ini diisi oleh mantan-mantan Aktivis Mahasiswa yang pernah berjaya di eranya.
Mantan-mantan Aktivis Mahasiswa tersebut menyalurkan Sikap Kritis Mereka melalui sikap-sikap Kritis Kemasyarakatan yang melingkupi dunia mereka saat ini.
Bila kita perhatikan Aktivis-aktivis Kemasyarakatan yang mendominasi Dunia Aktivis saat ini, sebagian terbesar adalah Mantan-mantan Aktivis Mahasiswa di era sebelum Milenial.
Bahkan bila kita wawancarai Kelompok Aktivis Emak-emak yang sangat Agresif ikut Demonstrasi, yang kini sudah menasional, sebagian besar adalah mantan Aktivis Mahasiswa di eranya pula.
Begitupun para kakek-kakek dan nenek-nenek di UI WATCH, yang bertekad mengembalikan Kampus UI sebagai Kampus Perjuangan.
Bagi mereka tak ada istirahat bagi Pejuang Keadilan dari Kampus Kuning.
Mereka beralasan bahwa Anak-anak Muda saat ini termasuk Mahasiswa, tidak memiliki “sense of belonging” terhadap Bangsa dan Negara.
Dan ini sesungguhnya adalah akibat Pendidikan yang diberikan oleh Rezim Reformasi yang dilahirkan oleh Angkatan Mahasiswa sebelumnya, yang telah MEMBONGKAR HABIS UUD 45 menjadi UUD 45 PALSU. Tentu saja hal itu adalah Akibat Reformasi yang KEBABLASAN.
JENIS-JENIS AKTIVIS KEMASYARAKATAN
Bila kita pilah-pilah Aktivis Kemasyarakatan yang ada saat ini, maka akan kita dapatkan pembagian sebagai berikut :
1. Aktivis Idealis (Murni)
2. Aktivis Praktisi (Murni)
3. Campuran Aktivis Idealis dengan Aktivis Praktisi
4. Aktivis Nostalgis
5. Aktivis Filantropis
6. Aktivis Bisnis
7. Aktivis Figuran
8. Aktivis Selebritis
9. Aktivis Buzzer
1. Aktivis Idealis (murni)
Aktivis Idealis Murni adalah Aktivis yang berpegang teguh kepada Idealisme yang ia anut.
Ia tidak akan berpindah dari Pijakannya itu meski Nyawa jadi Taruhannya.
Aktivis tipe ini meski tidak langka, tetapi cukup sulit untuk ditemukan karena di samping membutuhkan Kecerdasan Istimewa, juga Keberanian yang Signifikan.
Tiga orang yang telah membuktikannya dengan Taruhan Nyawa adalah Marsinah, Jiwi Tukul dan Munir Said Thalib.
Seorang lagi Aktivis Idealis Murni yang telah Mendahului Kita adalah Faisal Basri, yang konon kabarnya disebabkan Sakit, meskipun ada juga yang meragukan alasan Kematiannya.
1.1. Marsinah (10 April 1969 – 8 Mei 1993)
Adalah seorang aktivis dan buruh pabrik pada masa Orde Baru, bekerja pada PT Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo yang diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 8 Mei 1993, setelah menghilang selama tiga hari.
Mayatnya ditemukan di hutan yang berada di Wilangan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
Begitu fenomenalnya Kasus Marsinah hingga Hari Kematiannya dijadikan Hari Sakti untuk Kaum Buruh.
Sangat bisa dimaklumi, karena Marsinah adalah Tokoh Buruh Porong yang selalu Membela dengan Gigih hampir setiap Kepentingan Kaum Buruh Nasional.
Bahkan setelah Kematiannya ia mendapatkan Penghargaan Yap Tiam Hien SH. Pada 26 November 1997 malam, pentas drama monolog Marsinah Menggugat oleh Ratna Sarumpaet dan Teater Satu Merah Panggung di gedung Cak Durasim Taman Budaya Jawa Timur (TBJ), Jln. Gentengkali, Surabaya, dilarang pihak kepolisian.
Bisa dibayangkan betapa berwibawanya Marsinah, setelah Mati pun, namanya masih Ditakuti Pemerintah Orba.
1.2. Widji Thukul (26 Agustus 1963-10 Februari 1998)
Adalah penyair dan aktivis, yang terkenal atas puisi dan syairnya yang ditujukan untuk mengkritik pemerintahan rezim Orde Baru yang berkuasa pada masa pemerintahan Presiden RI kedua, Soeharto.
Pada tanggal 10 Februari 1998, Tukul dikabarkan menghilang bersamaan dengan hilangnya 12 Aktivis lainnya yang diduga Diculik, tanpa diketahui dengan pasti Siapa Penculiknya.
Puisi-puisi yang dilahirkan olehnya betul-betul Puisi Pemberontakan terhadap Kemapanan Pemerintahan Dzalim saat itu.
Kutipan dari Puisinya yang fenomenal adalah :
-apabila usul ditolak tanpa ditimbang
-suara dibungkam
-kritik dilarang tanpa alasan
-dituduh subversif dan mengganggu keamanan
-maka hanya ada satu kata : lawan!
Solo, 1986
1.3. Munir Said Thalib (8 Desember 1965-7 September 2004).
Adalah seorang Aktivis Hak Asasi Manusia Indonesia.
la merupakan satu dari sekian pendiri lembaga swadaya masyarakat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) dan Imparsial.
Pada saat menaiki pesawat Garuda Indonesia Penerbangan 974 dari Jakarta, Indonesia menuju Amsterdam, Belanda menggunakan pesawat berjenis 747-400 pada tanggal 7 September 2004, ia dibunuh dengan cara diracun di atas pesawat dengan makanan serta minuman yang ia makan dan minum menggunakan campuran Arsen.
la merupakan pemenang Right Livelihood Award pada tahun 2000 bersama tiga orang lainnya.
Pelaksana Pembunuhan, yaitu Pilot Garuda Polycarpus telah menjalani Hukuman 14 Tahun, tetapi Dalang Utama Pembunuhannya sendiri tampaknya “Tak Terjangkau Hukum”.
1.4. Satu Tokoh Aktifis Idealis lagi yang telah mendahului kita adalah Faisal Basri, Ekonom UI yang sering mengkritik Kebijakan-kebijakan Ekonomi Pemerintah (terutama Rezim Jokowi) dalam Penggunaan Anggaran yang Korup menurutnya maupun dalam Rencana Pengalokasian yang salah kaprah.
Kini kita tak akan mendengar lagi Kritik-kritik Faisal yang Cerdas, Tegas dan Pedas. Selamat Beristirahat bung…
Sementara Aktivis-aktivis Idealis masih cukup banyak yang berkiprah dengan Komunitas dan Tema Perjuangan masing-masing.
Kadang juga terjadi Kolaborasi di antara mereka yang biasanya bertemu dalam Platform Perjuangan yang sama.
Platform Perjuangan yang paling Populer saat ini adalah Penghancuran Rezim Dinasti Jokowi.
Begitu banyak Tokoh-tokoh Aktivis Kemasyarakatan bersatu dalam Platform ini untuk Tujuan yang sama : “Hancurkan Dinasti Jokowi”.
2. Aktivis Praktisi (Murni)
Aktivis Praktisi Murni adalah Aktivis dengan Kemampuan Pengaturan Demonstrasi (pembuat skenario demo) dan tentu saja harus didukung Kondisi Fisik yang Selalu Prima.
Aktivis Praktisi Murni bukan saja Pandai Gaul, dia juga harus Cerdas Membaca Situasi Lapangan.
Aktivis tipe ini termasuk cukup banyak jumlahnya, meskipun setiap Aktivis memiliki Kemampuan Pengorganisasian Demo yang berbeda-beda, tergantung Pengalaman masing-masing.
Demo dengan Jumlah Besar dibanding Demo dengan Jumlah Kecil sudah Pasti berbeda dari Sudut Apa pun.
Lalu apa Tugas Aktivis Praktisi Murni?
Di sini uniknya Dunia Aktivis (baru satu nih ye?).
Aktivis Praktisi Murni Profesional cukup banyak, tapi bila diperlukan Demo dengan jumlah yang puluhan ribu, maka akan bermunculan Aktivis Aktivis Praktisi Murni Baru dari kalangan mereka sendiri, tanpa ada Persiapan untuk melatih mereka menjalankan Tugas Aktivis Praktisi.
Tugas Aktivis Praktisi yang terutama adalah sebagai Koordinator Lapangan (Korlap) yang mengendalikan Demonstrasi.
Dan ini bisa berjenjang. Artinya Korlap juga bertingkat-tingkat.
Sebetulnya bukan Tingkat atau Jenjang seperti yang kita kenal dalam Birokrasi atau Organisasi.
Tugas Korlap itu lebih ditujukan pada Pengatur Arah dan Tujuan Kelompok Demonstran yang dipimpinnya, bila Demo diarahkan pada Beberapa Tempat.
Tetapi bila Demontrasi hanya Menuju 1 Tempat, maka Tugas Korlap menjadi lebih ringan, karena mereka hanya fokus pada Kelompok dalam Satu Komunitas yang sama, yang mungkin dibagi menurut Profesi Pekerjaan masing-masing.
Misal Buruh Pabrik Mobil atau Motor dipimpin oleh Korlap masing-masing, Buruh Pabrik Obat punya Korlap sendiri, begitu seterusnya.
Dan Peran Aktivis di sini lebih kepada Supervisi, Mengatur Ritme dan Menumbuhkan Aura Tajam pada Suasana Demo.
Tentu saja sebelumnya sudah ada Komunikasi yang Intens di antara Buruh dengan Kalangan Aktivis.
Biasanya Demonstrasi yang Sempurna, atau mencapai Tujuan adalah Kolaborasi antara Aktivis Idealis dengan Aktivis Praktisi.
Sempurna belum tentu berarti Sukses karena Sukses lebih ditentukan oleh Tanggapan Balik dari Pihak yang di Demo.
3. Gabungan Aktivis Idealis dengan Aktivis Praktisi.
Tentu saja Karakter Aktivis seperti ini cukup Langka.
Ini adalah Karakter yang bukan saja membutuhkan Kecerdasan dan Keberanian, tetapi juga sekaligus Kemampuan Manajemen.
Anda bukan saja harus Cerdas, Pintar dan Paham Manajemen.
Tetapi anda juga harus Pintar Gaul, artinya disukai banyak Aktivis dalam Pergaulan.
Dan satu hal lagi yang penting, anda Wajib memiliki Kharisma, sesuatu yang datang dari Pencipta.
Tentu saja tidak setiap Aktivis memiliki Aura Kharismatik.
Di dalam kategori ini di samping seorang Aktifis dituntut Keandalan Idealismenya, ia juga dituntut Kemampuan Membuat Skenario Demonstrasi secara terukur, menentukan kendala yg mungkin terjadi dan tidak kalah penting mampu mengumpulkan Peserta Demo yang jumlahnya signifikan dengan Skala Demo yang diinginkan.
Almarhum Rizal Ramli dan Farid R Faqih bisa dimasukkan ke dalam kategori Aktifis tipe ini.
Ada cukup, meski tidak banyak, Tokoh Aktivis Kemasyarakatan lagi yang bisa dimasukkan Kategori ini dan Masih Berkibar sampai saat ini di Komunitas mereka masing-masing dengan Semangat Perjuangan yang sama.
Tetapi perlu dipahami, Tokoh-tokoh Aktivis tidak hanya bergulat di sekitar Jakarta, Bogor dan Bandung saja, tidak sedikit Tokoh-tokoh Aktivis dari sekitar Jakarta seperti Depok, Bekasi dan Tangerang, juga di luar Jawa seperti Makasar, Palembang dan Medan.
4. Aktifis Nostalgis
Aktifis Nostalgis adalah Mantan Aktifis Mahasiswa yang masih belum rela meninggalkan Dunia Aktivis.
Mereka masih suka berkumpul dengan sesama Mantan Aktivis Mahasiswa di eranya dan masih menyumbangkan Pemikiran-pemikiran yang Konstruktif untuk Bangsa dan Negara melalui Diskusi-diskusi ataupun Tulisan-tulisan yang kritis, artinya mereka tetap Kritis.
Meskipun, Hasil Diskusi Non Formal tersebut kadang ditulis di dalam Grup WA saja, dan dampaknya terhadap Kontribusi Bangsa bisa dikatakan tidak ada.
Tetapi bukankah banyak ide yang lahir dari Diskusi-diskusi Besar Formal pun juga tidak punya Kontribusi pada perkembangan Bangsa?
Aktivis Nostalgis ini bahkan kadang turut hadir dalam Pertemuan Pertemuan Aktifis Kemasyarakatan Formal meskipun lebih kepada Kehadiran saja, untuk sekedar Bernostalgia.
Aktifis Nostalgis ini tidak memerlukan Kelompok Formal, tetapi tetap memerlukan WAG untuk mempertahankan Gelar Aktivisnya.
Begitu berartinya bagi para mantan Aktivis Mahasiswa ini label Aktivis sehingga WAG-nya pun cukup banyak yang mewakili Kelompok Aktivis Kemasyarakatan Nostalgis.
Mungkin di seluruh Indonesia ada Puluhan Kelompok Aktivis Kemasyarakatan Nostalgis yang Eksis.
Bayangkan setelah Era Gerakan Mahasiswa ’66 berapa banyak Angkatan Aktivis Mahasiswa tumbuh di setiap kota-kota di Indonesia.
Mulai dari Angkatan Malari, Angkatan 77/78, Angkatan 80 dan Angkatan 98.
Setidaknya kelompok Aktivis Nostalgis banyak bermunculan di kota-kota Pendidikan seperti Banda Aceh, Medan, Palembang, Jakarta, Bogor, Bandung, Jogyakarta, Semarang, Surabaya, Malang dan Makasar.
5. Aktivis Filantropis
Aktivis Filantropis harus kaya? Ini pendapat kuno.
Saat ini dan mungkin sejak dulu, Aktivis memang selalu Miskin setidaknya Hidup Sederhana.
Satu dua ada Aktivis Kaya, tetapi bukan saja jumlah Aktivisnya sangat Terbatas, Jumlah Kekayaannya pun Terbatas, juga selang lama waktu kayanya pun umumnya Terbatas.
Tergantung berapa lama ia menjabat Jabatan di Pemerintahan ataupun di BUMN atau BUMD.
Bagaimana Aktifis Miskin/Sederhana bisa menjadi Aktivis Filantropis?
5.1. Rizal Ramli.
Ia berasal dari keluarga sederhana di Bogor.
Ia memang pernah bekerja bahkan menjadi Kepala Badan 1 X, Menko 2 X dan Menteri 1 X.
Tetapi RR relatif dianggap bersih selama karier Jabatannya, setidaknya selama menjabat tak pernah terdengar ada kasus korupsi sekecil apa pun yang menimpanya. Begitupun setelah menjabat.
Meski demikian, RR dikenal “Royal” oleh teman-temannya. Ia bisa menggaji bulanan beberapa temannya dengan gaji yang cukup tinggi, yang bila digabungkan bisa mencapai 100 juta rupiah bahkan lebih.
Belum lagi ia membayar bulanan suatu Media Online untuk Kepentingannya.
Kepada teman-teman se-Angkatan 77/78 atau kepada sesama Aktivis lain, ia juga ringan tangan dalam membantu tanpa bercerita kepada orang lain.
Dari manakah Dana yang dikeluarkannya dari bulan ke bulan tersebut?
Tidak ada yang tahu, tetapi beberapa teman dekatnya mengetahui bahwa RR memang Kaya, tetapi tidak Sangat Kaya, apalagi Super Kaya?
Dari mana dia bisa mengeluarkan dana Ratusan Juta setiap bulan (ada sesama Aktivis yang menghitung sampai 200 juta) untuk Lembaga yang didirikannya bersama teman-teman Aktivis lainnya itu? Wallahu a’lam.
Bagaimana pun ia dikenal sebagai Aktivis Komplit, Idealis, Praktisi sekaligus Filantropis.
5.2. Farid R. Faqih.
Dia sudah dikenal sebagai Aktivis Filantropis sejak Mahasiswa.
Ia ringan tangan dalam membantu teman sesama mahasiswa, padahal dia cuma berasal dari Keluarga Kaya di level bawah.
Menunggu Kelulusan S1 setelah Keluar dari Rumah Tahanan Militer Bandung, ia sempat mendirikan Lembaga Pendidikan Nonformal PAKAR (Pendidikan Anak Terlantar). Pengajarnya adalah Sukarelawan dari Mahasiswa IPB. Tempat
Mengajarnya di Lorong-lorong Pasar Bogor di sore/malam hari setelah Pasar Tutup.
Setelah lulus S1, ia sempat bekerja secara profesional di Kodel dan Kem Chick Bob Sadino. Tapi semua tak bertahan lama, Jiwa Aktivisnya memanggil dan ia pun mendirikan PaRaM, Pandu Rakyat Miskin yang bersekretariat di Jln. Rasuna Said, Kuningan.
Pekerjaan Pertamanya adalah membantu World Food Program (WFP) melalui BULOG, menyalurkan Beras Murah untuk Rakyat Miskin dengan harga Rp.1.000,-/Kilogram.
Untuk jasanya, PaRaM mendapatkan Insentif Rp.150,-/Kilogram.
Pada Puncak Profesionalitas Jasa Penyaluran Beras Murah tersebut, PaRaM mampu menyalurkan Beras Murah kepada 200 ribu Kepala Keluarga di wilayah Jakarta, Depok dan Bogor.
Memang Luar Biasa, karena Pekerjaan Tersebutlah hampir setiap hari dilakukan oleh PaRaM dengan bantuan Relawan dari Aktivis Mahasiswa maupun Relawan Lepas lainnya yang diberi Honor dari Hasil Insentif yang diberikan oleh WFP via Bulog.
Pekerjaan ini dilaksanakan dengan sukses, meski diakhiri dengan sengketa saat Bulog memberi Beras Rusak kepada PaRaM dan PaRaM mendemo Bulog dengan cukup Brutal ke alamat Dolog Jakarta yang memberi Beras Rusak tersebut, sebagai Protes.
Karena Penghentian Kerjasama Penyaluran Beras Murah menurut WFP bukan kesalahan PaRaM, maka WFP selalu mengajak PaRaM dalam Penanganan Bantuan Beras ke hampir setiap Bencana Nasional di seluruh Indonesia, termasuk ke Aceh saat terjadinya Tsunami Aceh 26 Desember 2004.
Bahkan di Aceh PaRaM diberi Kendaraan 1 Truk Besar untuk Operasional oleh Presiden SBY dan juga 1 Truk Sedan 2 Kabin berwarna Putih yang saat itu baru pernah digunakan di Indonesia oleh WFP saja.
Kejadian Tragis menimpa Farid saat difitnah Mencuri Bantuan Tsunami untuk Kepentingan Pribadi di tengah masih bergejolaknya Aceh Merdeka di mana Militer adalah Penguasa DOM Tertinggi di Aceh. Wallahu a’lam.
5.3. Seorang Tokoh Aktivis Kemasyarakatan lain juga bisa dianggap sebagai Tokoh Aktivis Filantropis.
Dia masih berkibar dengan Bendera Lembaga yang didirikannya. Lembaga Aktivis yang didirikannya beranggotakan puluhan Aktivis berbagai jenis dan berbagai Angkatan.
Lembaganya sudah berkiprah belasan tahun dengan Kegiatan Diskusi secara Rutin setiap Minggu saat sebelum Covid 19 mengharu biru semua lini Kemasyarakatan.
Tokoh ini juga dikenal sebagai Aktivis Filantropis yang Ringan Tangan membantu sesama Aktivis apalagi terhadap Aktivis Anggota lembaga bersangkutan.
Padahal para Aktivis rekan-rekannya juga mengetahui bahwa Tokoh ini bila dipandang dari sudut Kekayaan, meski Cukup Kaya, tidaklah seberdaya seorang Filantropis yang mampu menghidupi sebuah Lembaga Resmi Aktivis beserta puluhan Anggota dengan puluhan Kegiatan setiap tahun, selama belasan tahun (dipotong masa Covid 19).
Kini Lembaga Kemasyarakatan yang didirikannya itu sudah berumur 25 Tahun dan masih Aktif.
Jangan ditanya Dampak Positif Hadirnya Lembaga Aktivis Kemasyarakatan Resmi di atas.
Suasana Demokrasi beserta Dinamikanya dari Tahun ke Tahun Terpelihara dengan Ajeg Tanpa Henti meski sering berada di bawah Ancaman Hukum yang Dipelintir oleh Penguasa setiap Rezim.
Dari mana Tokoh ini mampu Memelihara sebuah Lembaga Kemasyarakatan Resmi dengan Puluhan Anggota, puluhan pula Diskusi setiap tahun dan beberapa kerja-kerja besar selama Tahun Berjalan serta Super Besar pada Peringatan Ulang Tahun Lembaganya sendiri, tak ada yang Tahu Persis.
Tapi ia, yang juga Aktivis Idealis Praktisi, cukup Pantas Mendapat juga Julukan Aktivis Filantropis. Wallahu a’lam.
6. Aktivis Bisnis.
Bisnis Aktivis jangan disamakan dengan bisnis pada umumnya. Bila seorang Aktivis bikin Perusahaan, atau Konsultan yang tidak berkaitan dengan Dunia Sosial Kemasyarakatan, maka dia termasuk Bisnisman biasa pada umumnya, bukan Bisnis Aktivis dan dia bukan Aktivis Bisnis. Aktivis Bisnis itu membuat Bisnis yang berkaitan dengan Dunia Aktivis.
6.1. Bisnis Aktivis Biasa.
Bila dia bikin Lembaga, biasanya berkaitan dengan Lembaga Pengkajian Ekonomi atau Sosial atau Politik. Apabila di bidang Hukum, biasanya mereka membuat Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Sementara yang lebih kreatif, membuat Lembaga Survei, yang dalam 2 Dekade belakangan ini banyak yang mengkonotasikan lembaga-lembaga tersebut sebagai Lembaga Survei Abal-Abal.
Kenapa demikian? Karena sebagian besar lembaga survei – lembaga survei yang ada ternyata menjadi lembaga-lembaga yang dibayar untuk membuat survei abal-abal untuk memenangkan Pihak Pemesan.
Akan tetapi apa pun motivasi mereka, mereka tetap masuk dalam Kategori Aktivis Bisnis.
Karena semua bisnis yang disebutkan di atas bisa dikategorikan sebagai Bisnis Aktivis.
6.2. Bisnis Aktivis Luar Biasa.
Dalam kategori Luar Biasa ini ada 2 bidang besar bisnis :
6.2.1. Bisnis Demonstrasi.
Ini bisnis yang menjadikan Demonstrasi sebagai Ladang Bisnis.
Tentu saja di sini sama sekali tidak dibutuhkan Idealisme.
Ini memang semata-mata bisnis yang bersifat “dagang”, Demonstrasi Bayaran kata kuncinya.
Tampaknya Demo berjenis kelamin ini baru lahir di sekitar akhir-akhir tahun 1980-an, karena Penulis Haqul Yaqin di era Akhir 1970-an hal seperti itu belum dikenal sama sekali.
Tetapi semua Keyakinan di atas tidak menutup kemungkinan lahirnya Bisnis Demo adalah di dekade 90-an, setidaknya di awal 1990.
Menarik bila ada Pegiat Media meneliti hal ini, karena bagaimana pun hal itu merupakan suatu fenomena unik dan cukup menarik untuk diselidik.
6.2.2. Bisnis Diskusi.
Bisnis Diskusi adalah Cara Cerdas menjadikan Diskusi sebagai Ladang Penghasilan.
Tema-tema diskusi Aktivis tidak ada habis-habisnya. Mulai dari Tema Politik, Hukum, Lingkungan Hidup, Desa, Miskin Kota, Transmigrasi, Hutan Lindung, Daerah Aliran Sungai, Mafia Keadilan, Mafia Tanah, Mafia Narkoba, Mafia Jabatan dan banyak lagi.
Sumber dana bisa dari Peserta, artinya berbayar. Tetapi tidak sedikit dengan cara Mencari Sponsor, baik Sponsor Tunggal maupun Sponsor berjamaah dan atau ada juga Sponsor per orangan.
Jangan salah paham, Pelaksanaan Diskusi atau Seminar ini tidak jarang pula dilakukan di Hotel-hotel Bintang 3 ataupun Bintang 4.
Bahkan untuk Tema Ekonomi Global mereka berani menyelenggarakan Diskusi/Seminar di Hotel Bintang 5 dan berbayar.
Ada seorang Tokoh Aktivis Bisnis yang melakukan hal ini hanya dengan menggunakan 1 Tema selama belasan tahun. Temanya adalah “Kembali ke- UUD 45 Asli”, dan Tokoh tersebut konsisten dengan Tema tersebut selama setidaknya 15 tahun.
Di mana letak bisnisnya? Letak Bisnisnya adalah pada Hadirnya Sponsor.
Sponsor ini bisa Sponsor Resmi bisa juga Sponsor Bawah Tangan (Bete), biasanya per orangan.
Dan hal itu terjadi selama belasan tahun. Ini juga kadang dilakukan di Hotel berbintang dan beberapa kali di Hotel Bintang 4.
Sementara kawan kita ini hidupnya biasa-biasa saja.
Tetapi kita bisa bayangkan bagaimana nasib Aktivis Pejuang Kembali ke UUD 45 Asli (18 Agustus 1945) bila tidak ada Diskusi/Seminar Kembali ke UUD 45 Asli yang berkelanjutan yang diselenggarakan oleh Tokoh Aktivis ini. (😭)
7. Aktivis Figuran.
Aktivis Figuran adalah Komunitas Aktivis Terbesar yang terbentuk selama ini. Jangan abaikan.
Mereka bukan masyarakat kebanyakan.
Mereka juga memiliki Idealisme dan pendapat sendiri dalam berpolitik dan bermasyarakat.
Mereka bukan Figuran sebagaimana Figuran di dalam Film Layar Lebar atau Sinetron, yang berperan satu kali lalu mati.
Di antara mereka, meski biasanya mereka memiliki Panutan masing-masing, juga cukup banyak individu-individu Independen yang mampu berpendapat sendiri berlepas dari Pendapat Panutannya. Terutama pada saat mereka berkumpul dengan Komunitas Aktivis berbeda Kelompok, bahkan mereka kadang mampu Eksis di Komunitas lain dengan Pendapat cukup berlian.
Aktivis Figuran ini di dalam setiap Komunitas tetap merupakan jumlah Terbanyak, tetapi secara faktual tetap juga memiliki prinsip “Independen”.
Komunikasi di antara Aktivis Independen beda Kelompok juga sering terjadi yang bisa membentuk Kolaborasi Saling Menguntungkan. Yang cukup menarik, beberapa orang dari Aktivis Figuran yang berbeda Kelompok membuat Kelompok WAG tersendiri dan kemudian berkembang bersama.
Dengan demikian bertambah pulalah jumlah Aktivis Figuran tertentu yang terus membengkak sesuai minat masing-masing.
Sementara di kalangan Aktivis Bisnis Media Online, berkembang pesat Pemirsa yang mengikuti Siaran-siaran TV, You Tube, Instagram, Twitter, Telegram dan lain-lainnya.
Ledakan Pemirsa ini memacu juga jumlah Aktifis Figuran yang lahir sehingga lama kelamaan Aktivis Figuran Baru bahkan jauh melampaui jumlah Aktifis Figuran sebelumnya, maka pada ujungnya Terbentuk Aktivis Kemasyarakatan Baru yang memiliki jumlah jutaan orang dengan Kekuatan (Powerful) di atas semua Tipe Aktivis yang ada.
Itulah yang kini dikenal sebagai _NETIZEN_ , yang memiliki Motto : _”No Viral No Justice”._
8. Aktivis Selebritis.
Aktivis tipe ini tidak banyak jumlahnya.
Aktifis Seleb sesungguhnya mantan Aktivis Mahasiswa yang telah mapan hidupnya, memiliki pekerjaan yang juga mapan secara finansial tetapi sekali-sekali ingin muncul sebagai Aktivis.
Biasanya kemunculannya di saat-saat sedang ada Seminar atau Diskusi dan ia muncul sebagai Narasumber yang terlibat di dalam Diskusi bersangkutan.
Pabila kemunculannya sebagai Narasumber adalah atas permintaannya sendiri, bisa dipastikan Biaya Seminar/Diskusi keluar dari kantongnya, setidaknya sebagian.
Bila kehadirannya atas permintaan Panitia, ada kemungkinan dia memang Ahli atau Profesional, tetapi tetap saja dia disebut Aktivis Selebritis karena kemunculannya hanya pada saat-saat tertentu.
9. Aktivis Buzzer.
Di dalam jenjang struktur Aktivis, maka Aktivis Buzzer adalah Aktivis dengan level Terendah.
Aktivis Buzzer adalah satu-satunya nama Tipe Aktivis yang dinisbahkan karena “fungsi”-nya sebagai “Buzzer”. Berbeda dengan nama tipe-tipe Aktivis lainnya, yang dinamakan sesuai Sifat atau Karakternya.
Secara mendasar, mereka berada di antara Status Aktivis (hanya dikarenakan mereka Aktif dan punya komunitas) dengan Masyarakat Kebanyakan.
Mereka tidak memiliki Idealisme, tidak memiliki Moralitas, tidak memiliki Etika dan bahkan Tidak Memiliki Perasaan.
Mereka beraktifitas semata-mata Karena Uang atau hal-hal yang bersifat Materi.
Bila ditransformasikan ke dalam bentuk Profesi, mereka lebih tepat disebut Salesman ketimbang Aktifis, itupun Salesman minus Moralitas, Etika dan Perasaan.
Mereka bekerja sesuai Target. Untuk lebih mudah membayangkannya, kita coba pahami Contoh Kasus di bawah ini.
Pada Era sebelum munculnya Rezim Jokowi, kita sangat-sangat jarang atau nyaris tidak Mendengar atau Membaca kata-kata Intoleransi, Ujaran Kebencian, Ekstrim, Fundamentalis, Kadrun, Cebong, Kampret, Agama Import, Arab Yaman dan Minoritas Terdzolimi.
Sepuluh kata Azimat di atas harus disosialisasikan kepada Masyarakat Luas, sampai Masyarakat Terbiasa menggunakan kata-kata tersebut setiap saat dalam berkomunikasi.
10 kata di atas pada dasarnya adalah bertujuan Membentuk Kubu-kubu Masyarakat yang Saling Bertentangan dan untuk kemudian Diadu Domba di antara mereka.
Kalaupun ada Adu Domba pada era Rezim Pra Jokowi, lebih kepada hal-hal yang bersifat Kasuistis dan Terkendali.
Dalam Rezim Jokowi, Adu Domba ini bersifat Permanen dan Laten (Tersembunyi dan Menetap) yang tentu saja Sangat Berbahaya untuk Kesatuan Bangsa dalam Jangka Panjang.
Lalu kenapa kini kata-kata tersebut menjadi “Trending Topic” dalam Dekade Terakhir ini?
Di sinilah Peran Aktivis Buzzer sangat-sangat Signifikan dalam Mensosialisasikannya.
Sebagai contoh di bawah ini misalnya.
Pertama ditentukan dulu oleh “Tim Penyusun Skenario Adu Domba” yang dibentuk oleh Tim .Asing yang memiliki ahli-ahli Antropologi, Psikologi dan berbagai Disiplin Ilmu Sosial Kemasyarakatan lainnya.
10 Kata yang kita singgung di atas untuk disosialisasikan dengan masif, terkontrol dan kontinyu.
Setiap Aktifis Buzzer diberi Target menuliskan 10 Kata Sakti tersebut di atas setidaknya masing-masing100 kata per hari.
Dalam setiap Tim ada 10 Aktifis Buzzer yang memiliki 10 Akun atas berbagai nama Alias. Mereka masing-masing masuk di setidaknya di 10 Grup Medsos boleh dari berbagai Jenis Medsos ataupun cukup di Satu Jenis Medsos saja, tergantung Kemampuan masing-masing Aktivis Buzzer.
Setiap kata yang mereka Posting di Medsos apa pun harus mereka “Screenshoot” sebagai bukti untuk Penjumlahan Kata yang mereka masing-masing Posting.
Dari minimal 1000 kata (untuk 10 Kata di atas) yang mereka Posting setiap hari, mereka masing-masing mendapatkan 1 juta rupiah, dengan ketentuan setiap 1 kata kelebihan dari 1000, mereka mendapatkan lagi 2000 rupiah untuk setiap kata. Bonus 1 Kata 2000 rupiah ini Menambah Semangat Aktivis Buzzer untuk memproduksi lebih dari 1000 kata setiap hari.
Bila mereka cukup puas dengan Target 1000 Kata per hari saja, maka dari 1 Tim Aktivis Buzzer akan mampu mensosialisasikan (dalam arti Memproduksi) 10 Kata Sakti Mereka sebanyak 10.000 Kata Sakti Pemecah Belah Bangsa per hari.
Berarti dalam 1 Bulan mereka akan bisa memasyarakatkan 300.000 Kata Sakti itu yang artinya rata-rata sama dengan 30.000 Kata untuk setiap 1 Kata Sakti disosialisasikan.
Bisa dibayangkan berapa kali setiap 1 Kata Diproduksi di Medsos Setiap Tahun dan selama 10 Tahun.
Luar Biasa banyaknya kita Diracuni dengan 10 Kata Sakti Berbisa itu dan kini kita sudah Terbiasa pula Memproduksi Sendiri. Begitulah Proses Lahirnya Aktivis Buzzer.
Apa Arti Dari 10 Kata Tersebut?
10 Kata di atas adalah Kata-kata Mantera yang dengan sengaja disebarluaskan ke Masyarakat agar di antara Masyarakat terjadi Rasa Saling Menghujat dan Menghina Satu Sama Lain.
Di antara itulah Para Pemimpin Bersilang Sengketa dan Rezim Memanfaatkan Hal ini untuk Kepentingan Mereka Sendiri.
Mengkritik Pemerintah dianggap menyebarkan Ujaran Kebencian, Taat kepada Agama disebut Fundamentalis Ekstrim, Agama Islam disebut Agama Import, padahal semua Agama yang ada di Indonesia adalah Agama Import dan istilah-istilah lain yang prinsipnya adalah Menanamkan Rasa Permusuhan di antara Anak Bangsa.
Di atas itu semua, maksud beberapa kata yang Disosialisasikan kepada Masyarakat tersebut bertujuan agar kata-kata tersebut selalu digunakan dalam Percakapan Sehari-hari.
Dengan demikian Masyarakat terbiasa menggunakan kata-kata bersangkutan dalam Berkomunikasi dan Diharapkan dengan demikian Berier antara Masyarakat yang satu dengan Masyarakat lain semakin Kuat Terbentuk.
Epilog.
Bagaimanapun status Aktifis punya Gengsi Tersendiri untuk mereka mampu menyandangnya.
Pada makna yang sesungguhnya, AKTIVIS ADALAH PANGGILAN JIWA.
Meskipun dengan terpeliharanya jiwa aktivis mereka, mereka tidak menghasilkan apa pun yang bermanfaat bagi masyarakat seperti yang mereka cita-citakan, bahkan mungkin dianggap mengganggu, setidaknya bangsa tetap memiliki Aktivis yang setiap saat siap berpikir dan bertindak untuk kemaslahatan masyarakat di sekitarnya bahkan untuk kemaslahatan bangsa, tanpa minta imbalan apa-apa.
Dari semua bahasan sederhana di atas, bisa dipadatkan kesimpulan: “Aktivis adalah Jiwa yang bebas yang berusaha berbuat untuk Kebaikan Masyarakat Luas, yang di dalam Tekanan Sebesar Apa pun, tetap melihat lorong kecil untuk kebebasannya berpendapat”.
Wallahu a’lam bissawab.
Jakarta, 15 Januari 2025.
*madjpu/ wi/ nf/ 311025
Views: 17











